Mohon tunggu...
Ir Dony Mulyana Kurnia
Ir Dony Mulyana Kurnia Mohon Tunggu... Arsitek - Direktur eLSOSDEM / Aktivis 98

Lembaga Kajian, riset, analisa sosial dan demokrasi di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Baratayudha dan Pandawa Lima di Pilpres 2024

31 Agustus 2023   17:35 Diperbarui: 31 Agustus 2023   17:49 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita epik Mahabarata, dengan perang Baratayudhanya, menjadi legenda yang selalu menarik, untuk diceritakan, karena filosofinya selalu relevan, dengan setiap pertarungan elit politik sebuah negara ataupun dunia, di setiap zaman,  dalam mencari pembuktian kebenaran, melalui kemenangan sebuah peperangan perebutan kekuasaan.


Masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Sunda dan Jawa, secara budaya tentu saja memahami filosofi dunia pewayangan ini, bahkan lebih dalamnya menjadi satu keyakinan untuk mengukur dan mengukir kebenaran sikap politik, dalam mendukung elit politik, dengan idolanya masing-masing. Para elit politisinyapun, sering mempersepsikan dirinya menjadi seorang ksatria yang ada dalam dunia pewayangan tersebut. 

Personifikasi tersebut membuat spririt masyarakat Sunda dan Jawa, di dalam mengarungi pesta demokrasi modern di Indonesia, yang sudah barangtentu tidak akan pernah lepas ke unikannya, sebagai demokrasi khas budaya Nusantara, dengan feodalisme warisan budaya kerajaan-kerajaan sebagai leluhur bangsanya. Bisa di lihat hegemoni setiap elit politik di Indonesia, akan selalu membentuk dinasty-dinasty di bawah naungan partai, dengan berbagai atribut, tokoh-tokoh elit beserta keluarganya. Kita bisa melihat betapa hidupnya dinasty Sukarno, dinasty Suharto, dinasty Gusdur, dinasty SBY, dan dinasty Jokowi, dalam percaturan politik Indonesia.

Sistem demokrasi, yang berasal dari barat, tentunya tidak akan pernah mampu sepenuhnya mendikte keberadaan budaya asli Nusantara, dengan feodalisme kerajaan tersebut. Karena tentu saja budaya asli dan peradaban Indonesia ini sudah sangat mengakar selama ratusan bahkan ribuan tahun, sebelum demokrasi masuk ke Indonesia, dan olehkarena itulah demokrasi di Indonesia, bisa di sebut demokrasi feodal khas Indonesia.

Analisa pilpres 2024, sungguh bisa di lihat dari persepsi cerita pewayangan Mahabarata, dengan Baratayudha nya, "aneh tapi nyata ?"

Bisa kita lihat pertarungan politik sa'at ini, sesungguhnya pertarungan di antara rezim sendiri dan bisa di persepsikan sebagai keluarga Barata. Rezim penguasa Jokowi, dengan ke tujuh partainya, sudah barangtentu mampu membolak balikkan hasil dari demokrasi di Indonesia, bagaimana tidak lawan politiknya, hanya tinggal dua partai politik yang sesungguhnya tidak bisa mencalonkan capres dan cawapresnya sendiri, mengingat kekuatannya tidak sampai dengan 20% suara. Olehkarena itulah perhelatan politik pilpres 2024, tidak lebih dan tidak kurang, adalah sebagaimana halnya peperangan keluarga Barata, atau Baratayudha yang memperebutkan kekuasaan di negeri yang sangat besar bernama Hastinapura.

Dari perang keluarga Barata, an sich rezim Jokowi ini, kemudian bisa diturunkan personifikasinya dalam pilpres 2024. Mari kita coba membaca tanda-tandanya, "believe or not" :

Yang pertama figure KRISHNA, yang merupakan perwujudan dari dewa Wishnu, bisa di persepsikan sebagai suara dan kehendak Rakyat. Manakala dalam demokrasi modern khas Indonesia, kelompok elit politik bisa memenangkan pertarungannya dan berkuasa, artinya kelompok elit tersebutlah yang memiliki kebenaran hakiki, melalui legitimasi Rakyat, yang merupakan perwujudan dari seorang Krisna. 

Karena dalam cerita pewayangan, dalam setiap zamannya, kelompok manapun yang di dukung oleh penjelmaan-penjelmaan dewa Wishnu, maka akan memenangkan peperangan. Hal ini, tercermin dalam cerita epik Ramayana, ataupun epik Mahabarata dengan perang Baratayudhanya. Dalam pilpres alam demokrasi pun demikian, siapapun yang di dukung oleh Rakyat, atau dipersepsikan Khrisna perwujudan Wishnu di dalam Baratayudha, maka akan memenangkan perebutan kekuasaan di Indonesia.

YUDHISTIRA, tentunya bisa dipersonifikasikan kepada Prabowo, sifat Yudhistiranya sudah di akui almarhum Gusdur yang bisa di personifikasikan sebagai baghawan Abiyasa, yang sangat sakti mandraguna. Gusdur mengatakan Prabowo adalah orang paling ikhlash di Indonesia, itulah karakter seorang Yudhistira, dan menurut Gusdur, In Syaa Allah, Prabowo akan jadi Presiden di masa tuanya. Dan terlihat sekali jiwa bijaksananya seorang Yudhistira dalam dunia pewayangan, yang sangat mengasihi siapapun, termasuk kepada musuhnya Kurawa sekalipun.

BIMA, atau Aria Werkudara berbadan besar ini adalah Airlangga Hartarto, dialah yang punya kekuatan yang dahsyat dengan ajian Bandung Bandawasanya, yang bisa di ibaratkan dengan GOLKAR. Sifat Bima nya terlihat dalam ekspresi Airlangga dengan tidak obsesi kekuasaan untuk menjadi capres, walau partainya betul-betul kokoh kuat, dia legowo cukup mendukung Yudhistira atau Prabowo. Dan kita ingat Bima mempunyai anak yang sangat kuat bernama GATOTKACA, sangat mudah mempersepsikan Gatotkaca adalah figure dan sosok Ridwan Kamil.

ARJUNA itu adalah Jokowi, dengan performa kurusnya, tapi punya kekuatan politik nomor satu di negaranya, Arjuna sangat lihay politik dan strateginya, siapapun akan kalah oleh Arjuna, dengan senjatanya Pasopati alias Cawe-cawe. Sekarang mana ada yang lebih kuat dari Jokowi, dan tentu saja Arjuna mendukung Kakaknya Yudhistira untuk menjadi Raja. Arjuna mempunyai anak yang sangat kuat bernama ABIMANYU, dan bisa dipersepsikan sebagai Gibran Rakabuming Raka. Jika putusan MK lolos capres dan cawapres bisa 35 tahun, maka hampir dipastikan Gibran lah yang akan menjadi cawapresnya Prabowo, karena faktor Arjuna yang sangat kuat berkepentingan melanjutkan hegemoni dinasty kekuasaannya.

NAKULA, performa ini sangat tepat dan melekat di Cak Imin, Nakula badannya kecil, namun politiknya sangat lihay, dan selalu mampu mengayomi saudara-saudaranya yang kuat-kuat, dalam satu kesatuan dalam menghadapi berbagai gempuran Kurawa.

SADEWA, dia adalah Zulkifli Hasan, paling bontot di Pandawa, ibarat kekuatannya bersama PAN. Sadewa mempunyai daya kekuatan, untuk menghimpun berbagai hal, yang tidak terpikirkan, dan dimiliki oleh ke empat kakaknya, Yudhistira, Bima, Arjuna dan Nakula.

Kemudian lawan dari Pandawa Lima, ini adalah Kurawa. Pihak Kurawa pun, banyak Ksatria yang luar biasa, walau dalam peperangan kalah oleh Pandawa, bisa dipersepsikan sebagai berikut :

KARNA, figure Karna adalah yang sangat sakti mandraguna dengan senjatanya konta, atau bisa dipersepsikan sebagai intelektualitas yang tiada bandingnya, maka sangat mudah di persepsikan kepada figure Anies Rasyid Baswedan, yang kita tahu Karna ini adalah anaknya dari BATARA SURYA siapa lagi kalau bukan Surya Paloh.

Kemudian PRABU SALYA, sangat bisa dipersepsikan sebagai figure Ganjar Pranowo. Oleh karena itu, sekarang sudah mulai mengangkat wacana kuat, memasangkan Ganjar dan Anies menjadi satu kereta perang Capres dan Cawapres. Dalam perang Barata Yudha, betapa dahsyat kekuatan Karna manakala Prabu Salya menjadi kusir kereta perangnya Karna, ketika perang tanding melawan Arjuna dengan kusir kereta perangnya Krishna. 

Dalam perang Baratayudha Karna gugur lebih dahulu, dan setelah itu barulah gugurnya Prabu Salya, hal ini bisa di ibaratkan, jika pilpres 2024 terjadi dua putaran, maka ARS akan kalah di putaran pertama, dan Ganjar kalah di putaran kedua. Prabu Salya gugur langsung oleh tangan Yudhistira. Di pilpres pun terlihat betapa Arjuna atau dipersepsikan sebagai Jokowi, adalah secara frontal berhadapan dengan antitesanya Karna atau ARS. Dan sehebat apapun Prabu Salya atau Ganjar Pranowo, akan kalah oleh kesaktian Yudhistira, dengan ajian keikhlasannya Jamus Kalimusada.

Tidak lengkap jika tidak ada persepsi Megawati, di dalam perang Batatayudha, tentu saja Megawati sangat terlihat dan bisa dipersepsikan sebagai ibu suri Hastinapura bernama Dewi Gandari. Akibat kesalahan Dewi Gandari lah, sehingga terjadinya perang keturunan Keluarga Barata, atau Baratayudha. Kemudian SBY dan AHY, bisa dipersepsikan sebagai Resi Dhorna dan anaknya Aswatama.

Demikianlah imajinasi perang Baratayudha yang dipersepsikan dengan Pilpres 2024. Dan kelihatannya ke lima PANDAWA ini hampir pasti bisa memenangkan peperangan BARATAYUDHA, karena mendapat restu KRISHNA yang merupakan simbol keseluruhan RAKYAT yang ada di negara Hastinapura, tercermin dari mayoritas hasil survey Krishna adalah suara Rakyat, dan Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.

Wallahu alam Bishawab... sekedar melihat fenomena politik yang ada sekarang. Dan dari setiap pertarungan politik di dunia ini, akan lahir dan lahir kembali. Cerita perang saudara BARATAYUDHA an sich pilpres 2024 adalah perang saudara Rezim Jokowi sendiri. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun