Mohon tunggu...
DLIYAUN NAJIHAH
DLIYAUN NAJIHAH Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Hanya manusia biasa yang sedang berusaha Rasionalist, Realist, Resilience & Religious

Konon katanya, berkarya bisa menghidupkan yang mati. Dan menulis adalah salah satu caranya, let's see apakah saya bisa menulis sebaik mungkin?

Selanjutnya

Tutup

Seni

Strategi Permusikan Indonesia di Era Disrupsi dan Pandemi Covid-19

18 Juni 2023   22:15 Diperbarui: 18 Juni 2023   22:48 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak Covid-19 melanda Indonesia awal 2020 lalu, berhasil melumpuhkan semua lini kegiatan di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Mulai dari distribusi, pemasaran dan lainnya pada beberapa bidang yang paling vital hingga bidang hiburan sekalipun semua terdampak akibat lumphnya mobilitas akibat pandemi Covid-19 ini. 

Beberapa industri juga mulai menyurut pergerakannya Tak terkecuali pergerakan industri permusikan, banyak kegiatan permusikan terdampak akibat akibat pandemi seperti banyaknya konser yang diundur atau bahkan terpaksa dibatalkan paksa. Akibatnya para promotor bahkan manajemen artis bersangkutan sekalipun harus memutar otak mencari alternatif agar kegiatan permusikan tetap bertahan.  

Pada dasarnya, pendapatan terbesar bagi para pemusik merupakan penampilan mereka secara offline, selebihnya merupakan pemutaran musik digital, promosi produk, dsb. Setali tiga uang, Revolusi Industri 4.0 yang sudah berjalan beberapa tahun ini juga mempertangguh jalan semua lini kegiatan secara online. Secara fundamental Revolusi  industri 4.0 merubahnya cara pandang masyarakat yang awalnya bekerja secara analog dan konvensional menjadi digital. Ditambah lagi hadirnya fenomena konvergensi digital yang sudah memasuki era Revolusi  industri 4.0 ini.

Revolusi  industri 4.0 selalu menawarkan berbagai perubahan dan juga keuntungan. Karakteristik Revolusi  industri 4.0 ditandai dengan munculnya berbagai teknologi terapan (applied technology) seperti advanced robotics, artificial intelligence, internet of things, virtual and augmented realty, additive manufacturing, serta distributed manufacturing yang secara keseluruhan mampu mengubah pola produksi dan model bisnis di berbagai sektor industri. 

Revolusi industri 4.0 secara fundamental berhasil mengubah pola pikir, gaya hidup dan cara berkomunikasi. Beberapa penetrasi digital mengakibatkan beralihnya berbagai aktivitas manusia dari analog menjadi digital dalam berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, hiburan dan juga seni.

Hal ini yang disebut sebagai Era Disrupsi, yang mana kondisi ketika sebuah bisnis dituntut untuk terus berinovasi mengikuti perkembangan, sehingga bisnis tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekarang, namun dapat mengantisipasi kebutuhan di masa mendatang. Pada Era Disrupsi ini banyak sekali lini kehidupan mulai melakukan exodus pada dunia digital. Ditambah macet dan lumpuhnya mobilitas ekonomi secara offline akibat pandemi menjadikan Era Disrupsi semakin dilirik oleh berbagai kalangan berkepentingan. Hal ini memungkinkan agar bisnis tetap berjalan meskipun harus dinikmati secara online dan terbatas.

Hal demikian juga berdampak pada sektor industri musik, meskipun hanya sekedar sebagai bidang support namun tidak menutup kemungkinan jika industri permusikan sendiri memiliki posisi tersendiri pada dunia hiburan tanah air. Pada dasarnya pemasukan utama industri permusikan berasal dari pertunjukan live secara offline melalui panggung-panggung pertunjukan. Pada Era Disrupsi dan pandemi ini para musisi dapat mempertunjukkan karya musiknya terhadap massa melalui sosial media. Demi kepentingan publikasi karya seiring berkembangnya teknologi, digital music publishing menjadi metode baru dalam pemasaran karya musik.

Pada sektor industri musik digital music publishing berrevolusi menjadi metode baru dalam pemasaran karya musik. Digital musik publisher memiliki peran sebagai pendistribusi dan memasarkan karya musik yang hak nya dikelola oleh digital  publisher. Melalui digital music publisher para artist atau musisi terbantu dalam mempublikasikan dan mendistribusikan karya musiknya. Selain memonetizing karya musik digital publishing juga memiliki peran penting dalam hal mencakup khalayak agar karya musik bisa didengar oleh pendengar lewat berbagai media.

Karya musik yang dipublikasikan melalui digital music publisher cukup mendominasi sumber pendapatan industri musik global. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya penikmat musik yang beralih mendengarkan musik melalui digital music platform daripada mendengarkan melalui pemutar musik konvensional seperti tape, CD player, turntable, dan walkman. Meningkatnya pengguna smartphone dan internet mampu memberikan dukungan atas berkembangnya digital music industry, terutama pada layanan streaming music. Dari fenomena ini maka bisa dikatakan bahwa media online sangat berpengaruh baik terhadap perkembangan dan aktifitas industri musik Indonesia.

Ditambah lagi dengan perkembangan Digital Convergensi yang sudah berkembang di masyarakat kita sehingga mendengarkan musik di era disrupsi ini sangat simpel dan mudah. Para penikmat musik bisa dengan mudah mengakses musik dari berbagai digital music platform seperti Spotify, YouTube Music, Joox, i-Tunes, Dezeer dan lain sebagainya. Kehadiran digital music platform ini sangat membantu digital musik publisher untuk mengoptimalisasikan pemasaran dan publishing karya musik para musisi yang di bawahinya.

Selain itu berbagai cara juga bisa dilakukan dengan mengoptimalkan monetizasi karya musik ini salah satunya dilakukan konser dan kolaborasi secara virtual. Masih ingat dengan video clip grup band NOAH yang berjudul Kala Cinta Menggoda, remake dari lagu Chrisye dengan judul yang sama ini berhasil menjadikan alternatif baru dalam berkolaborasi secara digital. NOAH sendiri memiliki cara unik dalam mengkonsep video clip secara online dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan tanpa melanggar peraturan pemerintah. Mereka membuat kolaborasi dengan cara menggabungkan beberapa video yang berhasil mereka take di posisi dan tempat tinggal masing-masing.

Selain itu pendistribusian dilakukan dengan sangat baik melalui media visual seperti youtube dan sebagainya. Belajar dari band NOAH, hal ini menjadikan pandemi bukan penghalang dalam melakukan kegiatan permusikan. NOAH sendiri memilih jalan ini juga dengan banyak pertimbangan salah satunya dengan cara ini. Lain kesempatan juga dirasakan oleh beberapa kalangan, collab melalui media online seperti ini agaknya lebih masuk akal dan lebih banyak diminati. Selain mempersingkat waktu dan mempertimbangkan efifisensi waktu juga bisa menghemat coost yang dilakukan oleh pihak publishing sendiri.

Kekurangan dari metode ini bisa dilihat dalam menjalankan koordinasi yang harusnya dilakukan secara tatap muka dan secara langsung oleh pelaku dan aktor aslinya. Pertemuan yang dilakukan hanya sekadar bagaimana berjalannya dapur rekaman dan pengolahan editing saja. Namun, semua itu juga bisa dilakukan secara online dan cepat dengan memanfaatkan media meeting seperti Zoom Meeting, Google Meet dan lain sebagainya. 

Memang keterbatasan bisa dilihat secara umum namun semua bisa diatasi dengan banyak hal yang lebih bermanfaat tanpa harus melanggar protokol kesehatan saat pandemi sedang berlangsung. Demi menjaga kenyamanan dan ketertiban bagaimanapun kegiatan ini bisa menjadi alternatif bagi banyak kalangan. Ditambah lagi dengan maraknya kasus plagiarism yang terjadi di beberapa lini tak terkecuali pada industri permusikan.

Kasus-kasus ini bisa dilihat dan dilakukan secara cepat terutama maraknya media musik dan tontonan instan seperti Tiktok, Snack Video dan lain sebagainya. Jika dilihat dampak negatif medianya banyak karya yang bisa disebarluaskan dan diperbanyak secara sembarangan melalui media ini tanpa mencantumkan sumber validnya. 

Walaupun demikian lewat media-media ini banyak musik-musik yang terbantu pemasarannya karena sudah kiat ketahui bahwa banyak sekali musik under rated mulai dikenal oleh berbagai kalangan seperti lagu Know Me Too Well milik New Hope Club yang marak tahun lalu ini ternyata sudah rilis tahun 2021. Artinya banyak musik-musik lama yang baru terdengar gaungnya setelah masuk ranah Tiktok dan Snack Video.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun