29 Oktober 2018 lalu, sehari setelah peringatan Hari Sumpah Pemuda yang ke-90 tahun, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah menerbitkan Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Hadir pula dalam acara peluncuran Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 tersebut perwakilan dari masing-masing Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK) yang tergabung dalam Kelompok Cipayung. Latar belakang diterbitkannya Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 antara lain dalam rangka menangkal paham radikalisme dan intoleran yang ditengarai sedang berkembang pesat di berbagai Perguruan Tinggi akhir-akhir ini, dengan adanya pembentukan Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB) di setiap kampus sebagai output-nya.Â
Meskipun demikian, lahirnya Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 ini pun tidak dapat terlepas dari polemik yang muncul di tataran civitas akademik, termasuk kalangan aktifis OMEK itu sendiri. Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 ini sedang menjadi salah satu topik yang seringkali didiskusikan di berbagai ruang akademik seperti seminar, simposium (dan sejenisnya), termasuk ruang-ruang publik (non formal) seperti warung kopi.
Bagi penulis hal ini lumrah, mengingat secara historis eksistensi organisasi kemahasiswaan di kampus-kampus pernah mengalami pasang surut sebagai konsekuensi logis dari berbagai peraturan dan kebijakan yang pernah diberlakukan oleh pemerintah, termasuk Surat Keputusan Nomor: 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Surat Keputusan Nomor: 037/U/1979 tentang Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) oleh Daoed Joesoef sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada era Orde Baru. Nalar kritis mahasiswa pernah dibungkam pada masa itu, termasuk pembubaran organisasi kemahasiswaan semacam Senat Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa, yang juga berefek domino bagi eksistensi OMEK di tiap kampus.
Adanya UKM PIB
Dengan diterbitkannya Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018, maka setiap Perguruan Tinggi bertanggungjawab untuk melakukan pembinaan ideologi bangsa sebagaimana digariskan Pasal 1 ayat (1). Untuk itu, maka setiap Perguruan Tinggi akan membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa Pembela Ideologi Bangsa (UKM PIB) dengan melibatkan organisasi kemahasiswaan intra dan juga ekstra kampus dalam keanggotaannya. Dengan harapan agar terjadi kolaborasi dan sinergisasi antara organisasi kemahasiswaan intra dan ekstra kampus dapat menjadi antitesa bagi paham radikalisme dan intoleran yang sedang berkembang pesat di tanah air.Â
Di sisi lain, adanya UKM PIB pun diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif dalam upaya pembinaan ideologi bangsa, mengingat secara formal-akademik hanya terdapat beberapa Satuan Kredit Semester (SKS) yang memiliki fokus bahasan terkait ideologi Pancasila. OMEK sebagai komponen yang diharapkan untuk ikut berpartisipasi dalam keanggotan UKM PIB dapat secara proaktif menarasikan kembali konsepsi kebangsaan, mengingat praksis pada masing-masing OMEK terdapat pola kaderisasi dan aktiftas-aktifitas kultural yang juga secara tidak langsung memperkuat ideologi Pancasila. Namun demikian, UKM PIB tetap berada di bawah pengawasan dan bertanggungjawab kepada pimpinan Perguruan Tinggi, sesuai dengan Pasal 3.
Beberapa Persoalan
Terbitnya Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 belum tentu menjadi angin segar bagi Perguruan Tinggi, termasuk kalangan aktifis OMEK. Mengingat OMEK masih belum diperbolehkan untuk melakukan aktifitasnya secara terbuka di dalam kampus, sementara mereka (baca: OMEK) diharuskan untuk meleburkan diri secara keanggotaan dalam UKM PIB. Padahal, jika berbicara mengenai OMEK dan identitasnya, maka hal ini tidak dapat terlepas dari segala atribut dan aktifitas-aktifitas kulturalnya masing-masing.Â
Selanjutnya, dikhawatirkan pula dengan adanya UKM PIB justeru membuka lahan baru bagi adanya rivalitas antar OMEK, khususnya mengenai regenerasi kepemimpinan yang berujung pada tidak kondusifnya UKM PIB itu sendiri. Hal ini tentu berdasarkan pengalaman pada setiap momentum demokrasi mahasiswa sebagai ajang regenerasi kepemimpinan pada organisasi kemahasiswaan intra kampus, baik di tataran fakultas maupun universitas. Meskipun kontestasi itu harus kita maknai dalam konotasi yang positif.
Di sisi lain, masuknya OMEK beserta organisasi kemahasiswaan intra kampus sebagai anggota UKM PIB pun bisa jadi mereduksi independensi OMEK itu sendiri, baik dalam konteks kebijakan organisasi maupun secara finansial. Padahal hal ini merupakan salah satu variabel yang membedakan OMEK dengan organisasi kemahasiswaan intra kampus, termasuk pertanggungjawabannya bukan semata secara struktural-hierarkis, melainkan terhadap segenap anggota dan tentunya kepada Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta.
*Tulisan ini tentunya berdasarkan informasi yang diperoleh dan hasil olah pikir penulis secara pribadi.Â