Perhelatan demokrasi mahasiswa (baca; Pemilihan Umum Raya/Pemira) Universitas Negeri Malang (UM) tinggal menghitung hari. Sebagaimana telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) beserta jajaran Rektorat UM, hari H pelaksanaan Pemira jatuh pada tanggal 29 November 2018 mendatang. Selain itu, juga telah diputuskan bahwa Pemira tahun 2018 ini menggunakan sistem electronic vote (e-vote), berbeda dengan Pemira tahun lalu (2017) yang menggunakan sistem konvensional.Â
Meskipun demikian, keputusan untuk kembali menggunakan sistem e-vote sebagaimana Pemira pada 2 (dua) tahun lalu (2016) mestinya dilandasi dengan rasionalisasi yang kuat serta kesiapan sistem dan sumber daya yang matang. Sehingga Pemira tahun ini tidak semata-mata dijadikan sebagai ajang uji coba sistem (dalam hal ini e-vote) dan terkesan dipaksakan karena UM khawatir ditinggal laju perkembangan teknologi, melainkan juga didasarkan pada kebutuhan obyektif mahasiswa UM secara umum dan tentunya selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Pada tanggal 17 November 2018 (dini hari) lalu, KPU beserta Panwaslu telah menetapkan 3 (tiga) pasang calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum untuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UM periode tahun 2019 mendatang. Hardiansyah (Teknik Mesin/Fakultas Teknik) dan Teguh Prasetyo (Ilmu Keolahragaan/Fakultas Ilmu Keolahragaan) sebagai pasangan calon nomor urut 1, Faris Rosul Arifin (Geografi/Fakultas Ilmu Sosial) dan M. Zaenul Falah (Teknik Elektro/Fakultas Tenik) sebagai pasangan calon nomor urut 2, dan Dimas Prayoga (Sosiologi/Fakultas Ilmu Sosial) dan Arfia Regita Dyan Pradana (Ekonomi Pembangunan/Fakultas Ekonomi) sebagai pasangan calon nomor urut 3.Â
Dengan demikian maka, mahasiswa UM pada momentum Pemira tahun 2018 ini dihadapkan pada 3 (tiga) pilihan pasang calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum BEM UM periode tahun 2019, berbeda dengan kondisi Pemira tahun lalu yang menghadirkan pasangan calon tunggal. Di sisi lain, telah ditetapkan pula sejumlah 13 (tiga belas) orang calon senator Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UM untuk periode tahun 2019 dari beberapa Jurusan yang tersebar di UM.
Sebagaimana kondisi obyektif yang tergambar pada paragraf di atas, maka tersemat pula ekspektasi agar BEM UM periode tahun 2019 mendatang berubah lebih baik, progresif dan berpihak pada kepentingan mahasiswa UM pada umumnya, tidak sekedar memposisikan dirinya sebagai event organizer. Pemira tahun ini juga diharapkan mampu menjadi medium bagi pertarungan gagasan yang konstruktif, pertarungan prestasi dari masing-masing sosok pasangan calon, yang tentunya tidak hanya ditularkan untuk kebaikan internal organisasi BEM UM semata, melainkan juga untuk kemaslahatan mahasiswa UM secara umum.
 Inilah esensi dari Pemira UM yang mampu menghadirkan pembelajaran politik dan demokrasi yang sehat bagi mahasiswa UM. Sehingga kehadiran BEM UM lebih terasa dampaknya di tengah-tengah mahasiswa UM, termasuk pada gilirannya mampu mengangkat nama besar UM di level regional, nasional, bahkan bisa sampai pada level internasional.
Terlepas dari mahasiswa UM hari ini disodorkan dengan 3 (tiga) pilihan pasangan calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum BEM UM periode tahun 2019 beserta visi, misi, dan gagasannya masing-masing, namun pada kesempatan kali ini penulis hendak berbagi pandangan mengenai gagasan perubahan yang diangkat oleh pasangan calon nomor urut 2 yaitu FARIS ROSUL ARIFIN dan M. ZAENUL FALAH pada momentum demokrasi mahasiswa UM tahun 2018 ini.Â
Visi dan misi serta gagasan-gagasan perubahan yang diangkat dan kemudian diberi idiom SOLIDARITAS (Solid dan Berkualitas) tentunya merupakan hasil refleksi kondisi obyektif yang ada pada mahasiswa UM umumnya dan juga organisasi BEM UM periode sebelum-sebelumnya. Bahwa BEM UM juga harus mampu ditampilkan sebagai salah satu ikon bagi kampus the learning university ini, tidak lain adalah dengan prestasi-prestasinya, dengan keberpihakannya pada kepentingan mahasiswa UM secara umum, termasuk dengan kinerja yang nantinya termanifestasi pada program-program yang dirasakan manfaatnya bagi mahasiswa UM.
BEM UM juga harus mampu tampil sebagai pelopor gerakan mahasiswa yang ada di UM dalam rangka merespon kondisi-kondisi sosial yang ada, baik itu di internal UM sendiri, regional Kota Malang dan Jawa Timur, termasuk problematika umat dan bangsa. Demikianlah peran mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control ditunaikan.
 Dengan demikian maka slogan agent of change dan agent of control tidak sekedar menjadi bahasa gaya-gayaan fungsionaris BEM UM beserta organisasi intra kampus lainnya pada setiap kali momentum Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Bersama BEM (atau apa pun sebutannya) dari kampus yang lain, BEM UM harus mampu menempatkan dirinya sebagai katalisator, bukan pengekor. Barangkali beberapa hal inilah yang menyebabkan BEM UM belum mampu tampil di level regional dan nasional, termasuk belum sampai dirasakan kehadiran dan kebermanfaatannya bagi mahasiswa UM secara umum. Kondisi status quo inilah yang ingin diubah oleh pasangan calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum BEM UM periode tahun 2019 nomor urut 2.
AKADEMIS, ORGANISATORIS, dan IDEALIS