Mohon tunggu...
Dwi Indah Krisyanti
Dwi Indah Krisyanti Mohon Tunggu... -

Lahir di Yogyakarta, Ibu dari dua orang anak Nanda Edwin M,S,Fam ,apt dan Yonatan Edwin duduk dibangku SLTP menikah dengan Edward M

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebersamaan Dalam Menciptakan Sekolah Tanpa Kekerasan

19 November 2011   08:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maraknya aksi kekerasan yang terjadi dalam lingkungan sekolah merupakan suatu hal yang memprihatinkan. Ini semua tentunya tidak bisa lepas dari tanggung jawab kita sebagai anggota masyarakat yang peduli akan nasib anak bangsa maka perlu suatu konsep dan perlakuan yang matang dalam mengatasinya.

Menciptakan sebuah sekolah yang bebas dari kekerasan seperti halnya menciptakan lingkungan positip di sekolah atau di dalam rumah sekarang ini sangat dibutuhkan. Disini diperlukan suatu sikap protektif dalam melawan kekerasan dengan menumbuhkan kedamaian, rasa hormat, toleransi, dan harmoni. Sikap-sikap seperti yang tertuang dalam silabus KTSP yang berkarakter bangsa perlu ditumbuh-kembangkan, sehingga kekerasan tidak berkembang biak, di mana akhirnya kekerasan tidak ditolerir dan dianggap tidak dapat diterima oleh semua pihak.

Hal ini memerlukan peran aktif oleh seluruh warga sekolah seperti : siswa, guru, staf sekolah dan juga orang tua sebagai stake holder dalam menciptakan iklim - merasa aman, dihargai dan dihormati.

Bagaimana peran kita sebagai bagian dari komunitas sekolah untuk membuat sebuah sekolah yang bebas dari kekerasan? Apakah kita punya ide dan saran untuk diberikan kepada sekolah dengan memotivasi diri sendiri agar kita dapat bekerja sama saling menghargai dan menghormati?

Ketika kekerasan merupakan masalah di sekolah, masyarakat harus memprioritaskan perhatian segera dan hati-hati dengan situasi dan mengembangkan respon yang direncanakan. Tanpa komitmen, proyek gagal, orang menjadi putus asa dan kekerasan masih merupakan sarana diterima memecahkan dalam masalah.

Jika kita berpikir tentang orang laindengan bercermin pada diri sendiri maka hal itu sangatlah tidak sukar untuk di lakukan. jika kita merasa sakit saat disakiti maka janganlah kita menyakiti orang lain. “ Jadilah perubahan yang ingin kita lihat ...” dimulai dengan kita . Jadilah contoh perilaku positif!

Ini didasarkan pada gagasan bahwa ketika kita membuat perubahan yang dekat dengan kita juga akan berubah. Apa yang bisa satu orang lakukan untuk membuat perbedaan? Pernahkah kita atau seseorang yang kita kenal - seorang guru, orangtua, atau teman –teman sudah membuat perubahan

Guru harus berkomitmen untuk melakukan intervensi segera jika terjadi kekerasan.
Cara orang dewasa menggunakan bahasa sering kali memiliki dampak pada penciptaan iklim positif di sekolah,.

Setiap orang yang sudah mengakudewasa adalah guru yang harus memperhatikan kata-kata dan bahasa tubuh di depan murid. Masyarakat umum sekarang ini sangat memerlukan contoh nyata dalam kehidupan sehari bukan hanya pidato, atau ceramah dan nasihat saja.

Mendorong anak-anak untuk berperilaku pro-sosial dapat dilakukan oleh guru melalui contoh pribadi, membimbing anak-anak melalui proses pemecahan masalah. Rasa impati ditanamkan bukan hanya simpati yang hanya manis terdengar di telinga lalu hilang diawa angin tak berbekas. Sehingga tak terdengar kata “ NATO” Not Action talk Only.

Gunakan bahasa tubuh, tutur kata dan tingkah laku sebagai alternatif dalam mengatasi situasi kekerasan. Learning by Example

Kekerasan dapat muncul dalam banyak cara dan lidah bisa menjadi pisau gaib, memotong jauh ke dalam memori murid. Kata-kata sangat penting bagi perkembangan pemikiran konstruksi yang diperlukan untuk memecahkan masalah dan, dikombinasikan dengan bahasa tubuh, dapat menjadi model yang mengontrol emosional siswa.

Dalam situasi konflik antara anak-anak, anak-anak akan melihat pendekatan guru dan belajar berbagai model berurusan dengan situasi. Bimbingan melalui proses pengendalian emosi, memberikan pertolongan pertama emosional dalam konflik, mendorong anak-anak untuk mengatasi masalah itu sendiri, adalah strategi guru yang mengajarkan keterampilan perilaku, sosial dan emosional.

Dalam mendorong anak-anak untuk mengatasi situasi konflik itu tidak selalu diperlukan bagi guru untuk memahami penyebab masalah, juga tidak ada manfaat khusus jika mereka melakukan. Berbicara tentang masalah sering bisa memiliki efek sebaliknya. Jadi, mari kita tidak berbicara langsung tentang masalah ini, melainkan, mari kita menekankan perubahan bisa kita buat

Ketika intervensi, apakah pikirkan kita memiliki nilai yang benar, sikap dan juga keterampilan untuk menangani situasi tersebut.


Ketika bekerja dengan murid yang telah mengalami kekerasan atau agresif, guru perlu membimbing mereka melalui serangkaian konsekuensi yang diprediksi dan dikenal sambil memastikan peluang untuk memecahkan masalah, penetapan tujuan, pengembangan keterampilan dan restitusi diberikan.
Nilai-nilai, sikap dan keterampilan yang diperlukan ketika bekerja dengan murid yang mengalami kekerasan menurut penulis meliputi:


  • ØHormat - netralitas, perhatian terhadap martabat manusia, bahasa/rasa hormat;
  • ØEmpati melalui pemahaman gangguan emosional, kekerasan, pengembangan siswa dan kondisi medis seperti sindrom Asperger;
  • ØOptimisme - keyakinan pada kemampuan siswa untuk membangun keterampilan sosial dan emosional;
  • Ø Pemodelan ketenangan, kontrol dan pemecahan masalah;  konsistensi respon;
  • Ø Pembinaan emosional dan pertolongan emosional pertama;  melakukan wawancara krisis
  • ØPengendalian emosi, klarifikasi nilai-nilai, pemecahan masalah, penetapan tujuan, Pengembangan keterampilan, konsekuensi dan mediasi;
  • Ø Tanpa pendekatan menyalahkan dan intimidasi;

Selain itu juga merefleksikan kebijakan ini pada  sekolah kita . Selalu siap dengan rencana respon sehingga pendekatan kita konsisten.
Memiliki rencana respon memastikan konsistensi dalam tanggapan kita dan keadilan bagi para murid.

Ketika kekerasan terjadi, langkah-langkah mendesak yang konsisten perlu dilakukan, dan ini harus diketahui, guru dan orang tua murid. Anak-anak harus segera dihapus dari zona konflik, diwawancarai oleh guru dan dirujuk ke program yang sesuai.
Membantu anak-anak untuk memperbaiki kesalahan mereka. Perlu dipahami dan disepakati bahwa ini bukan hanya merupakan tugas dan tanggung-jawab guru BP tapi tanggung-jawab kita semua.

Insiden dan konflik dapat sering kejadian di sekolah. Ketika ada kerusakan atau kerugian yang telah ditimbulkan, anak yang menyebabkan itu harus diberi kesempatan untuk memperbaikikesalahanya

Menyelesaikan situasi menggunakan prinsip-prinsip keadilan restoratif adalah cara yang efektif untuk menangani perselisihan dalam hubungan. Tujuan dari pendekatan restoratif adalah untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh konflik dengan menemukan cara yang saling diterima untuk dilakukannya. Hal ini dapat dilakukan secara formal atau informal dan memerlukan perbaikan kemitraan melalui pembuatan keputusan bersama tentang masa depan hubungan.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun