Mohon tunggu...
DKG Foundation
DKG Foundation Mohon Tunggu... Wiraswasta - penulis

Kumpulan Berita seputar museum museum dan barang barang seni

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Kajian Indonesian Heritage Museum : Sejarah Wayang Potehi

30 Juni 2023   15:52 Diperbarui: 30 Juni 2023   22:16 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

republika.co.id
republika.co.id

Pada abad ke-18, seorang berkebangsaan Jerman yang bernama Ernst Christoph Barchewitz (yang tinggal selama 11 tahun di Jawa) menceritakan bahwa ketika ia sedang berada di Batavia dan melihat pertunjukan-pertunjukan ini diselenggarakan dalam bahasa Tionghoa. Pada masa masuknya pertama kali di Nusantara, wayang potehi dimainkan dalam dialek Hokkian. Seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini pun kemudian juga dimainkan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu para penduduk non-Tionghoa pun bisa menikmati cerita yang dimainkan.

Abad 17 hingga awal abad 19 wayang potehi tersebar ke beberapa kota di pulau Jawa, contohnya Banten, Jakarta, Semarang dan Surabaya. Kota-kota tersebut menjadi pintu gerbang untuk perluasan potehi pada kota lain di pulau Jawa, tetapi perkembangan wayang potehi di abad 19 tidak benar-benar diketahui, karena datanya tidak lengkap.

Wayang potehi akhirnya populer hampir di seluruh kota di pulau Jawa khususnya Jawa Timur (Purwoseputro, 2014 : 42).50 Dari hasil pengamatan selama ini, pentas wayang potehi di Jawa lebih banyak terjadi di daerah Jawa Timur ketimbang di Jawa Tengah atau Jawa Barat. Clara Van Groenendael (1993), mengutip pernyataan Brandon (1967), menyatakan bahwa masuknya wayang potehi di Jawa tidak lebih dari awal abad ke-20 ketika terjadi gelombang imigran besar-besaran masyarakat Tionghoa ke Jawa.

kompas.com
kompas.com

C. Lakon Yang Ditampilkan

Beberapa lakon yang sering dibawakan dalam Wayang Potehi adalah Si Jin Kui (Ceng Tang dan Ceng Se ), Hong Kiam Chun Chiu , Cu Hun Cau Kok , Lo Thong Sau Pak dan Pnui Si Giok . Setiap wayang bisa dimainkan untuk pelbagai karakter, kecuali Koan Kong , Utti Kiong , dan Thia Kau Kim , yang warna mukanya tidak bisa berubah.

Beberapa wayang potehi tidak mewakili satu karakter saja, melainkan bisa menjadi tokoh lain. Perubahan tersebut bisa dilihat dari busana dan aksesori kepala yang bisa dibongkar-pasang, disesuaikan dengan lakon yang akan dipentaskan. Namun wayang potehi seperti Sun Go Kong Sn Wkng (Kera Sakti) , Wu Ching Sh Wjng , dan Pat Kai Zh Bji tidak dapat diubah menjadi tokoh lainnya walau pakaian dan aksesorisnya bisa diganti karena wayang tersebut memiliki karakteristik khusus pada rupa wajahnya.

Menariknya, ternyata lakon-lakon yang kerap dimainkan dalam wayang ini sudah diadaptasi menjadi tokoh-tokoh di dalam ketoprak di Jawa. Seperti misalnya tokoh Si Jin Kui yang diadopsi menjadi tokoh Joko Sudiro. Atau jika Anda penggemar berat ketoprak, mestinya tidak asing dengan tokoh Prabu Lisan Puro yang ternyata diambil dari tokoh Li Si Bin , kaisar kedua Dinasti Tong (618-907).

Dari segi kostum, setiap tokoh dalam wayang potehi memiliki ciri khas kostum masing-masing. Kostum wayang potehi meliputi pakaian, penutup kepala dan senjata. Kostum sendiri tidak bisa terlepas dari peran yang akan dibawakan tokoh tersebut, kostum merupakan cerminan dari lakon atau peran. Berikut ini beberapa kostum yang sering dipakai wayang potehi:

  • Pendekar atau kesatria Pendekar merupakan rakyat jelata yang mempunyai kemampuan beladiri. Kostum yang digunakan pendekar bersimbolkan huruf Shou (Shu 'Umur Panjang') dan Fouk simbol rejeki, berbentuk lingkaran ditengahnya terdapat simbol huruf Cina, yang mempunyai maksud agar sang pendekar diberkati diberikan umur panjang.
  • Unsur visual lainnya terdapat motif sulur pada bagian bawah baju untuk aksesoris penutup kepala atau topi prajurit berdiameter 4-5 cm. Alas kaki yang dipakai meyerupai boot bewarna hitam dengan panjang 6 cm.
  • Prajurit: Prajurit merupakan pasukan militer perang dalam membela kerajaan. Warna dasar yang digunakan pada kostum prajurit hanya satu warna. Warna kostum menandakan peerwakilan dari masing-masing kerajaan. Misalnya saja kerajaan A prajurit berkostum merah, maka prajurit B berkostum hijau, hal ini untuk membedakan dari mana prajurit tersebut berasal. Aksesoris pendukung seperti alas kaki menyerupai boot bewarna hitam dengan panjang 6 cm.
  • Jenderal perang: Jendral perang merupakan tokoh wayang potehi dari golongan militer, bertugas untuk mengatur strategi perang dan menjadi pemimpin tertinggi dalam suatu peperangan.
  • Dalam kostum, jendral perang terdapat motif kepala harimau, garis bergelombang seperti sisik dan motif naga kecil pada bagian bawah baju. Motif kepala harimau hanya dimiliki oleh kalangan militer. Cakar 3 dapat digunakan pada kemiliteran karena jendral perang merupakan kaki tangan raja. Motif sisik diartikan sebagai perisai pelindung yang seolah-olah terbuat dari baja.
  • Motif dua naga dibagian bawah melambangkan kekuatan raja selalu menyertai. Warna dasar pada baju bermacam-macam yaitu warna merah, putih, biru dan hitam. Aksesoris kepala menggunakan topi penutup militer yang disebut second grade cap dengan diameter topi 4- 5cm, bentuk topi menyerupai mahkota, terdapat manik-manik dibagian depan dan samping topi.
  • Panglima: Panglima merupakan pemimpin pasukan perang yang berada paling depan dan ikut serta bersama prajurit dalam pertempuran. Lambang yang digunakan pada kemiliteran pada umumnya adalah kepala harimau, namun motif dan bentuk kepala harimau sedikit berbeda dengan jendral perang. Bentuk kepala harimau dibuat mulut mengaga lebar sehingga terlihat taring dan gigi dari harimau.
  • Selain motif kepala harimau, terdapat pula motif cakar 3 dan bunga teratai yang mengisyaratkan akan keindahan, namun disini lambang teratai mempunyai arti harapan yang indah memperoleh kemenangan dalam pertempuran. Aksesoris penutup kepala yang digunakan adalah topi panglima atau second grade cap dengan diameter 4- 5 cm
  • Raja atau Kaisar: merupakan orang berkasta paling tinggi dalam tokoh wayang potehi. Raja merupakan golongan seorang bangsawan. Dalam anggota kerajaan, warna kuning keemasan merupakan simbol warna dari Tuhan. Warna kuning keemasan melambangkan kejayaan dan kebesaran. Menurut kepercayaan Budha bahwa raja merupakan jelmaan dari Dewa yang berwujud manusia.
  • Maka dari itu, baju yang dikenakan juga bewarna kuning karena sifat Tuhan yang agung dan besar. Warna kuning mengisyaratkan kesan kekuasaan sang raja sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu pemerintahan, rakyat harus tunduk terhadap segala aturan raja, karena raja sebagai tangan dari Dewa.
  • Dalam kostum raja terdapat beberapa motif, pola dan garis, antara lain motif naga, cakar 5, bunga teratai yang berada ditepi baju serta motif awan yang menyerupai ombak pada bagian bawah baju. Motif naga melambangkan kekuatan alam, keadilan, dan juga kebahagiaan
  • Permaisuri: Permaisuri merupakan istri dari seorang raja. Motif yang ada pada baju permaisuri yaitu burung hong atau merak, serta rumbai-rumbainnya terdapat motif bunga teratai dan sulur-sulur. Ditengah baju terdapat sebuah persegi panjang yang mirip seperti sebuah ikat pinggang bermotif bunga teratai. Burung hong dalam pakaian permaisuri melambangkan keindahan dan kebaikan. Aksesoris yang digunakan pada kepala adalah sebuah penjepit rambut berbentuk bunga. Alas kaki yang digunakan sejenis sepatu berhak tinggi bewarna hitam.
  • Perdana Mentri: merupakan orang yang memiliki kedudukan atau jabatan penting dalam istana. Jabatan perdana mentri dibedakan menjadi dua yaitu Sin Siang dan Tihu Dien Tikwan. Sin Siang merupakan jabatan perdana mentri tertinggi sedangkan Tihu Dien Tikwan adalah jabatan yang terendah. busana yang dipakai perdana mentri bermotif kepala naga, cakar 3 dan motif bunga teratai yang berada di lengan, namun ada juga yang memakai motif sisik. Motif naga melambangkan sebuah kekuatan alam, keadilan, dan juga kebahagiaan. Untuk warna dasar pakain beragam yaitu, putih, hitam dan biru. Untuk alas kaki menggunakan boot bewarna hitam berukuran 6 cm.
  • Dewa: Motif pada pakaian yang dipakai Dewa berupa simbol yin - yang atau liang gie. Motif yin yang merupakan lambang keseimbangan hidup, Widodo menjelaskan bahwa maksud dari yin yang adalah sebaik-baiknya manusia pasti ada buruknya, seburuk-buruknya manusia pasti ada baiknya, maka dari itu Dewa adalah penyeimbangnya. Warna dasar baju pada Dewa bermacam-macam. Sebagai contoh Dewa kebaikan menggunakan baju bewarna dasar merah memberikan arti bahwa Dewa tersebut memberikan banyak keberkahan.
  • Siluman: Siluman sendiri merupakan jelmaan atau titisan dari binatang. Seekor binatang yang ingin menjadi manusia kemudian bertapa selama ratusan tahun, sehingga dia memiliki kaki dan wujud seperti manusia namun berkepala binatang. Baju yang digunakan bernama baju padri. Baju polos tanpa motif, karena siluman termasuk golongan rakyat jelata. Beberapa lipatan pada kerah baju serta memakai sabuk atau ikat pinggang.
  • Rakyat Jelata: Rakyat jelata merupakan seorang yang berstatus rendah dan tidak memiliki pangkat. Kostum tidak bermotif atau polos. Rakyat jelata tidak boleh memakai lambang apapun karena rakyat jelata termasuk dalam strata sosial yang paling rendah.

Dalam pementasan wayang potehi, ekspresi tokoh-tokoh dimainkan oleh sang dalang melalui gerakan-gerakan yang teratur dan ditafsirkan oleh dalang sendiri. Gerakan-gerakan jari tangan yang menggerakkan tokoh-tokoh wayang dalam pementasan wayang potehi, menentukan aspek keserasian gerakan jari tangan dengan variasi bunyi yang mengiringinya. Untuk mendukung berbagai gerakan tokoh yang ada di dalam pentas, maka kekuatan dalang adalah kemampuan ia menirukaan suara perempuan, suara burung, dan suara-suara lainya yang ada di dalam berbagai karakter yang ada pada tokoh wayang potehi. Seorang dalang wayang potehi, harus memahami kostum tokoh, sehingga mereka mampu memberikan irama dan karakter itu akan berhubungan dengan musik dan suara yang dimainkan oleh dalang.

Indonesia Heritage Museum
Indonesia Heritage Museum

D. Akulturasi Budaya Tiongkok-Jawa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun