Mohon tunggu...
Djunda Tasya
Djunda Tasya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Tugas mahasiswa

haii aku tasya aku suka tidur,tapi ketumpuk tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Pengetahuan Nalar Bayani

9 Oktober 2024   11:41 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:41 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Awalnya Al-Jabiri mengkaji wacana kebudayaan umum dan persepsi Arab terhadap modernitas dan tradisi. Ia menyatakan bahwa dalam membangun suatu model pemikiran tertentu, pemikiran Arab tidak bertolak dari realitas, tetapi lebih berdasarkan model masa lalu yang konstan menghalangi, menjaganya dari pertemuan dengan realitas, dan konsekuensinya mengalihkan wacana pada hal-hal "yang mungkin" secara intelektual, dianggap seolah-olah sebagai fakta nyata. Al-Jabiri mengatakan:

Arab modern dan kontemporer hanyalah wacana memori, bukan wacana akal. Wacana Arab adalah wacana yang tidak berbicara atas dasar kesadaran diri yang memiliki independensi, dan "personalitas" sempurna, tetapi lebih merupakan wacana yang berbicara atas nama otoritas referensial yang menggunakan memori, dan bukan akal. Hal ini sangat serius karena konsep- konsep intelektual dalam kondisi ini tidak berkaitan dengan realitas yang diperbincangkan oleh wacana, tetapi lebih pada realitas lain yang mengukuhkan model masa lalu dalam kesadaran sebagai hal yang mengarahkan dan hal itu adalah otoritas referensial."5

Karena independensi merupakan keniscayaan agar Arab terbebas dari berbagai model dan pemikiran analogis, Al-Jabiri menyatakan bahwa Arab dapat mencapai independensi dengan membebaskan dirinya dari "otoritas referensial", baik model "warisan" Arab-Islam maupun model kebudayaan dan pemikiran Eropa. Ia menjelaskan bahwa hal ini sama sekali tidak berarti harus menghilangkan tradisi, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Justru sebaliknya, tradisi harus dirangkul dan dikaji secara kritis untuk dilampaui. 

"Warisan" harus direkonstruksi dengan menyusun kembali relasi komponen- komponennya antara satu dan lainnya pada satu sisi dan menyusun kembali hubungan Arab dengan "warisan" pada sisi yang lain. Pemulihan historisitas, relativitas konsep, dan kategori-kategori "warisan" dalam pemikiran Arab diharapkan akan muncul ketika tradisi dikritisi. Dengan demikian, Arab saat ini tidak lagi dibebani masa lalu dalam kesadaran Arab. Al-Jabiri pun menjelaskan bahwa pendekatan ini bukan berarti harus mengabaikan kebudayaan dan pemikiran Barat. Pendekatan yang diperkenalkannya tidak meng- anggap kebudayaan dan pemikiran Barat sebagai kemunduran dan pemecah belah yang harus dihancurkan serta tidak menganggapnya sebagai kejahatan secara moral.6

Nalar Bayani

Bayani merupakan pemikiran yang menekankan otoritas teks (nash) dan dijustifikasi oleh logika penarikan kesimpulan. Secara etimologis, kata bayan berasal dari akar kata b-y-n, yang memiliki arti pisah atau terpisah (al-fashl/infishal) dan jelas atau menampakkan (az- zhuhur/al-izh-har). Sesuatu dikatakan jelas apabila ia berbeda dari dan memiliki keistimewaan dibandingkan dengan yang lain. Oleh karena itu, pengertian yang kedua (az-zhuhur/al-izhhar) lahir dari pengertian yang pertama (al-fashl/al-infishal). Menurut Al-Jabiri, pengertian pertama berkaitan dengan wujud ontologisme, sedangkan pengertian kedua berkaitan dengan wujud epistemologis. Para pakar ushul fiqh menguraikan bahwa bayan merupakan upaya mengeluarkan suatu ungkapan dari keraguan menjadi jelas." Nalar bayani terdapat dalam kajian ilmu kebahasaan, nahwu, fiqh, teologi (kalam) dan balagah. Nalar ini bekerja dengan menggunakan mekanisme yang sama, berdasarkan dikotomi antara lafzh dan ma'na, ashl dan al- far', dan al-jauhar dan al-'aradh.

Periode terpenting dalam sejarah kebudayaan Arab-Islam ada- lah "era perekaman" ('ashr tadwin) ketika pengetahuan yang ada pada pertengahan abad ke-2 H mulai ditulis secara sistematis oleh sarjana- sarjana Arab. Meskipun sejak masa nabi dan khalifah yang awal telah ada rekaman individual, rekaman itu bersifat sporadis, tidak terorganisasi, memiliki jangkauan yang terbatas, dan tidak mem- peroleh dukungan formal dari negara dan komunitas.

"Era perekaman" berlangsung di bawah kekuasaan 'Abbasiyah selama beberapa abad, dan selama masa tersebut, tradisi Arab-Islam dikumpulkan, dilakukan penerjemahan dari kebudayaan non-Arab dan pengukuhan sistem pemikiran Arab-Islam. Al-Jabiri menyatakan bahwa perekaman itu secara tidak sadar dipengaruhi oleh era itu ('Abbasiyah), khususnya ketika perekaman itu mengacu pada Arab-Islam, awal Islam dan sebagian besar pada periode Umayah. Sesungguhnya "era perekaman" adalah rekonstruksi kebudayaan Arab-Islam yang sejak awal merupakan landasan dan kerangka kerja referensialnya.

Al-Jabiri menyatakan bahwa subjek wacana kultural Arab-Islam dalam disiplin-disiplin "eksplikasi" adalah teks dan bukan alam (sebagai subjek pemikiran Yunani dan Eropa modern). Mengingat teks merupakan sumber yang utama dalam epistemologi bayani, bahasa menempati posisi yang strategis dalam epistem ini. Ada adagium yang menyebutkan, "mukjizat terbesar orang Arab adalah bahasa Arab itu sendiri maka Al-Jabiri melakukan proyek dengan mengadakan kodifikasi bahasa atau pembukuan bahasa. Menurutnya,kodifikasi merupakan peralihan dari bahasa Arab yang tidak ilmiah

pada bahasa ilmiah. Pengumpulan kosakata bahasa dan penetapan

kaidah-kaidah struktur serta pemilihan tanda-tanda untuk meng-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun