Sebenarnya saya tidak ada kompetensi menjadi bendahara. Maklum kuliah saya di arkeologi atau purbakala, lalu sering bertualang ke hutan dan gunung. Apalagi kemudian menjadi jurnalis atau wartawan. Juga penulis dan penyunting.
Pokoknya pekerjaan saya bersifat inovatif dan kreatif. Bukan bekerja rutinitas di belakang meja. Bekerja dalam sunyi, yang penting hasilnya kelihatan. Saya menulis artikel di media cetak dan media daring, bahkan buku. Termasuk menulis di Kompasiana ini.
Rapat RW
Saya menggantikan bendahara sebelumnya yang mengundurkan diri. Semula saya tidak bersedia setelah dihubungi Pak RT. Namun karena tidak ada yang mau yah terpaksa. Meskipun tidak berlatar ekonomi atau akunting, kalau cuma mencatat dan menghitung iuran warga sih bisa. Kalau ditanya debet, kredit, atau neraca, itu saya bingung. Begitu pula kalau membuat laporan di Excel. Selain itu sebagai "Menteri Keuangan" di RT 007/012 Kel. Kelapa Gading Timur saya tidak memiliki m-banking. Warga yang membayar iuran secara transfer, ditujukan ke rekening RT yang dipegang Pak RT. Warga yang membayar secara tunai, setor ke saya. Dari 11 RT yang ada di RW 012, RT saya paling banyak memperoleh iuran bulanan yakni sekitar Rp 30 juta. Namun pengeluaran pun cukup besar seperti untuk tip Linmas dan tip petugas kebersihan. RT lain paling banyak dapat Rp 16 juta, malah ada yang cuma satu digit.
Selain rumah, RT pun menarik iuran dari ruko. Dalam menarik iuran, RT dibantu oleh seorang Linmas. Bayangkan, kalau menarik sendiri dengan mendatangi rumah dan ruko. Bisa-bisa pengurus RT tidak bisa mencari nafkah. Maklum pengurus RT pekerjaan utamanya adalah mencari nafkah buat keluarga. Jadi pekerjaan sosial kalau boleh disebut begitu. Cuma pengurus RT dibebaskan dari pembayaran iuran bulanan saja yang besarnya tidak seberapa. Yah hitung-hitung gaji bulanan yang jauh sekali dari UMR Provinsi.
Ternyata menjadi "Menteri Keuangan" tidak mudah. Maklum, dari sehari-hari mengurus huruf, sekarang mengurus angka. Bukan hanya menyetor iuran warga ke RW tapi juga ada hal-hal lain. Membuat laporan, pertama kali saya bingung. Biasa menulis artikel, sekarang menghitung bagian RT dan RW berdasarkan besar iuran. Soalnya di RT saya ada beberapa jenis besar iuran tergantung ukuran rumah/ruko.
Belum lagi kalau ada yang menunggak, meskipun dimaklumi karena kemungkinan warga tersebut memiliki kesulitan ekonomi. Yang repot kalau ada pengontrak rumah yang kemudian pindah tanpa sepengetahuan pengurus RT. Saya sebenarnya sudah mengusulkan pemutihan sewaktu rapat RW. Namun selera RW berbeda, jadi sampai kini masih menggantung. Mana mungkin RT menagih kepada si pengontrak atau si pemilik rumah.
Pengurus RT yang terdiri atas ketua, sekretaris, dan bendahara pun tidak sempat bekerja penuh. Soalnya prioritas utama tentu menafkahi keluarga. Saya pun bekerja sebisanya saja, yang penting tidak makan uang warga. Itu pun kadang tersandera karena setiap tanggal 10 dan tanggal 20 harus setor iuran ke RW. Â Tanggal 10 setor iuran warga dan tanggal 20 setor iuran ruko. Yah terkadang terlambat 1-2 hari, terutama ketika saya ada aktivitas di luar.
Pernah saya diajak kegiatan di luar kota selama seminggu pada tanggal 7-14. Waduh waktunya mengambil jatah waktu setoran setiap tanggal 10. Akhirnya saya batalkan rencana kegiatan itu. Nah begitulah pengorbanan sehingga saya tidak jadi memperoleh penghasilan.