Sejak 1990-an saya mulai memberanikan diri menulis di Kompas. Dikatakan berani karena sebelumnya ada ketakutan. Bayangkan banyak orang bilang masuk Kompas susah. Bukan sembarang orang loh yang bilang begitu, ada doktor, ada gurubesar, pokoknya banyak pakar.
Saya juga berpikir siapa sih saya. Hanya lulusan arkeologi yang tidak punya kantor. Yah boleh dibilang arkeolog mandiri, arkeolog tanpa kantor, arkeolog independen, atau penulis lepas.
Pada mulanya memang kecewa karena beberapa tulisan yang saya kirim ditolak oleh redaksi Kompas. Ada beberapa alasan yang dikemukakan redaksi seperti kurang menyangkut kepentingan pembaca, tema kurang aktual, dan kesulitan mendapatkan tempat.
Saya berpikir itu hanya masalah selera. Seperti halnya semangkok baso. Pasti ada yang bilang asinnya cukup, sementara menurut yang lain kurang asin atau terlalu asin.
Untung saya tidak putus asa. Tetap mencoba menulis di Kompas. Akhirnya setelah mencoba beberapa kali, tulisan saya dimuat. Wah cukup senang, berhasil nembus di Kompas. Maklum, Kompas merupakan koran terbesar di Indonesia. Hebat lo masuk Kompas, begitu kata beberapa teman.
Kalau  sudah masuk sekali, pasti ada rasa ingin lebih. Maka setiap ada tulisan saya coba kirim ke Kompas. Sebagai arkeolog, tentu saya menulis tentang masalah yang berdekatan dengan arkeologi, termasuk sejarah, pariwisata, dan museum. Bahkan numismatik, karena kebetulan saya juga gemar mengumpulkan uang lama.
Banyak rubrik
Dulu memang media cetak, termasuk Kompas, menjadi satu-satunya sumber bacaan masyarakat. Â Waktu itu internet dan media daring belum ada. Tidak heran Kompas pernah terbit 40 halaman. Karena itu banyak rubrik yang ada pada Kompas. Yang saya ingat rubrik Opini, Teropong, Sorotan, Metropolitan, Humaniora, Anak-anak, dan Muda.
Saya sendiri cuma menulis dan mengirimkan tulisan itu ke Kompas. Saya tidak masalahkan mau masuk ke rubrik Opini, Teropong, atau lainnya. Itu hak redaksi saja. Yang penting honorariumnya kan?
Hanya yang dianggap paling 'bergengsi' adalah rubrik Opini. Dalam rubrik itu para penulisnya adalah orang-orang pintar seperti intelektual, akademisi, dan peneliti. Hanya saya yang orang mandiri rupanya.