Setelah berjuang selama bertahun-tahun, akhirnya pada Kabinet Merah Putih ini muncul Kementerian Kebudayaan. Sebelumnya kebudayaan seperti terombang ambing antara dua kementerian. Yang cukup lama, kebudayaan bergabung dengan pendidikan, dengan nomenklatur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud lalu Kemendikbud).Â
Pendidikan dinomorsatukan padahal pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Malah kemudian digabungkan lagi dalam nomenklatur Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kebudayaan pernah digabungkan dengan pariwisata dalam nomenklatur Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan. Demikian pula dengan Dinas Kebudayaan provinsi/kota/kabupaten, selalu digabung dengan pariwisata atau pendidikan. Baru 2-3 tahun lalu beberapa provinsi memiliki Dinas Kebudayaan yang berdiri sendiri. Ini setelah pada 2017 keluar Undang-undang tentang Pemajuan Kebudayaan.
Dalam UU itu disebutkan bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat. Disebutkan pula Kebudayaan Nasional Indonesia adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar-Kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia.
Selanjutnya dikatakan, Pemajuan Kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.Â
Objek Pemajuan Kebudayaan sendiri meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.
Pasal 6 menyebutkan Pemajuan Kebudayaan dikoordinasikan oleh Menteri. Dalam hal ini tentu Kementerian Kebudayaan.
Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan sering disebut untuk menunjukkan kemajuan suatu bangsa. Kebudayaan sering disamakan dengan peradaban. Kebudayaan Mesir, Tiongkok, India, Mesopotamia, dan Aztec sudah dikenal dunia.
Kebudayaan sendiri berasal dari kata dasar budaya (budi dan daya), dari bahasa Sanskerta. Ada lebih dari 100 definisi kebudayaan sebagaimana dikumpulkan Cluckhohn. Namun pada dasarnya ada tujuh unsur universal dari kebudayaan, yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencarian hidup, serta sistem teknologi dan peralatan.
Kebudayaan sering dipandang sebagai kesenian. Padahal kesenian merupakan bagian dari kebudayaan. Kita mengenal ada dua jenis kebudayaan, yakni kebudayaan materi dan kebudayaan non-materi.Â
Ada pula yang menyebut kebudayaan bendawi dan kebudayaan takbenda. Hasil budaya bendawi, antara lain prasasti, alat rumah tangga, mata uang, dan senjata. Sementara hasil budaya takbenda, misalnya batik, wayang, jamu, dan musik. Semua hasil budaya dilestarikan di dalam museum.
Kebudayaan dipelajari oleh beberapa disiplin ilmu. Kebudayaan materi masa lalu dipelajari oleh disiplin arkeologi. Arkeologi memiliki metode dan teknik khas yang disebut ekskavasi. Antropologi juga mempelajari kebudayaan masa kini pada berbagai etnis di Indonesia lengkap dengan permasalahan sosial yang ada pada mereka.
Benda-benda hasil budaya masa lalu dan masa kini bisa dilihat pada museum-museum yang ada di negara kita. Bahkan di mancanegara karena mereka lebih telaten merawat hasil-hasil budaya kita. Dari Pameran Repatriasi di Museum Nasional, misalnya, kita bisa tahu kualitas artefak yang dibawa Belanda pada masa penjajahan dahulu.
Berbicara Kementerian Kebudayaan tentu banyak hal yang harus ditangani atau difasilitasi. Menurut saya Kementerian Kebudayaan harus memperhatikan museum-museum swasta karena mereka juga ikut melestarikan hasil budaya Nusantara.Â
Banyak museum swasta terkena dampak pandemi Covid-19. Kemungkinan sudah ada yang 'tiarap' sekarang ini. Ikut prihatin, ingin mencerdaskan masyarakat tapi harus terkendala dana. Beda jauh dengan museum-museum yang memiliki dana APBN atau APBD. Juga beda jauh dengan museum-museum swasta yang bermodal kuat.
Komunitas juga harus menjadi perhatian Kementerian Kebudayaan. Boleh dibilang ada dua jenis komunitas, yakni komunitas pelaku budaya dan komunitas pemerhati budaya. Termasuk komunitas tentu saja sejumlah organisasi profesi, seperti Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI), Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), dan Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI).
Selain itu ada komunitas hobi, yakni kolektor yang mengumpulkan pernak-pernik hasil budaya kita, seperti mata uang, prangko, keramik, buku, media cetak, dan lukisan. Mereka harus dibina atau difasilitasi oleh Kementerian Kebudayaan.
Menggencarkan publikasi tentang kebudayaan penting dilakukan. Tanpa publikasi mana mungkin kebudayaan dikenal. Publikasi tidak harus dilakukan oleh wartawan/jurnalis yang memiliki media tetapi juga oleh bloger dan warga yang senang menulis di media sosial (jurnalisme warga). Publikasi adalah kekuatan, sudah didengungkan sejak lama.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H