Pada akhir 2016 dan awal 2017 Pokjanas (Kelompok Kerja Nasional) Pertimbangan Prangko membahas rencana penerbitan prangko Presiden RI. Prangko ini akan terbit pada 2018. Dalam rapat, muncul nama Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Asaat. Kedua tokoh itu dianggap "Presiden yang terlupakan".
Pada 22 Desember 1948 Sjafruddin Prawiranegara resmi bertugas sebagai Pemimpin Darurat Republik Indonesia (PDRI) berkedudukan di Sumatra Barat. Saat itu beliau mendengar Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap Belanda saat Agresi Militer II. Kemudian keduanya diasingkan ke Bangka.
Selain Sjafruddin, "Presiden yang terlupakan" kedua adalah Mr. Asaat. Mr. Asaat dilantik sebagai Acting Presiden oleh Presiden RIS Sukarno di Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta pada 27 Desember 1949.
Dua nama itu, Sjarifuddin Prawiranegara dan Mr. Asaat diusulkan setara dengan Presiden RI. Sayang keputusan akhir adalah tidak jadi menerbitkan kedua prangko tokoh itu. Â Begitulah yang terungkap dari buku ini, Kisah-kisah di Balik Prangko (Catatan 30 Tahun Menerbitkan Prangko Indonesia). Buku ini ditulis oleh Berthold Sinaulan seorang filatelis senior yang sejak Januari 1994 aktif di Kelompok Kerja Nasional Pengembangan Prangko.
Buku ini berisi 19 tulisan, tentu saja berhubungan dengan filateli seperti prangko, postcrossing, dan surat-menyurat atau korespondensi.
Mengenal prangko
Dalam buku ini Berthold menceritakan awal sejarahnya ia mengenal prangko. Ketika masih duduk di bangku SD, ia mulai gemar mengumpulkan prangko. Dari situlah sedikit demi sedikit ia meminta, membeli, dan tukar-menukar prangko dengan sahabat korespondensinya. Berkat kecintaannya itu Berthold berkecimpung di banyak bidang, termasuk di Pokjanas Pengembangan Prangko.
Ada satu hal menarik yang ia ungkapkan dalam buku itu, yakni mengenai rencana penerbitan prangko seri Lambang Shio. Shio dikenal dalam penanggalan Tionghoa, yang setiap tahun berganti pada saat Tahun Baru Imlek.
Pada 2007 dalam penanggalan Tionghoa disebut Tahun Babi Api. Karena ada kata 'babi' itulah muncul pendapat negatif. Setelah beberapa kali rapat akhirnya diputuskan prangko Seri Lambang Shio tetap diterbitkan. Namun gambar shio babi tidak tampil terlalu menyolok. Akhirnya dicapai kesepakatan untuk memuat seluruh 12 hewan Lambang Shio.
Masalah shio babi kembali mencuat pada 2019. Perlu diketahui, shio selalu berulang setiap 12 tahun. Namun pada tahun ini tidak terlalu riuh seperti pada 2007. Ketika itu disepakati adalah celengan dari Kerajaan Majapahit yang menjadi gambar. Kalau tidak diuraikan pada buku ini, mungkin kita tidak akan tahu bagaimana proses penerbitan prangko. Bahkan ada yang dipenuhi keriuhan pendapat.