Kalau mendengar nama Baden-Powell tentu sebagian besar masyarakat Indonesia bahkan dunia sudah familiar. Ya beliau terkenal di mana-mana karena mendirikan organisasi kepanduan. Di Indonesia organisasi kepanduan ini disebut Pramuka.
Untuk kedua kalinya, Berthold Sinaulan, menulis buku tentang Baden-Powel. Judulnya cukup sederhana. Buku ini ditujukan sebagai bacaan untuk para pembina pramuka.
Baden-Powell sendiri memiliki nama lengkap Robert Stephenson Smyth Baden-Powell. Lalu karena berjasa besar, Pemerintah Kerajaan Inggris Raya menganugerahkan gelar kebangsawanan Lord. Jadi nama Lord Baden-Powell sudah lekat dengan masyarakat dunia.
Kegiatan menarik
Dari buku ini kita mengetahui Lord Baden-Powell adalah seorang jenderal dari Angkatan Darat Kerajaan Inggris Raya. Dia menggagas dan mendirikan kepanduan pada 1907. Tujuannya untuk memberikan kegiatan menarik yang mengandung unsur pendidikan bagi anak dan remaja. Bahkan dia mengadakannya di luar sekolah dengan mengajak kaum muda untuk berkemah di alam terbuka atau alam bebas. Kaum muda juga dilatih untuk mandiri, mampu bekerja sama, saling menolong, dan siap menghadapi tantangan hidup.
Bapak Pandu Sedunia Lord Baden-Powell ternyata dikenal sebagai orang serba bisa. Dia memiliki banyak talenta dan bakat. Selain sebagai militer yang berhasil menahan gempuran musuh, Baden-Powell juga memiliki bakat di bidang kesenian, terampil menggambar/melukis, dan menulis. Sebagai penulis, Baden-Powelll menghasilkan banyak buku nonfiksi tentang ketentaraan (military) dan tentang kepanduan (scouting).
Dari buku itu kita juga mengetahui bahwa gerakan kepanduan semakin maju setelah selesai Perang Dunia I pada 1918. Setahun setelahnya pada 1919 diselenggarakan Kursus Pembina Pramuka yang dikenal dengan nama Kursus Woodbadge.
Isu terkini
Berthold yang kini menjadi Pelatih Pembina Pramuka memang banyak meluangkan waktu untuk memperkenalkan dunia pramuka kepada masyarakat. Selain cerita tentang Baden-Powell, buku tersebut juga berisi isu-isu terkini yang dihadapi oleh gerakan pramuka. Misalnya tentang masalah pendidikan kepramukaan sebagai ekstrakurikuler di sekolah. Â
Akhir Maret 2024 Mendikbudristek Nadiem Makarim mengeluarkan peraturan pendidikan kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib  pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dicabut. Namun dinyatakan, jenis ekstrakurikuler kepramukaan tetap dapat dilaksanakan secara sukarela sesuai keinginan peserta didik.
Soal ekstrakurikuler, buku ini menggambarkan bahwa kita patut merasa bersyukur kepramukaan tidak lagi menjadi ekstrakurikuler wajib. Soalnya saat ini masih menimbulkan masalah karena kurangnya Pembina Pramuka yang mampu memberikan pendidikan kepramukaan. Di pihak lain, mengharapkan dari guru agak susah karena guru sudah banyak terbebani materi ajar.
Menurut Berthold dalam bukunya ini, tidak bisa sembarangan orang menjadi seorang Pembina Pramuka. Harus melalui wadah Gugus Depan yang didaftarkan di kwartir setempat. Dari buku ini kita juga tahu bahwa Lord Baden-Powell pernah datang ke Nusantara yang waktu itu masih bernama Hindia-Belanda pada Desember 1934. Waktu itu Baden-Powell melawat ke sejumlah negara untuk melihat perkembangan gerakan kepanduan.
Berthold melengkapi buku ini dengan lampiran B-P & I, yang bermakna Baden-Powell dan Indonesia. Cerita tentang Baden-Powell dan pengalaman pribadi penulis sebagai anggota Gerakan Pramuka dan Jurnalis terdapat pada lampiran ini., terutama tentang sejarah kedatangan Baden-Powell ke Indonesia pada 1934.
Meskipun berupa kumpulan tulisan, buku ini tentu sangat bermanfaat karena informatif. Â Sebagai bacaan ringan tentu harus menjadi pilihan. Apalagi buku ini hanya memiliki tebal 149 halaman. Beruntung masih ada yang mau menerbitkan buku fisik di tengah serbuan digital. Penerbit kecil macam Ruang Aksara Media di Cirebon ini tentu saja masih memiliki idealisme dalam gerakan literasi. Jika ingin baca-baca silakan hubungi https://ruangaksaramedia.site atau surel ruangaksaramedia@mail.com.
Dalam Pramuka dikenal slogan "Setiap Pramuka adalah Pewarta". Tentu sangat baik kalau pramuka di setiap kwartir, misalnya, menuliskan pengalaman masing-masing lalu membukukan tulisan-tulisan itu. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI