Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masalah Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur

12 Juli 2024   08:36 Diperbarui: 14 Juli 2024   05:05 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kiri Hendrick Tanuwidjaja, Noerhadi Magetsari, Lisda Meyanti (moderator), dan Titi Surti Nastiti (Sumber: Dokpri)
Dari kiri Hendrick Tanuwidjaja, Noerhadi Magetsari, Lisda Meyanti (moderator), dan Titi Surti Nastiti (Sumber: Dokpri)

Chattra dalam prasasti

Pembahas berikutnya arkeolog Dr. Titi Surti Nastiti. Ia mendalami masalah kepurbakalaan klasik atau masa Hindu-Buddha. Spesialisasinya adalah prasasti.

Titi mempertanyakan mengapa Hendrick tidak menjelaskan bagian-bagian dari kakawin Nagarakretagama (1365 M) dan prasasti Gandhakuti (1042 M) yang berhubungan dengan chattra. Selanjutnya menurut Titi di candi Borobudur chattra tidak hanya memayungi stupa tetapi juga ada aneka payung sebagai simbol kekuasaan. Berbagai bentuk payung itu mencerminkan siapa pemakainya, apakah kalangan bangsawan, agamawan, atau pemuka masyarakat.

Kata payung dan chattra, lanjut Titi, terdapat dalam prasasti dalam konteks yang berbeda. Ada yang bermakna payung bulat, ada pula pejabat kerajaan yang bertugas menyongsong tamu dengan membawa payung. Sementara chatra (dengan satu t) dalam prasasti digunakan sebagai kata sifat, seperti dalam pinaka catra  (sebagai payung, sebagai pelindung), biasanya diterapkan kepada seorang raja yang salah satu tugasnya adalah melindungi rakyatnya.

Cukup banyak pertanyaan atau diskusi tentang buku itu. Namun di luar konteks bedah buku, sehingga terpaksa dipendam. Umumnya pertanyaan soal pemasangan chattra apakah setuju atau tidak setuju.

Buku Chattra karya Hendrick Tanuwidjaja (Dokpri)
Buku Chattra karya Hendrick Tanuwidjaja (Dokpri)

Sebenarnya soal chattra soal dibicarakan pada Focus Group Discussion (FGD) 2018. Kegiatan diikuti oleh berbagai kalangan, dari akademisi, peneliti, hingga pejabat terkait. Hasil intinya adalah tidak setuju dengan pemasangan kembali chattra. Memang ada yang setuju dengan pemasangan chattra, namun jumlahnya rendah.  

Belum lama ini dalam memperingati Hari Purbakala 14 Juni 2024, IAAI Komda D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah telah mengeluarkan beberapa rumusan. Diskusi peringatan HUT ke-111 Purbakala itu bertopik "Sekali Lagi tentang Chattra".

Dua rumusan yang cukup penting antara lain  "Terpasang maupun tidaknya chattra jelas sama sekali tidak akan mempengaruhi kesempurnaan dan keagungan Candi Borobudur, baik dari segi keagamaan maupun dari segi penampilan fisiknya. Dari ruang interpretasi keagamaan, terpasang atau tidaknya chattra bukanlah suatu hal yang penting, apalagi jika ditinjau dari perspektif filosofi spiritualitas yang sangat mendalam dari pengejawantahan piwulang Candi Borobudur".

Rumusan lain, "Batu-batu penyusun struktur chattra hasil rekonstruksi van Erp pada pemugaran I (1907-1911) diketahui mempunyai permasalahan serius dalam hal keasliannya, sehingga tidak layak dan tidak direkomendasikan apabila dipasangkan kembali pada stupa induk candi Borobudur. Hal ini telah dibuktikan melalui "Kajian Rekonstruksi Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur" tahun 2018 oleh Balai Konservasi Borobudur".

Semoga ada revisi pada buku ini. Soalnya menurut Hendrick buku ini baru 30 persen dari seluruh data. Mungkin segala masukan bisa ditambahkan pada buku berikutnya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun