Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ditemukan Gambar Cadas Purba Berumur 50.000-an Tahun di Maros-Pangkep

5 Juli 2024   13:57 Diperbarui: 6 Juli 2024   07:52 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua tim peneliti Adhi Agus Oktaviana (Sumber: Dyah Chitraria)

Menurut AA, begitulah panggilan Adhi Agus Oktaviana, penemuan lukisan Leang Karampaung yang berumur sekitar 51.200 tahun itu  memiliki implikasi penting terkait pemahaman mengenai asal-usul seni paling awal.

"Hasil ini sangat mengejutkan karena belum ada karya seni dari Zaman Es Eropa yang terkenal yang umurnya mendekati umur lukisan gua Sulawesi ini, walau ada pengecualian pada beberapa temuan kontroversial di Spanyol. Penemuan ini merupakan seni cadas pertama di Indonesia yang umurnya melampaui 50.000 tahun," kata Oktaviana.

Gambaran gua, lukisan, dan bahan yang diteliti (Sumber: Materi tim peneliti)
Gambaran gua, lukisan, dan bahan yang diteliti (Sumber: Materi tim peneliti)

Pertanggalan

Pada dasarnya penelitian masa lampau berfokus pada pertanggalan (dating). Para pakar ingin mengetahui sejak kapan objek atau aktivitas itu dikenal. Penelitian masa lampau pun bersifat penafsiran. Hasil penelitian atau teori bisa berubah sesuai analisis terbaru. Maklum, semakin tahun ada saja  perkembangan teknologi. Dulu para pakar menghitung pertanggalan menggunakan metode Radio-carbon. Nyatanya kemudian muncul metode pertanggalan yang lebih modern.

Betapa penelitian tentang masa lampau sangat sulit. Soalnya, semuanya masih diliputi misteri. Teori lama atau hasil penelitian sebelumnya bisa berubah. Ada pembaruan data, otomatis penafsiran akan berubah. Narasi tentang usia lukisan yang 51.200 tahun pun bisa berubah lagi, manakala ditemukan peralatan yang lebih modern dari yang ada sekarang.

Riset arkeologi memang penuh liku. Di kala objek penelitian sangat banyak, kita kekurangan dana penelitian. Kalau tidak dibantu pihak luar, mungkin penelitian lukisan gua tidak berkembang.

Tak cuma riset, pelestariannya pun perlu dipikirkan. Ini mengingat lokasi gua purba selalu berada jauh dari perkampungan masyarakat. Jadi sulit melakukan pengawasan terhadap pengunjung yang  datang ke sana. Tentu kita berharap mereka tidak merusak, misalnya melakukan corat-coret atau vandalisme.

Sekitar situs pun harus steril dari aktivitas masyarakat, biasanya penambangan. Getaran aktivitas itu akan mengganggu 'kenyamanan' objek purba.

Semoga nanti ada penelitian mandiri, tidak dibantu pihak luar. Ini agar kualitas peneliti Indonesia semakin meningkat.***

    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun