Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Piramida Tertua" di Gunung Padang Terkubur oleh Jurnal Internasional

26 Maret 2024   12:07 Diperbarui: 26 Maret 2024   12:08 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita di media tentang penggunaan bahan peledak untuk penelitian Gunung Padang (Sumber: tangkapan layar google)

Mimpi besar para peneliti Indonesia tentang situs kuno Gunung Padang, sementara ini harus terkubur. Pasalnya, pada 18 Maret 2024 lalu Wiley Online Library mencabut tulisan berjudul Geo-archaeological prospecting of Gunung Padang buried prehistoric pyramid in West Java, Indonesia.  Artikel itu ditulis oleh sejumlah peneliti Indonesia dari berbagai disiplin, seperti arkeologi, geologi, geofisika, teknik sipil, dan filologi. Meskipun dicabut, tulisan itu masih bisa diakases di onlinelibrary.wiley.com atau laman lain yang melakukan copy paste terhadap tulisan itu.

Situs Gunung Padang berupa bangunan megalitik berundak berteras lima, terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Situs ini mulai diteliti Tim Katastropik Purba pada 2011 dengan metodologi geofisika, yakni geolistrik, georadar, dan geomagnet.   

Sejak itu selama beberapa tahun mereka selalu mengundang media untuk memromosikan 'temuan' mereka. Bahkan tim mereka menayangkannya di YouTube. Mungkin kalau dihitung ada lebih dari 100 pemberitaan tentang Gunung Padang versi peneliti itu. Begitu menemukan 'koin purba' atau 'kujang purba' yang berusia 'ribuan tahun', mereka mengundang jurnalis. Tentu saja menjadi santapan media yang menarik.   

Setelah lebih dari 10 tahun, barulah pada 20 Oktober 2023 publikasi ilmiah tentang Gunung Padang yang diteliti oleh sekelompok peneliti Indonesia itu terbit di Jurnal Internasional Archaeological Prospection.  Antara lain mereka mengemukakan bahwa Gunung Padang menyimpan piramida berusia 9.000 tahun bahkan lebih. Dasarnya adalah mereka melakukan uji pertanggalan Carbon-14 dengan sampel sedimen. Dari situlah muncul 9.000 tahun bahkan lebih tua. "Jauh lebih tua daripada piramida Mesir yang dibangun sekitar 2.500 Sebelum Masehi atau berusia sekitar 4.500 tahun," begitulah sebagian intinya.

Artikel yang ditarik dari onlinelibrary.wiley.com tapi masih bisa dibaca (Sumber: tangkapan layar)
Artikel yang ditarik dari onlinelibrary.wiley.com tapi masih bisa dibaca (Sumber: tangkapan layar)

Arkeolog dunia menolak interpretasi

Selepas artikel tersebut muncul di online, banyak arkeolog dunia menolak interpretasi tersebut. Flint Dibble dari Cardiff University, antara lain mempermasalahkan sampel sedimen yang dipertanggalkan tidak ada "sentuhan manusia", sehingga usia tua tersebut ditolaknya. Demikian pula dengan Bill Farley dari Southern Connecticut State University. Ia mengatakan, sebagaimana dikutip dari tulisan Prof. (Ris.) Harry Widianto di Facebook, bahwa jika Gunung Padang setua itu, pasti ada indikasi lain yang menunjukkan aktivitas manusia.   

Setelah reaksi bermunculan, maka Editors-in-Chief --Eileen Ernenwein dan Gregory T-- bersama dengan tim etika penerbit John Wiley & Son, Ltd melakukan investigasi atas keabsahan artikel tersebut bersama dengan para ahli geofisika, arkeologi, dan pertanggalan Carbon-14. Disimpulkan bahwa artikel itu mempunyai "major error" atau kesalahan besar yang tidak teridentifikasi selama peer-review. Utamanya, hasil pertanggalan 9.000 tahun atau lebih tua lagi itu dianggap sebagai "incorrect". Artikel tersebut kemudian ditarik dari peredaran dengan tanda berupa Retracted atau dicabut pada 18 Maret 2024.

Beberapa arkeolog---maklum karena situs Gunung Padang merupakan tinggalan arkeologi---menyambut 'gembira' penarikan artikel tersebut. Di antaranya Noel Hidalgo Tan, arkeolog asal Singapura yang bekerja untuk South-east Asian Regional Centre for Archaeology and Fine Arts di Bangkok. "Saya lega pada akhirnya makalah itu ditarik meski kerusakan yang disebabkannya cukup signifikan lewat misinformasi dari publikasi hasil penelitian itu," kata Tan sebagaimana dimuat dalam tekno.tempo.co.

Arkeolog lain yang menyatakan 'gembira' adalah Mai Lin Tjoa-Bonatz, profesor arkeologi di Humbold University, Berlin.  Masih menurut tekno.tempo.co, dari bukti keramik dan bukti lain yang ditemukan di lapisan tanah yang lebih atas, peradaban manusia paling tua di Gunung Padang berasal dari abad ke-12--13.  Mungkin saja, lanjut Bonatz, ada manusia sebelumnya di sana, tapi sejauh ini mereka tidak meninggalkan apapun yang bisa kami ukur usianya.

Sementara itu geolog Danny Hilman Natawidjaja menyampaikan kekecewaannya. Ia menyebut pencabutan itu tidak adil. Menurut peneliti lain, arkeolog Ali Akbar, pencabutan ini karena ada keberatan dari pihak ketiga. Kabarnya ada 4 pakar anonim, sebagaimana detik.inet.

Berita di media tentang penggunaan bahan peledak untuk penelitian Gunung Padang (Sumber: tangkapan layar google)
Berita di media tentang penggunaan bahan peledak untuk penelitian Gunung Padang (Sumber: tangkapan layar google)

Sampel pertanggalan Carbon-14 kok sedimen?

Sampel pertanggalan Carbon-14 kok sedimen atau dengan nama keren lapisan tanah atau lapisan budaya?. Padahal, uji pertanggalan harusnya memakai sampel organik seperti tulang, kayu, atau arang. Sedimen bukanlah 'sentuhan manusia' melainkan bentukan alam. Kalau tulang, kayu, atau arang, pastilah ada sentuhan manusia.

Lihat saja ketika tim itu memperbandingkan usia sedimen yang 9.000 tahun lebih dengan piramida Mesir yang dibangun sekitar 2.500 SM. Ini terasa janggal karena sedimen tidak ada sentuhan manusia (benda alam), sebaliknya piramida Mesir ada sentuhan manusia (benda budaya).

Contoh yang gampang adalah rumah yang kita tempati. Konon menurut hasil pertanggalan Carbon-14, tanah tempat rumah kita itu berumur 2.000 tahun. Apakah rumah kita itu ikut berumur 2.000 tahun, ya nggaklah. Bisa saja orang tua atau kakek-nenek kita membangun rumah itu pada awal abad ke-20.

Tentang tafsiran koin yang ditemukan di Gunung Padang pun terlalu bombastis. Dikatakan bahwa koin yang ada tulisannya itu merupakan jimat dan sudah berusia ribuan tahun. Soalnya koin itu ditemukan di lapisan tanah atau lapisan budaya berusia ribuan tahun. Padahal koin tersebut berupa koin Cent Nederlandsch-Indie loh.

Sekitar 5 kilometer dari Gunung Padang, tim menemukan potongan batu-batu columnar joint. Berdasarkan hal inilah menurut tim, komplek Gunung Padang lebih luas daripada Candi Borobudur. Lah, beberapa kilometer dari Candi Borobobudur saja masih ditemukan artefak. Jadi jelas perbandingannya kurang tepat. Seharusnya Candi Borobudur dibandingkan dengan Gunung Padang atau komplek Candi Borobudur dengan komplek Gunung Padang. Ini baru benar.

Banyak orang bertanya ke saya, apakah benar ada piramida di dalam situs Gunung Padang. Masalah piramida menjadi ramai ketika tim tersebut melaporkan adanya rongga di dalam tanah. Adanya rongga lalu dikaitkan dengan piramida Mesir. Dalam piramida Mesir memang ada rongga untuk menyimpan jenazah dan harta karun. Maklum yang dimakamkan adalah raja dan keluarga raja. Nah di Gunung Padang raja siapakah yang dimakamkan di situ?  

Kontroversi

Setau saya penelitian tentang situs Gunung Padang selalu menuai kontroversi. Penelitian di sini mulai dilakukan sekitar 2011. Namun bukan oleh instansi arkeologi berwenang tetapi oleh tim yang dibentuk oleh Staf Khusus Presiden SBY bidang Sosial dan Bencana. Namanya Tim Katastropik Purba lalu berganti menjadi Tim Terpadu Riset Mandiri.

Begitu aktif dan ambisinya mereka, setiap kegiatan hampir selalu menjadi pemberitaan media. Rupanya mereka ingin mendapatkan hasil yang spektakuler atau fantastis.

Berbagai cara mereka tempuh, terutama untuk mendapatkan dana penelitian. Maklum mereka bermodalkan kekuasaan. Dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, nama waktu itu, mereka mendapat bantuan ratusan juta rupiah. Sayang tidak ada pertanggungjawaban keuangan dari pihak mereka.

Sebagaimana dikemukakan Prof. (Ris.) Harry Widianto dalam Facebooknya, "Ketika saya jadi Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kemdikbud antara 2013-2018, saya sempat berhadapan dengan grup ini terkait penelitian Gunung Padang. Mereka mau gali teras 4 dan 5, teras tertinggi. Saya tidak izinkan. Dengan jalan yang berliku, akhirnya saya hanya izinkan untuk ngebor," demikian kata Harry Widianto.

Kontroversi lain adalah penelitian mereka menggunakan bahan peledak. Alasannya, ledakan itu berfungsi untuk menghantarkan getaran atau gelombang ke laptop peneliti.

Sebenarnya pernah ada beberapa kali diskusi tentang Gunung Padang antara tim sono dengan tim arkeologi. Seingat saya pernah di Setkab, FIB UI, dan Puslit Arkenas. Namun tetap saja tim sono membandel karena ambisinya ingin mendapatkan hasil spektakuler. Sekali lagi, setiap kegiatan mereka mengundang media dan posting di media sosial, termasuk YouTube. Inilah yang membuat popularitas mereka terangkat, namun hasilnya mimpi besar.

Namanya mimpi, memang harus menghalalkan segala cara. Karena kekuasaan dan perintah atasan, beberapa arkeolog pernah dibungkam oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu, Moh. Nuh. Moendardjito, pensiunan Guru Besar Arkeologi UI, pernah dilarang bicara soal Gunung Padang.

Semoga para penulis termasuk reviewer tetap tegar dan menjadi bahan pembelajaran. Kesalahan atau kekeliruan bisa dimaklumi. Namun kebohongan harus dihindari. Cukup sekali kekhilafan, jangan terulang kembali. Penelitian harus berdasar kepentingan akademis dan ilmiah, bukan power. Jangan mentang-mentang partai Anda berkuasa lalu penelitian pun mengada-ada.*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun