Beberapa hari lalu Bank Indonesia mengeluarkan pengumuman soal pencabutan dan penarikan tiga jenis uang logam terhitung 1 Desember 2023. Dengan demikian ketiganya tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Namun Bank Indonesia memberikan waktu hingga 1 Desember 2033 bagi masyarakat untuk melakukan penukaran uang tersebut. Menurut pihak Bank Indonesia, masyarakat dapat menukarkan dengan emisi yang masih berlaku di Bank Indonesia atau bank umum.
Ketiga pecahan tersebut adalah koin Rp 500 Tahun Emisi 1991, koin Rp 1.000 Tahun Emisi 1993, dan koin Rp 500 Tahun Emisi 1997. Koin dengan Tahun Emisi sering kali memiliki beberapa tahun pencetakan. Koin Rp 500 Tahun Emisi 1991, yang populer disebut koin melati, misalnya, pernah dicetak pada 1992, 1993, dst.
Fantastis
Sejak pengumuman itu, media menulis tentang ketiga koin itu dengan pemberitaan yang super wah. Ketiga koin yang bernilai kecil itu, "dijual" masyarakat di marketplace dengan harga mahal. Padahal, yang dimaksud "dijual" adalah "ditawarkan", bukan "terjual".
Memang saya lihat di marketplace ada yang memasang harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah sekeping. Jelas ini termasuk kategori 2 M: Mimpi dan Mengkhayal. Mana ada koin berusia muda berharga begitu mahal.
Beberapa pedagang numismatik justru berani menampung koin-koin tersebut. Tentu lebih mudah jika berurusan dengan bank. Harga cocok, jual, begitulah. Saya lihat mereka berani membeli koin 500 dengan harga 1000 dan koin 1000 dengan harga minimal 1.500.
Sudah berkali-kali saya menulis tentang koin atau uang kertas yang masih berharga terjangkau. Beda dengan harapan masyarakat, terutama yang punya koleksi, bahwa uang lama yang kerap disebut uang kuno berharga mahal.
Banyak media kerap menulis harga sebuah koleksi yang dipandang fantastis. Seharga motorlah atau seharga mobillah. Padahal kenyataannya hanya berharga ribuan rupiah, bukan ribuan dollar. Sungguh, banyak media abal-abal seperti itu yang asal tulis. Karena dianggap bisa kaya mendadak apabila terjual, maka masyarakat pun beramai-ramai menawarkan koleksi di media sosial dan marketplace.
Namun bukanlah sambutan bagus tetapi justru berupa bully-an yang mereka peroleh. Iya karena sebagian besar yang memberi komentar adalah pedagang uang kuno dan kolektor uang kuno. Mereka mengerti pasaran harga.