Ketika sedang beberes kertas dan dokumen milik orang tua, saya menemukan selembar kertas yang menarik perhatian. Pada lembaran itu tertulis Apotheek Chung Hwa, Glodok, dan Batavia.
Sejak beberapa tahun lalu saya tahu kalau Apotek Chung Hwa telah berubah menjadi Pancoran Tea  House. Saya pernah beberapa kali makan dan minum di sana. Di sana tersedia berbagai jenis minuman teh yang bisa diisi ulang. Makanan kecil dan makanan besar juga tersedia di sana.
Bahkan saya pernah menulis di Kompasiana, sebagaimana bisa di baca [Di Sini].
Tea House
Pancoran Tea House terletak di mulut pintu gerbang kawasan Glodok atau Pancoran. Lokasinya tidak jauh dari halte Transjakarta Glodok. Dulu bangunan itu memiliki luas sekitar 320 meter persegi. Dibangun pada 1928, pada masanya bangunan itu termasuk termegah di kawasan Pecinan atau Chinatown.
Apotek Chung Hwa hidup kembali setelah pihak otoritas di Kota Tua Jakarta merevitalisasi bangunan itu, termasuk belasan bangunan lain. Kalau tidak direvitalisasi, kondisi bangunan-bangunan di Kota Tua masih amburadul. Â
Meski saat ini ukurannya tidak seperti ukuran aslinya--karena harus tergerus akibat pelebaran jalan---namun  nilai sejarah dan kesan eksotisme dari gedung itu tidak memudar seiring berjalannya waktu. Sebagai kedai teh, banyak wisatawan datang ke sini untuk mengisi perut.
Dulu tradisi minum teh telah mengakar di Batavia. Ini karena memiliki makna kesetiakawanan sosial. Pada 1663, misalnya, di daerah Pancoran tinggal seorang Kapiten der Chinezeen ketiga, Gan Djie. Ialah salah satu orang yang memulai tradisi minum teh di daerah Pancoran.
Semua berawal dari depan sebuah kantor tempat Gan Djie bekerja sehari-hari. Di depan kantor tersebut, sering kali berteduh para pedagang keliling dan kuli. Karena kelelahan akibat sulit mendapatkan air minum, maka Gan berinisiatif untuk menyediakan air teh untuk warga yang kehausan.
Di depan kantor tersebut, setiap pagi dan sore, kemudian dipasang sejumlah meja kecil untuk meletakkan teko dan cangkir. Agar cukup, Gan meletakkan delapan teko. Dalam dialek Hokkian delapan disebut pa. Nah, itulah asal nama Patekoan atau Delapan Teko. Â
Pada 2022 ketika melewati Pancoran Tea House saya melihat di depan gedung tersedia teko dan cangkir. Entah tahun-tahun sebelumnya, saya tidak perhatikan. Tentu saja untuk mereka yang kehausan.
Selembar kertas usang ternyata mampu menambah narasi atau menjadi bukti sejarah adanya Apotek Chung Hwa yang kini telah beralih fungsi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H