Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Uang Kebon" untuk Upah Kuli di Masa Kolonial

24 Juni 2023   13:00 Diperbarui: 24 Juni 2023   21:09 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Token Simpang Tiga untuk digunakan di perkebunan Tabak Mij Kwala Kopas di Asahan (Foto: Materi Saparudin Barus)

Beberapa tahun terakhir nama token cukup populer. Apalagi yang namanya token listrik, semacam pulsa pada ponsel. Ada lagi token-token lain, pokoknya yang memiliki nilai dan dapat ditukar dengan aset-aset tertentu.

Dunia numismatik pun mengenal koleksi yang disebut token. Token dikenal sebagai uang perkebunan. Sebenarnya ada juga token pertambangan.

Token berfungsi sebagai mata uang namun dalam area terbatas, yakni pada perkebunan atau pertambangan tertentu. Di Nusantara, jumlah token perkebunan jauh lebih banyak daripada token pertambangan.

Museum Bank Indonesia, Jumat, 23 Juni 2023 menyelenggarakan pameran token bertema "Token Perkebunan: Sebentuk Kolonialisasi dalam Uang". Mulai hari ini, 24 Juni 2023, pameran tersebut bisa dinikmati masyarakat umum. 

Meskipun banyak materi pameran berupa replika token, namun kita banyak mendapatkan informasi kesejarahan. Direncanakan, pameran berlangsung selama satu bulan penuh.

Pembukaan pameran dilakukan oleh Pak Erwin Haryono, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia.

Tamu undangan pada pembukaan pameran token (Foto: dokpri)
Tamu undangan pada pembukaan pameran token (Foto: dokpri)

Hindia-Belanda

Adanya token bermula dari perkebunan yang dikelola swasta. Menurut Zainal C. Airlangga, Peneliti dan Penulis Sejarah di Museum Bank Indonesia, pembukaan perkebunan secara besar-besaran di Hindia-Belanda dimulai pada 1870. Saat itu dikeluarkan Undang-undang Agraria oleh Pemerintah Kolonial. Jika pada era sebelumnya berkembang sistem tanam paksa lewat perkebunan besar milik negara, maka dalam era liberal yang berkembang adalah milik swasta. Saat itu perkebunan menjadi 'tambang emas' buat Hindia-Belanda. Banyak devisa dihasilkan dari sana.

Setelah ada Undang-undang Agraria, muncul investasi besar di bidang perkebunan, terutama di Sumatera Timur. Yang paling dikenal perkebunan Deli yang menghasilkan tembakau. Tembakau Deli sangat diminati di mancanegara.

Perkebunan ada juga di sebagian Jawa dengan komoditi tebu dan teh. Selebihnya ada perkebunan kopi, kelapa, pala hingga karet di Kalimantan dan Maluku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun