Ada dua negara yang sering disebut sebagai negara penjajah. Yang paling lama tentu saja Belanda karena termasuk kongsi dagang VOC. Yang cukup singkat Jepang. Negara ini menguasai Nusantara mulai 8 Maret 1942 hingga 17 Agustus 1945.
Meskipun cukup singkat, yakni selama 3,5 tahun, ada beberapa hal positif dan negatif yang kita peroleh dari Jepang. Pembentukan RT (Rukun Tetangga), misalnya, merupakan warisan Jepang. Kita pun mengenal rodi atau romusha yang merupakan kerja paksa. Juga jugun ianfu, yakni perempuan yang dipaksa 'melayani' tentara Jepang. Pemerintah pendudukan Jepang dinilai memerintah dengan keras dan kejam.
Ibu saya pernah bercerita pernah dibentak oleh tentara Jepang. Maklum, ibu saya kelahiran 1931. Jadi paling tidak sedikit ingatlah tentang kejadian masa itu. Dulu, kalau ketemu tentara Jepang, kita harus membungkuk. Zaman Jepang hidup susah, kata ibu saya. Ketika itu keluarga ibu saya cuma mampu membuat pakaian dari karung goni. Bayangkan kondisi saat itu.
'Saudara tua'
Dalam buku-buku sejarah tentu kita sering membaca bahwa Jepang menyebut dirinya 'saudara tua' kita. Dalam hal kemiliteran mereka memang cukup andal. Rusia saja pernah dikalahkan. Korea pernah dikuasai. Bahkan banyak artefak berharga dari Korea mereka rampas. Tidak heran Jepang ingin menjadi penguasa Asia Timur Raya.
Mereka pun datang ke Nusantara dengan iming-iming ingin memerdekakan kita yang waktu itu masih dikuasai Belanda. Belanda pun berhasil mereka usir. Sebagai penguasa Nusantara, Jepang berhasil mengedarkan sejumlah mata uang di negeri kita. Mata uang itu bertuliskan 'Dai Nippon Teikoku Seihu", 'De Japansche Regeering", dan 'Pemerintah Dai Nippon'.
Di Nusantara, Jepang amat membenci pemerintah Belanda. Maka berbagai tinggalan Belanda mereka musnahkan atau robohkan. Seingat saya, dulu di Lapangan Banteng ada Tugu Singa. Lokasinya di depan Kementerian Keuangan sekarang. Di Jalan Cut Mutiah pun pernah ada Monumen Van Heutsz untuk mengenang Perang Aceh. Tugu Singa dan Monumen van Heutsz dirusak oleh tentara Jepang. Kemudian dirobohkan pada 1960-an karena provokasi massa yang anti Belanda. Kini kedua monumen hanya bisa dinikmati lewat dokumentasi foto dan cerita. Tidak ada bukti otentik yang bisa dilihat generasi masa kini dan mendatang. Â
Benda purbakala
Beberapa benda purbakala dari Nusantara, antara lain dari sejumlah candi, pernah dibawa oleh tentara Jepang ke negaranya. Benda-benda purbakala itu merupakan hadiah dari tentara Jepang kepada Kaisar Jepang Tenno Heika ketika berulang tahun. Entah benda apa saja, tidak ada catatan detail. Semoga benda-benda itu masih disimpan di dalam museum Jepang sehingga kita lebih mudah meminta kembali kekayaan kita itu.
Beberapa tahun lalu Korea Selatan pernah meminta kembali artefak-artefak yang pernah dirampas tentara Jepang. Sebelumnya Korea membangun museum terlebih dulu. Semoga kita pun bisa meniru Korea.Â
Sejumlah benda dari dalam museum pun pernah diambil tentara Jepang. Selain koleksi numismatik, ada beberapa lagi yang diambil dari Museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Museum Nasional sekarang). Yang jelas bukan cuma itu. Bisa jadi dulu dicolongin oleh oknum-oknum tentara Jepang.
Yang tidak boleh dilupakan, seorang pembesar Jepang di Magelang telah membongkar batu-batu berelief yang terdapat adegan Karmawibhangga pada Candi Borobudur. Sayang pekerjaan itu dilakukan secara ceroboh sehingga batu-batu bongkaran itu tidak dapat dikembalikan ke posisi semula.
Sehubungan dengan kedatangan Kaisar Jepang Naruhito, tentu kita bisa menuntut balik warisan budaya kita yang ada di Jepang. Semoga ada niat dari pemerintah kita untuk meminta kembali sekaligus ada kerja sama bilateral antara Jepang dan Indonesia untuk mengembalikan benda-benda itu. Kaisar Naruhito, tolong kembalikan benda-benda purbakala kami. Semoga derita pahit pada masa penjajahan Jepang menjadi manis pada masanya.***
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H