Kalau Kompasianer, terutama dari 'generasi kolonial' suka kerokan, tentu ingat dengan koin benggol 2 cent dari masa Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie). Koin ini nyaman dipakai karena bagian sisinya tidak bergerigi. Dengan demikian badan terasa tidak sakit.
Fungsi koin ini cukup populer di mana-mana. Ini karena ukuran koin cukup besar sehingga tidak mudah lepas dari pegangan jari. Tercatat diameter koin ini 31 mm.
Saya banyak memiliki koleksi koin ini. Kemungkinan dulu kakek nenek suka kerokan. Begitu juga mungkin orang tuanya kakek nenek. Tanda sering dipakai adalah terjadi keausan dan kotor pada kedua belah sisi koin.
Meskipun banyak, di mata kolektor koin ini kurang bernilai. Ini karena koin itu bekas pakai sehingga kotor dan aus. Detail pada koin di kedua sisi tidak tajam. Keausan di sana sini jelas terlihat.
Detail
Perlu diketahui, kolektor mata uang atau numismatis memperhatikan sekali kondisi koin. Makin bagus kondisi koleksi, harganya akan semakin mahal.
Koin yang cukup berharga di mata kolektor, umumnya yang memperlihatkan detail gambar dan tulisan cukup jelas. Jika kotor, aus, atau karat, sudah pasti akan mengurangi nilai.
Koin 2 cent dikenal sebagai koin tembaga. Pertama kali dikeluarkan pada 1856. Setelah itu pada 1857 dan 1858. Lebih dari 30 tahun ada kekosongan, artinya tidak ada cetakan baru.
Koin benggol dikeluarkan lagi pada 1896-1899, 1902, 1907, 1908, 1909, 1913, 1914, 1915, 1920, dan 1945. Koin terakhir 1945 tercatat dicetak sebanyak 200.000 keping. Inilah jumlah terbanyak karena sebelumnya dicetak 48.000 keping (1920). Yang paling sedikit adalah cetakan 1896 sebanyak 1.120 keping.
Karena paling banyak dicetak, koin 1945 mudah ditemui di pasaran. Bahkan banyak yang berada dalam kondisi lustre (belum pernah dipakai bertransaksi dan belum pernah mengalami penanganan oleh manusia, misalnya dicuci). Koin 1945 dalam foto di atas termasuk kondisi lustre. Detail gambar dan tulisan masih jelas terlihat.
Lengkap
Kolektor biasanya memburu koleksi koin 2 cent yang memiliki kondisi bagus dalam keadaan variasi lengkap. Artinya mulai keluaran 1856 hingga 1945. Sebagai kolektor tentu saja kita harus sabar.
Saya sendiri sudah memiliki koleksi secara lengkap berdasarkan variasi tahun. Namun ada beberapa item yang memiliki kondisi tidak lustre. Mengumpulkannya pun satu per satu selama beberapa tahun. Jadi tidak secara instan dapat lengkap. Inilah seninya berkoleksi, butuh kesabaran.
Biarpun berumur cukup tua, harga jualnya masih terjangkau. Saya lihat koin 1945 dalam kondisi lustre dijual di marketplace dan media sosial paling mahal Rp 40.000 sekeping. Bahkan untuk kondisi kurang bagus bisa Rp 5.000/sekeping.
Harga yang lebih mahal adalah koin sebelum 1945. Tentu yang masih memiliki detail lumayan. Biarpun begitu tidak sampai Rp 100.000 sekeping. Nah, jangan percaya kalau ada yang jual ratusan ribu hingga jutaan sekeping.
Kalaupun cukup mahal, biasanya koin itu sudah di-grading, misalnya oleh NGC atau PCGS. Tentu biaya grading yang membuat koin itu mahal. Biasanya dalam grading, ada nilai tertentu antara 1 hingga 70. Nah, kalau memperoleh 65 atau 66 harganya cukup mahal.*** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H