Beberapa ratus tahun lalu pada masa kolonialisme di Asia Tenggara, terdapat dua bandar atau pelabuhan yang cukup besar.Â
Kedua bandar itu adalah Malaka di Malaysia dan Sunda Kalapa di Jakarta. Ketika itu Malaka di bawah kuasa Portugis, sedangkan Sunda Kalapa di bawah kuasa VOC Belanda.
Pada masanya, di lautan luas, kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia hilir mudik, hiruk pikuk masyarakat pun menjadi hal yang biasa, terlihat di bandar tersohor, Jakarta dan Malaka.Â
Apa yang terjadi kala itu? Apa yang menjadi daya tarik dari dua bandar tersebut? Apa yang tersisa dari dua bandar tersebut di masa kini?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Unit Pengelola Museum Kesejarahan Jakarta menyelenggarakan Pameran Jejak Memori Kisah Dua Bandar: Hubungan Jakarta dan Malaka.Â
Kisah perdagangan dengan segala aspek sosialnya tersaji dalam pameran itu. Pameran dibuka untuk undangan pada 15 Mei 2023 dan akan berlangsung hingga 25 Juni 2023. Pembukaan pameran dilakukan oleh Ibu Esti Utami, Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta.
Pameran berkolaborasi dengan Perbadanan Muzium Melaka dan beberapa pihak. Sedangkan pendukung pameran antara lain Kemendikbudristek, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, dan beberapa pihak lain.
Perniagaan Nusantara
Menurut catatan dua kurator pameran, Noor Fatia dan Dicky Caesario, serta periset materi Luthfan, Pelabuhan Malaka berkembang pesat dengan menjadi entrepot bagi perniagaan lintas benua.Â
Malaka menghubungkan region Asia Tenggara, khususnya daerah kepulauan di sebelah selatan dan timur, dengan perniagaan dunia.Â
Melalui Malaka, komoditas bernilai tinggi, langka, eksotik, dan bahkan menambah kenikmatan dan keindahan dunia, dapat mencapai dunia Barat. Â
Tentang Pelabuhan Sunda Kalapa, dikatakan termasuk ke dalam jaringan perniagaan Nusantara. Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, kawasan Sunda Kalapa menjadi titik kumpul bagi komoditas yang hendak dipasarkan hingga Eropa.
Dikatakan juga, Sunda Kalapa dan Malaka menjadi pengumpul komoditas dari pulau-pulau lain di Nusantara sebelum dipasarkan ke Gujarat, Iran, dan Eropa.Â
Sunda Kalapa sendiri melayani kapal-kapal dagang yang berasal dari Sumatera, Palembang, Tanjungpura, Makassar, Jawa, Madura, dan Malaka. Bahkan orang-orang dari Kerajaan Sunda sering berdagang ke Malaka.
Gaya hidup kosmopolit
Tergambar, adanya kedua bandar niaga membuat gaya hidup masyarakat menjadi kosmopolit. Ini dapat dilihat dari bahasa yang sama dan keterbukaan masyarakat terhadap unsur-unsur kebudayaan dari negeri yang jauh.Â
Bahkan memungkinkan mereka mengadopsi ajaran dan budaya Hindu, Buddha, dan Islam yang datang dari luar kepulauan.Â
Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai ekspresi artistik yang memperlihatkan unsur akulturasi ini, baik dalam karya sastra, seni pertunjukan, ragam hias artefak, hingga unsur arsitektural.
Hari ini pameran dibuka untuk umum. Nah, nikmatilah kisah masa lalu dari kedua bandar. Dari sini kita bisa berkaca untuk kehidupan di masa kini dan mendatang.Â
Cukup membayar karcis masuk, kita dapat memperoleh segudang informasi. Selain pameran temporer ini, masyarakat sekaligus bisa melihat-lihat pameran tetap. Banyak koleksi tentang sejarah Jakarta tersaji di pameran tetap loh. Â
Cukup mudah mengunjungi Museum Sejarah Jakarta yang berada di kawasan Kotatua Jakarta. Lokasinya tidak jauh dari stasiun Jakarta Kota dan halte Transjakarta Kota.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H