Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arca Bhima dari Abad ke-14 Memegang Permainan Lato-lato?

1 Januari 2023   14:38 Diperbarui: 15 Januari 2023   18:42 4842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di negeri kita sedang mewabah permainan lato-lato. Ternyata penyebutannya di beberapa daerah berbeda-beda. Ada yang menyebutnya ethek-ethek. Ada lagi yang bilang thek-thek. Di Yogyakarta disebut thik-thok. Entah di daerah lain.

Sebenarnya permainan ini sudah saya kenal pada 1970-an. Dulu namanya nok-nok, dari kata Inggris knock-knock. Knock berarti memukul. Ingat saja pertandingan tinju, di sana ada istilah knock out yang berarti memukul jatuh.

Lato-Lato merupakan permainan tradisional berupa dua bola kecil dengan tekstur keras yang diikat menggunakan tali.

Cara memainkannya cukup mudah, yakni dengan membenturkan kedua bola menggunakan satu telapak tangan dengan gerakan naik-turun hingga mengeluarkan bunyi yang cukup nyaring. Makin terampil memainkannya, makin lama bunyi terdengar.

Permainan lato-lato kembali populer setelah diposting di media sosial. Sesuai nama pada masa 1970-an, kemungkinan besar permainan ini berasal dari AS.

Buat pemula, memang cukup sulit membenturkan kedua bola di atas dan di bawah secara berulang-ulang.

Dulu tangan saya sempat lebam terkena kedua bola keras itu. Namun lama-kelamaan cukup bisalah memainkan nok-nok, meskipun tidak mahir.

Arca Bihima di Museum Victoria and Albert, London (Sumber: Twitter Kang Rendra)
Arca Bihima di Museum Victoria and Albert, London (Sumber: Twitter Kang Rendra)

Arca kuno

Permainan lato-lato sempat menjadi perbincangan di Twitter. Entah siapa yang posting pertama.

Saya mendapat kiriman sebuah arca kuno yang salah satu tangannya memegang benda mirip lato-lato dari seorang teman. Ia memperoleh foto itu dari twitter @KangRendra.

"Apakah benar yang dipegang Bhima adalah lato-lato? Mari berdiskusi di akhir pekan yang bahagia ini," demikian postingan itu. Arca Bhima yang ada dalam gambar berasal dari koleksi Victoria and Albert Museum, London.

'Apakah mungkin itu testis atau alat upacara?," demikian postingan lain.

Yang menarik, Museum Victoria dan Albert, sebagaimana Wikipedia, adalah museum desain dan seni dekoratif terbesar di dunia. Jumlah koleksi di sana lebih dari 4,5 juta objek. Museum ini dibangun pada 1852 untuk menghormati Pangeran Albert dan Ratu Victoria.

Saya coba berdiskusi dengan teman saya Prof. Agus Aris Munandar, seorang Guru Besar Arkeologi di UI. Beliau seorang pakar ikonografi atau pengetahuan mengenai arca kuno.

Kata Prof. Agus, itu merupakan senjata yang disebut 'bandringan'. Pemakaiannya dengan cara diputar-putar lalu dilemparkan kepada musuhnya.

Menurut beliau, arca itu berasal dari masa Kerajaan Majapahit, ditemukan di sekitar Kediri-Tulungagung. Kemungkinan besar arca itu dibawa oleh Raffles sewaktu menjadi penguasa Jawa.

Bukan hanya arca itu, Raffles pun pernah membawa koin, prasasti, dan artefak lain ke Inggris dan negara jajahannya.

Semoga benda-benda purbakala yang dibawa Raffles ke beberapa negara itu, akan dikembalikan ke Indonesia sebagaimana program yang sedang dicanangkan.

Arca Bhima banyak ditemukan pada era Majapahit. Ini karena Bhima simbol dari Gajah Mada. Perhatikan saja perawakan kedua tokoh, sering digambarkan tinggi besar. Gajah Mada adalah mahapatih terkenal dari Kerajaan Majapahit.

Soal arca Bhima bisa dilihat dari penelitian Rr. Triwurjani pada 1987. Menurut arkeolog dari BRIN ini, di Jawa pada abad ke-14---15 pernah ada pemujaan terhadap tokoh Bima.

Arca-arca tersebut mempunyai ciri-ciri berbadan tegap, mata melotot, berkumis, memperlihatkan sebagian phallus (kemaluan), mempunyai hiasan kepala bentuk supit urang, dan berkuku panjang (pancanaka).*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun