Di negeri kita sedang mewabah permainan lato-lato. Ternyata penyebutannya di beberapa daerah berbeda-beda. Ada yang menyebutnya ethek-ethek. Ada lagi yang bilang thek-thek. Di Yogyakarta disebut thik-thok. Entah di daerah lain.
Sebenarnya permainan ini sudah saya kenal pada 1970-an. Dulu namanya nok-nok, dari kata Inggris knock-knock. Knock berarti memukul. Ingat saja pertandingan tinju, di sana ada istilah knock out yang berarti memukul jatuh.
Lato-Lato merupakan permainan tradisional berupa dua bola kecil dengan tekstur keras yang diikat menggunakan tali.
Cara memainkannya cukup mudah, yakni dengan membenturkan kedua bola menggunakan satu telapak tangan dengan gerakan naik-turun hingga mengeluarkan bunyi yang cukup nyaring. Makin terampil memainkannya, makin lama bunyi terdengar.
Permainan lato-lato kembali populer setelah diposting di media sosial. Sesuai nama pada masa 1970-an, kemungkinan besar permainan ini berasal dari AS.
Buat pemula, memang cukup sulit membenturkan kedua bola di atas dan di bawah secara berulang-ulang.
Dulu tangan saya sempat lebam terkena kedua bola keras itu. Namun lama-kelamaan cukup bisalah memainkan nok-nok, meskipun tidak mahir.
Arca kuno
Permainan lato-lato sempat menjadi perbincangan di Twitter. Entah siapa yang posting pertama.
Saya mendapat kiriman sebuah arca kuno yang salah satu tangannya memegang benda mirip lato-lato dari seorang teman. Ia memperoleh foto itu dari twitter @KangRendra.