Dari pengukuran diketahui Candi Brahu berdenah bujur sangkar dengan sisi-sisi berukuran 20,70 meter. Ketinggian candi mencapai 25,70 meter.
Candi menghadap ke arah barat. Badan candi mempunyai sebuah ruangan berukuran 4 meter x 4 meter. Bagian penampil sudah hancur sedangkan bagian atap sudah rusak.
Lalu bagaimana sifat keagamaan Candi Brahu, Hindu ataukah Buddha? Di sinilah berperan kejelian arkeolog. Pada candi terdapat sisa bentuk stupa sehingga arkeolog memperoleh informasi bahwa Candi Brahu berlatarkan Buddha.
Di sekitar kompleks candi pun pernah ditemukan benda-benda kuno lain, seperti alat upacara dari logam, perhiasan dan benda-benda lain dari emas, serta arca-arca logam yang kesemuanya menunjukkan ciri-ciri Buddha.
Diduga di sekitar candi ini terdapat beberapa candi kecil. Sayang yang tersisa hanya pondasi, jadi tidak terselamatkan. Dulu pernah ada Candi Muteran, Candi Gedung, Candi Tengah, dan Candi Gentong.
Keempat candi bata ini kemungkinan menjadi korban penduduk sekitar. Karena ketidaktahuan, penduduk sekitar sering membuat semen merah dari bata-bata kuno. Pencurian bata kuno, begitulah yang sering terjadi di Trowulan sejak 1960-an. Beruntung, Candi Brahu selamat dari upaya negatif masyarakat.
Dengan demikian banyak informasi masa lalu hilang dari bumi Majapahit ini. Tentu kita hanya bisa menyesali perbuatan masyarakat terdahulu dan masyarakat masa sekarang yang tidak peduli kepurbakalaan sebagai data sejarah.***
Sumber:
Candi Brahu dalam https://candi.perpusnas.go.id
Candi Brahu dalam Candi Indonesia Seri Jawa halaman 340-341.