Sejak muncul media sosial dan marketplace, kolektor mata uang yang lazim disebut numismatis---baik uang kertas maupun uang logam (koin)---semakin marak. Jumlah pedagang pun semakin meningkat.
Selama ini ada pedagang murni, ada pula kolektor yang merangkap pedagang. Pedagang murni biasanya mengumpulkan barang koleksi. Kalau ada koleksi yang kotor mereka cuci atau bersihkan. Sering kali pedagang seperti ini menjual koleksi yang berkategori murah. Meskipun demikian, ada pula koleksi yang cukup mahal.
Kolektor juga sesekali menjual koleksinya kepada sesama kolektor. Biasanya koleksi berlebih yang mereka jual. Kalau laku, si kolektor akan membeli koleksi lain yang dia belum punya.
Video abal-abal
Koleksi mata uang sudah cukup populer di negara kita. Namun disayangkan masih banyak masyarakat awam belum paham tentang koleksi dan harga koleksi. Mereka kerap menganggap uang yang tidak beredar lagi di pasaran disebut "uang kuno". Karena "uang kuno" akan berharga mahal.
Timbullah iklan penawaran "uang kuno" di media daring, baik di media sosial maupun marketplace. Ketidaktahuan mereka rupanya karena pengaruh tulisan 'fantastik' dan video abal-abal yang menarasikan uang kuno berharga mahal.
Dimaharkan uang kuno, harting angkut. Demikian postingan seorang pengguna Facebook di Grup Jual Beli Uang Kuno. Tawar aja berapa, kalau cocok saya lepas, begitu postingan lain. Saya pun sempat mengusap dada, karena koleksi yang diposting berupa uang kertas keluaran 1990-an dengan kondisi lusuh. Jelas betapa ketidaktahuan mereka akan koleksi.
Mungkin ini karena mereka ikut-ikutan yang lain. Bayangkan koleksi lusuh dan masih banyak tersedia di pasaran, ditawarkan dengan harga ratusan ribu. Kemungkinan lain, mereka melihat koleksi dengan gambar serupa ditawarkan seorang kolektor dengan harga tinggi. Padahal koleksi tersebut sudah disertifikasi oleh PMG (Paper Money Guaranty) dengan skor 65, misalnya.
Sementara kalau diamati sekilas, koleksi dengan gambar sama yang dimiliki masyarakat awam paling memiliki skor 20. Dan lagi, bakal tidak laku di pasaran karena koleksi sejenis masih berlimpah ruah dan masih berusia cukup muda, hanya sekitar 30 tahun.
Kondisi
Jadi perlu diketahui bahwa harga sebuah koleksi tergantung grade atau tingkat kondisi. Semakin bagus koleksi, tentu akan berharga semakin mahal. Di kalangan kolektor, grade yang dipakai 1 hingga 70. Dulu pertama kali dipakai oleh Sheldon untuk dolar AS. Namun kemudian berkembang untuk menilai tingkat kondisi semua uang kertas di dunia.
Ada pula yang memakai 8 tingkatan kondisi. Untuk sederhanya saja, masyarakat kita mengenal 4 tingkat kondisi, yakni sangat bagus, bagus, cukup bagus, dan kurang bagus. Ini yang harus benar-benar dipahami masyarakat awam.
Sekadar gambaran, perhatikan uang kertas Rp 1000 dalam tulisan ini. Yang satu berkondisi sangat bagus karena belum pernah digunakan bertransaksi. Dulu berasal dari sebuah bundel yang baru dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Lalu disisihkan 1 atau beberapa untuk kepentingan koleksi.
Koleksi uang kertas Rp 1000 satu lagi, berkondisi kurang bagus. Sudah agak lecek, kumal, dan ada sobekan kecil. Karena koleksi uang kertas Rp 1000 seperti ini masih tersedia banyak di pasaran, maka tidak akan laku dijual.
Variasi
Perhatikan lagi uang kertas Rp 1000 itu. Pada kedua uang kertas ada beberapa perbedaan. Yang berkondisi sangat bagus, emisi 2000. Sementara yang kurang bagus emisi 2013.
Lantas ada lagi tanda tangan Dewan Gubernur Bank Indonesia dan tulisan pada bagian kanan bawah. Kesemua perbedaan itu disebut variasi. Variasi pada uang kertas menjadi salah satu tujuan para kolektor. Ternyata uang kertas Rp 1000 itu memiliki banyak variasi. Ada emisi yang cukup langka, ada yang cukup banyak di pasaran.
Bagaimana tentang uang kertas Rp 100 yang bergambar "Perahu Pinisi" itu? Coba buka mesin pencari. Uang seperti ini masih banyak beredar di pasaran. Untuk kondisi 'sangat bagus' mungkin berharga Rp 5000-Rp 10.000 selembar. Dengan demikian untuk kondisi 'kurang bagus' sebagaimana pada foto, untuk saat ini belum dilirik kolektor.
Ketidaktahuan masyarakat, terutama generasi muda, bisa dimaklumi karena mereka belum lahir ketika uang tersebut dikeluarkan. Uang itu pun mungkin boleh nemu di lemari orang tuanya.
Untuk mengetahui seluk beluk mata uang, tentu saja kita harus banyak membaca. Carilah tulisan atau video tentang konten positif karena akan mencerdaskan. Di internet banyak kok. Bisa juga bertanya pada kolektor. Mereka sudah punya website atau grup di Facebook.
Semoga tips berkoleksi dan bertransaksi uang kertas ini akan bermanfaat.***
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H