Perayaan Hari Museum Indonesia (Harmusindo) dirayakan di berbagai tempat pada 12 Oktober 2022. Harmusindo setiap 12 Oktober memang selalu meriah. Dari berbagai undangan, saya hanya berkesempatan menghadiri pembukaan pameran temporer "Jejak Memori Rijsttafel: Cita Rasa Indonesia dalam Memori" di Museum Sejarah Jakarta.
Hadir dalam pembukaan antara lain Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Bapak Iwan Henry Wardhana dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Bapak A Riza Patria. Dalam laporannya, Pak Iwan mengatakan kegiatan ini mendapat dukungan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pak Riza sekaligus meresmikan pembukaan pameran. "Saya baru tahu kalau perkedel, pastel, dan kue nastar diperkenalkan oleh orang Belanda," kata Pak Riza. Â
Menurut Kepala Unit Pengelola Museum Kesejarahan Jakarta Ibu Esti Utami, pameran ini dipersembahkan untuk masyarakat agar lebih mengenal sejarah perkembangan kuliner, khususnya budaya menyajikan makanan rijsttafel yang berkembang pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. "Kami memberikan informasi tentang akulturasi kebudayaan, bahkan status sosial yang dapat terlihat dari budaya menyajikan makanan ini.
Meja dan nasi
Kata rijsttafel berasal dari bahasa Belanda, rijst berarti nasi dan tafel berarti meja. Secara ringkas, rijsttafel merupakan praktik atau tata cara makan yang berasal dari percampuran budaya makan Belanda dan kekayaan kuliner Nusantara.
Komposisi hidangan adalah nasi, sayur, sambal, ayam/daging/ikan, kerupuk udang, dan pisang goreng. Ada lagi serundeng, taburan kacang goreng, irisan mentimun mentah, acar -- bawang, buah segar atau puding/agar-agar, dan minuman (air putih, soda, bir).
Dari panel pameran diketahui bahwa rijsttafel menjadi penanda status sosial dan menegaskan garis pemisah antara penjajah dan yang dijajah. Terlihat ketika bangsa Eropa duduk di meja hidangan, para anak negeri hanya menjadi pelayan. Para pelayan memakai busana semi Eropa tapi mereka tidak diperkenankan menggunakan sepatu.
Gelaran rijsttafel orang Belanda kemudian dipraktikkan oleh kalangan elit anak negeri, yakni kelompok priyayi. Tujuannya untuk mencapai status sosial yang sejajar dengan orang Belanda.
Berkolaborasi
Pameran temporer ini berkolaborasi dengan Kunstkring Paleis. Setelah masa kolonial Belanda memang rijsttafel tidak lagi sepopuler dulu. Sejak proklamasi hanya sedikit restoran yang masih menyajikan rijsttafel. Tugu Kunstkering Paleis menjadi salah satu dari sedikit restoran yang mengemas rijsttafel Betawi, sebagaimana bisa dilihat pada salah satu panel.