Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menara Syahbandar Museum Bahari Semakin Amblas dan Miring

17 September 2022   11:47 Diperbarui: 17 September 2022   11:48 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menara Syahbandar dan Bastion Culemborg (Sumber: Museum Bahari)

Mumpung ke Museum Bahari, sekalian saja saya berkunjung ke Menara Syahbandar. Museum Bahari dan menara terletak hampir berseberangan. Dari pintu masuk Museum Bahari jaraknya sekitar 30 meter. Kalau dari jalan raya, kita melewati menara terlebih dulu lalu museum.

Pada zaman kolonial, menara ini disebut uitkijk. Tidak ada data pasti soal pembangunan menara ini. Ada sumber yang menyebut sekitar 1839. Menurut sumber lain sekitar 1852. Pada masa itu menara berfungsi untuk memantau kapal-kapal yang keluar masuk Kota Batavia lewat jalur laut.

Menara menempati bekas puing Bastion Culemborg yang dibangun sekitar 1645. Sebelum ada menara syahbandar, terdapat menara pemantau dengan bentuk tiang menara yang di atasnya terdapat pos bagi petugas.

Fungsi lain dari menara syahbandar adalah sebagai kantor pabean yang mengumpulkan pajak atas barang-barang yang dibongkar di pelabuhan Sunda Kelapa.

Pemandangan dari menara, menunjukkan jarak menara dengan jalan raya sangat dekat (Dokpri)
Pemandangan dari menara, menunjukkan jarak menara dengan jalan raya sangat dekat (Dokpri)

Miring

Menara syabhandar memiliki panjang 8 meter, lebar 4 meter, dan tinggi 12 meter. Ada 3 lantai yang bisa dikunjungi. Untuk naik, tersedia tangga kayu. Pada masa lalu, menara syahbandar menjadi titik nol Batavia atau Jakarta. Selanjutnya titik nol berpindah ke Monas. Setiap lantai diisi dengan informasi tentang masa lalu menara dan Jakarta.

Pada bagian atas terdapat jendela. Jendela pada keempat sisi ini berukuran cukup besar. Lewat jendela ini pengunjung bisa melihat sekeliling Museum Bahari, jembatan, kendaraan, dan banyak lagi.

Mungkin menara ini 'belajar' dari menara Pisa di Italia. Kondisi menara sudah miring, paling-paling 4 derajat. Kondisi tanah di sini memang kurang baik. Bangunan Museum Bahari saja sudah amblas beberapa sentimeter. Hal ini dapat dilihat pada beberapa pintu masuk di sana.

Pemandangan dari sisi lain menara, terlihat Museum Bahari di kiri (Dokpri)
Pemandangan dari sisi lain menara, terlihat Museum Bahari di kiri (Dokpri)

Penjara

Pada bagian bawah menara terdapat sebuah jangkar besar. Nah di dekat jangkar ada pintu besi berjeruji. Dulu ruang paling bawah itu digunakan sebagai penjara bagi ABK yang ketahuan mencuri atau berbuat onar di atas kapal. Maklum mereka sering mabuk-mabukan.

Namun itu bukan tempat penyiksaan. Mereka dikurung di situ paling lama dua bulan. Ironisnya, ruangan itu sempit dan lembab. Tidak heran mereka biasanya terserang sakit kuning karena virus.

Di dalam kawasan Menara Syahbandar terdapat beberapa bangunan lain. Ada kantor kepala syahbandar. Ada lagi Gedung Terra yang mirip Menara Syahbandar namun berukuran lebih kecil. Pada masa VOC bangunan itu digunakan sebagai menara pemancar sinyal. Pos keamanan syahbandar tentu saja melengkapi kawasan syahbandar.

Beberapa meriam dan jangkar yang ada di kawasan ini bukan merupakan bagian asli dari menara syahbandar. Koleksi-koleksi tersebut dihibahkan oleh TNI-AL.

Pengunjung di atas menara (Dokpri)
Pengunjung di atas menara (Dokpri)

Getaran kendaraan

Sejak lama banyak pihak mengkhawatirkan kondisi menara. Ini karena setiap hari jalan raya di dekat menara dilewati banyak kendaraan, termasuk kendaraan berat macam kontener. Getaran kendaraan sangat membahayakan kondisi fisik menara. Ini tentu karena kondisi tanah yang sudah dimasuki air laut.

Belum lama ini dalam pelatihan yang diikuti banyak arkeolog, terlihat kemiringan menara ini sudah lebih dari 4 derajat. Bahkan terlihat retakan akibat kemiringan itu. Kondisi ini tentu saja perlu diperhatikan. Jangan sampai menara ini tak terlindungi dari upaya konservasi.

Bangunan yang sudah berusia ratusan tahun memang tergolong rawan. Semoga kelestarian kawasan Museum Bahari dengan menaranya mampu bertahan selama mungkin demi diperlihatkan kepada generasi mendatang.***

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun