Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Lisan Nandong Menyelamatkan Masyarakat Simeulue pada Tsunami 2004

17 September 2022   07:41 Diperbarui: 18 September 2022   09:45 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa materi pameran temporer di Museum Bahari (Dokpri)

Jumat, 16 September 2022 saya berkesempatan mengunjungi Museum Bahari di Jalan Pasar Ikan, dekat pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. 

Selain melihat pameran tetap museum, saya pun mampir di pameran temporer 'Manusia dan Bencana' dengan tema 'Mitologi, Mitigasi, dan Masa Depan'. 

Sebenarnya pameran itu mulai dibuka 26 Agustus 2022 lalu, dalam rangka menyambut Proklamasi 17 Agustus 2022. Namun pameran tersebut akan berlangsung selama dua bulan. Direncanakan pameran akan berakhir pada 26 Oktober 2022.

Museum Bahari bersama Rumah Si Pitung dan Taman Arkeologi Onrust berada di bawah pengelolaan UP (Unit Pengelola) Museum Kebaharian Jakarta, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Beruntung saya bisa bertemu Kepala UP Museum Kebaharian Jakarta, Ibu Mis'ari.

Menurut beliau, berbagai peristiwa bencana pernah terjadi di Indonesia. Diharapkan pameran dapat merepresentasikan berbagai memori bencana itu.

Pameran dikemas secara berbeda dengan menyuguhkan instalasi seni kontemporer. "Untuk menambah perspektif masyarakat dalam memaknai pesan yang ingin disampaikan sekaligus menyentuh pengunjung akan masa-masa kelam saat terjadinya bencana," begitu kata Ibu Mis'ari.

Dalam pengantar kuratorial dikatakan pameran ini akan menghadirkan cerita tentang bencana maritim yang pernah terjadi dan bagaimana mitigasi bencana yang dilakukan oleh nenek moyang kita. 

"Catatan cerita rakyat diperlukan untuk merekonstruksi perspektif lokal dari masa lalu untuk mitigasi bencana di masa depan," demikian arkeolog Supratikno Rahardjo yang menjadi kurator pameran.

Pameran terselenggara berkat kolaborasi berbagai pihak seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Geologi, UNESCO, dan sejumlah pihak swasta.

Ilustrasi Nyi Loro Kidul yang ditakuti di pesisir Laut Selatan Jawa (Dokpri)
Ilustrasi Nyi Loro Kidul yang ditakuti di pesisir Laut Selatan Jawa (Dokpri)

Tsunami

Mengenang bencana, tentu saja kita tidak bisa melupakan tsunami yang pernah melanda Aceh pada 2004. Ribuan orang meninggal dalam bencana itu. 

Belum lagi harta benda milik masyarakat. Masyarakat Simeulue Aceh menyebutnya 'smong'. Kisah 'smong' dituturkan dalam tradisi lisan Nandong, tercipta setelah tsunami sebelumnya pada 1907. 

Ternyata cerita Nandong itu berhasil menyelamatkan sebagian besar masyarakat Simeulue pada tsunami 2004.  

Bencana letusan Gunung Krakatau pada 1883 tergambar dalam pameran ini. Syair Lampung Karam yang ditulis pada abad ke-19 menceritakan kisah tenggelamnya Lampung pada 26-27 Agustus 1883. Syair itu terdiri atas 374 bait, ditulis dalam bahasa Melayu dan dicetak dengan aksara Jawi.

Kengerian bencana Krakatau juga diceritakan Ong Leng Yauw. Ia selamat dari letusan 1883. Kata Ong, banyak rumah penduduk di sepanjang sungai Ci Karangantu luluh lantak diterjang tsunami. Karangantu terletak di Banten.

Materi lain berupa narasi dan foto tentang dua kapal kargo yang tenggelam di perairan Nusantara ratusan tahun lalu. 

Isi kapal berupa barang-barang berharga. Sayangnya pihak asing memetik keuntungan dari kapal kargo yang tenggelam itu. Hasil penjualan mencapai jutaan dollar.

Beberapa materi pameran temporer di Museum Bahari (Dokpri)
Beberapa materi pameran temporer di Museum Bahari (Dokpri)

Rumah adat

Karena ada bencana, tentu ada kearifan lokal. Masyarakat Nias memiliki rumah adat Omo Hada. Inilah pengetahuan masyarakat setempat untuk menghadapi bencana seperti angin kencang, gelombang, terjangan ombak, dan gempa. 

Mitigasi ini menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat dibangun melalui pengalaman dan kecerdikan masyarakat dalam bersiasat serta bersahabat dengan kerentanan alam yang berpotensi akan datangnya bencana.

Legenda Nyi Loro Kidul dipamerkan juga di sini. Ada nilai kewaspadaan kepada orang-orang di sekitar pesisir Laut Selatan Jawa. 

Pantai ini memiliki arus balik air dengan pusaran kuat sehingga telah banyak memakan korban. Materi pameran lainnya berupa beberapa sesajen sedekah laut dari beberapa wilayah di pesisir Nusantara.  

Pengalaman para penyintas bencana lewat video melengkapi pameran. Tentu agar kita dapat belajar dari mereka. 

Kita harapkan, sebagaimana pengantar kuratorial, lewat pameran ini pengunjung dapat mengambil pelajaran dari masa lampau, baik sebagai tragedi yang harus diwaspadai maupun sebagai sumber inspirasi untuk menciptakan teknologi dan membangun kebiasaan yang adaptif terhadap berbagai ancaman bencana maritim.

Sekali lagi, pameran masih berlangsung hingga 26 Oktober 2022. Ayo sempatkan diri belajar mitigasi bencana sebagai pengetahuan dan pengalaman.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun