Apa yang dilakukan Museum Bank Indonesia patut diapresiasi. Pada 9 hingga 11 September 2022 terselenggara kegiatan diskusi dan talkshow tentang numismatik, permuseuman, dan media sosial (medsos). Kegiatan itu diikuti sejumlah museum yang dipandang memiliki followers tinggi di medsos. Memang masih terbatas, maklum pandemi belum usai.
Diskusi permuseuman menampilkan Ibu Ina Silas, seorang praktisi permuseuman yang memiliki banyak pengalaman. Beliau pernah menangani House of Sampoerna di Surabaya. Saat ini beliau membantu Kemendikbudristek.
Bu Ina mencontohkan pencarian Museum Bank Indonesia dan Museum Nasional dalam mesin pencari. Ternyata banyak muncul. Menurut Bu Ina, medsos menjadi salah satu platform efektif yang dapat digunakan sebagai media promosi, termasuk publikasi dan sosialisasi. "Berbagai kolaborasi antarmuseum juga sudah banyak dilakukan, khususnya melalui platform medsos," demikian Bu Ina.
Namun platform medsos sangat beragam dan sulit diprediksi. Salah satunya adalah perubahan algoritma yang dapat mempengaruhi kalkulasi engagement pada suatu platform medsos. Selain itu, menurut Bu Ina, pengemasan konten yang kreatif dan interaktif juga menjadi salah satu tantangan agar dapat menghasilkan konten-konten berkualitas dan digandrungi para warganet di tengah persaingan beragam variasi konten yang ada.
Medsos sulit diprediksi karena teknologi dijital selalu berkembang. Facebook, misalnya, pernah menduduki peringkat atas sebagai medsos yang paling disukai masyarakat. Bukan tidak mungkin Facebook akan tergeser oleh WhatsApp atau Instagram. Begitu pula TikTok dan YouTube.
Pada bagian lain Bu Ina menyinggung betapa pentingnya humas dan pemasaran museum. Petugas humas dan pemasaran bertugas melaksanakan hubungan dengan media, melaksanakan hubungan dengan komunitas, melaksanakan hubungan dengan internal museum, melaksanakan hubungan dengan pengunjung, dan melaksanakan kegiatan pemasaran museum.
Untuk pemasaran museum tidak hanya memperhatikan Product, Price, Place, dan Promotion tetapi juga People, Process, dan Physical environment. Lewat cara ini kita bisa membangun museopreneur atau museum entrepreneurship. Yang penting harus membangun budaya LIAT (Lincah, Inovatif, Adaptif, dan Transformasi). Demikian kata Bu Ina.
Selanjutnya kata Bu Ina, ada 10 prinsip Museum Entrepreneurship, yakni Prepare for the future, Change focus, Live up to expectations, Trust the facts, Share your purposes, Build a community, Break the mold, Balance the budget, Use the space, dan Take risk and allow failure.
Di akhir acara, peserta dibagi empat kelompok dan berdiskusi tentang materi Bu Ina.