Menurut Pak Yerry, kesatuan mata uang baru relatif tercapai pada 1930. Namun kestabilan penggunaan mata uang terganggu pada 1942 di masa Jepang dan perang revolusi 1945-1949. Contohnya ada uang NICA vs uang ORI. Uang Jepang juga masih beredar di beberapa tempat. Kesatuan mata uang tercapai kembali pada 1950.
Soal kata rupiah, diyakini dari bahasa Sanskerta rupiyakam/rupiya yang berarti perak. Sementara itu kata Duit berasal dari bahasa Belanda (doit), berupa uang kuno Eropa sekitar abad ke-14. Â
Buat gambaran saja, nilai rupiah lebih rendah dari gulden NICA. Â Perbandingannya Rp 1 sama dengan f. 10-30. Bagaimana tentang harga barang? Idroes dalam 'Oeang Repoeblik di Djakarta', menulis harga makanan lengkap Rp. 1,76, 1 lipstick 6 gulden NICA yang seharga 60 sen ORI, sekotak rokok Rp. 0,07 atau f 2 (NICA), dan beras Rp. 0,15 atau f 1.50 (NICA).
Dari Rupiyah hingga Roepiah
Pemaparan berikutnya oleh Pak B. Untoro yang lebih dikenal dengan panggilan Pak Uno. Pak Uno seorang numismatis dan penulis buku Oeang Noesantara. Ia pendiri organisasi numismatis CORE (Club Oeang Revoloesi).
Sepengetahuan Pak Uno, sebelum kata rupiah dikenal kata rupee, seperti Java Rupee dan Bristish Rupee. Koin itu bertanggal 1803. Baru pada 1832 muncul koin Hindia-Belanda bertuliskan Rupiyah menggunakan bahasa Jawa dan Arab. Ada lagi uang kertas Hindia-Belanda bertuliskan Rupiyah.
Pada masa pendudukan Jepang, uang kertas Dai Nippon Teikoku Seihu bertuliskan Roepiah. Selanjutnya kata Roepiah terdapat pada uang kertas Nederlandsch-Indie atau uang NICA.
Soal numismatik menjadi agenda pertama. Setelah itu berkenaan dengan diskusi soal dunia permuseuman.***
(bersambung)...
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H