Pada 1980-an saya beberapa kali mengunjungi Candi Borobudur. Bukan untuk rekreasi, namun untuk penelitian. Seingat saya, saya ke sana pada Maret 1984, lalu ke sana lagi pada awal 1985. Saya lupa bulan apa, namun yang jelas setelah Candi Borobudur diledakkan orang tidak bertanggung jawab. Peledakan Borobudur terjadi pada Januari 1985.
Dulu untuk meneliti Borobudur harus melewati beberapa instansi. Pertama, saya harus ke Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditlinbinjarah) di Jalan Cilacap, Jakarta Pusat.
Dari sana saya harus ke Proyek Konservasi Candi Borobudur (PKCB) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Saya bertemu dengan Pimpinan PKCB Pak Hadimuljono.
Mulailah bersiap-siap menuju Borobudur. Saya naik bus dari terminal Pulogadung menuju Yogyakarta. Dulu transportasi masih agak susah.
Setelah pagi hari sampai terminal Yogyakarta, saya beristirahat sambil cari-cari makanan. Maklum saya harus meminta izin ke kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Jawa Tengah di kompleks Candi Prambanan.
Karena kantor buka pukul 08.00, saya berangkat dari Yogya pukul 07.00. Kalau tidak salah, naik bus jurusan Yogya-Solo. "Jonggrang...Jonggrang," begitulah kata kondektur memberitahu saya. Di situlah saya turun.
Jonggrang atau lengkapnya Loro Jonggrang adalah nama lain buat Candi Prambanan. Penduduk lebih mengenal Jonggrang daripada Prambanan.
Saya segera menuju kantor SPSP Jawa Tengah. Kepala SPSP Jawa Tengah Pak I Gusti Ngurah Anom merangkap Koordinator Pelaksana Harian PKCB.
Setelah mendapat surat, saya menuju Muntilan. Dari Muntilan saya sambung dengan bus menuju Borobudur. Bus Ramayana amat dikenal pengunjung Borobudur.