Hanya sepintas dilihat, tergambar dari kecepatan berjalan. Wisatawan nusantara berjalan lebih cepat dibandingkan wisatawan mancanegara yang berjalan lambat-lambat. Mereka rupanya ingin menikmati relief cerita. Dilihat dari lama waktu kunjung, wisatawan nusantara hanya sekitar 30 menit di atas candi. Sebaliknya wisatawan mancanegara sekitar 60 menit di atas candi.
Pada akhir skripsi antara lain saya mengusulkan pembatasan jumlah pengunjung yang menaiki candi. Ini untuk menjaga kelestarian candi. Bayangkan, semakin banyak pengunjung, semakin sering gesekan alas kaki dengan batu. Berarti batu semakin aus.
Saya baca di media sosial, soal pembatasan pengunjung, umumnya masyarakat sepakat. Hanya soal Rp750.000 perlu dipertimbangkan. Begitu juga soal siapa-siapa saja yang boleh menaiki candi sampai ke puncak.
Sebenarnya ada yang mengusulkan agar Candi Borobudur menjadi tempat ibadah. Perlu diketahui Borobudur tergolong 'monumen mati'. Bukan 'monumen hidup' seperti wihara yang sering dipakai oleh masyarakat masa sekarang.
Untuk peristiwa-peristiwa penting, boleh saja Candi Borobudur dipakai untuk kegiatan keagamaan. Hanya secara terbatas di luar jam kunjung candi. Itu pun tetap memperhatikan aturan-aturan kelestarian candi.
Semoga masyarakat yang berkunjung ke Candi Borobudur akan mendapat bekal pengetahuan. Jangan seperti berkunjung ke obyek wisata pantai atau naik gunung yang cuma bersenang-senang. Kita harapkan juga fasilitas pendukung seperti museum dan pusat informasi dilengkapi dengan teknologi kekinian.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H