Dulu moralitas polisi banyak dipertanyakan. Suatu hari Presiden Abdurrahman Wahid ngobrol santai dengan para wartawan. Kata Gus Dur, panggilan akrab beliau, polisi yang baik itu cuma tiga, yakni polisi tidur, patung polisi, dan polisi Hoegeng. Sejak itulah lelucon khas Gus Dur terus beredar, bahkan sampai kini.
Hoegeng Iman Santoso, begitulah nama lengkap Hoegeng (1921-2004). Beliau menjadi Kapolri ke-5 mulai 1968, dikenal sebagai polisi paling berani dan jujur di Indonesia oleh media dan masyarakat. Hoegeng hidup pada era ketika banyak pejabat pemerintah melakukan korupsi. Sayang karena keberaniannya itu, jabatan Hoegeng berlangsung singkat: 3 tahun (1968-1971).
Selama kepemimpinan Hoegeng, menurut Buku Panduan Museum Polri (2009), banyak hal terjadi dalam tubuh Polri. Pertama, beliau melakukan pembenahan sehingga menghasilkan struktur baru yang lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, perubahan nama pimpinan polisi. Pada 1969, nama Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) diubah menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Selain itu sebutan Panglima AKRI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri).
Melihat banyak kecelakaan lalu lintas di jalan, Hoegeng pernah mengeluarkan ide orisinal pemakaian helm. Sayang, ide untuk mengurangi kematian itu ditentang banyak pihak. Soalnya Hoegeng dianggap bekerja sama dengan pengusaha. Pemakaian helm baru dilaksanakan pada 2009.
Ketika menjadi polisi, Hoegeng tidak memperbolehkan keluarganya menerima pemberian dari siapa pun. Termasuk melakukan perjalanan ke luar negeri dengan fasilitas negara. Ibu Hoegeng baru merasakan luar negeri setelah diberi hadiah oleh Kick Andy Show beberapa tahun lalu.
Setelah tidak menjabat Kapolri, Hoegeng mengisi acara di TVRI seperti "Hawaiian Seniors". Juga menyalurkan hobi melukis dan mengisi acara radio.
Pada masa Orde Baru, Hoegeng ikut menandatangani Pernyataan Keprihatinan atau Petisi 50. Nama Hoegeng diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Bhayangkara di Mamuju  dan  stadion sepak bola di Pekalongan, tempat ia sekolah MULO.
Soekanto
Menurut para pakar dan pengamat, sebenarnya ada lagi polisi jujur dan berani. Beliau adalah Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (1908-1993). Beliau adalah Kapolri pertama yang dulu bernama Kepala Kepolisian Negara (KKN). Beliau paling lama menjabat Kapolri (1945-1959). Ketika melantik Soekanto, Presiden Sukarno berpesan agar Soekanto membentuk kepolisian nasional yang terpecah-pecah pada masa Hindia-Belanda.
Sebagai KKN, beliau memiliki gagasan agar kepolisian berdiri sendiri dalam satu kementerian. Hal ini agar kepolisian bersifat independen, tidak diintervensi oleh masalah-masalah politik sehingga terbentuk kepolisian yang profesional. Â
Kehidupan Soekanto sangat sederhana sehingga menjadi panutan bagi bawahannya. Pada masa Orde Baru Soekanto menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Â Beliau mengajarkan Orhiba (Olahraga Hidup Baru) untuk kesehatan.
Soekanto dikenal visioner, disiplin, jujur, dan konsisten terhadap komitmen dalam membentuk dan membangun Kepolisian Nasional. Pada 10 November 2020 secara anumerta Soekanto memperoleh anugerah gelar Pahlawan Nasional Indonesia dari Presiden RI Joko Widodo.
Makam Hoegeng dan Soekanto
Sebenarnya sangat layak Hoegeng dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun menurut Hoegeng, sebagaimana tempo.co, tempat tersebut tidak lagi sakral. Pasalnya yang dikubur di sana tak hanya pahlawan, pemerintah turut mengubur para koruptor. Â
"Ah, nanti para koruptor menegur saya. Padahal saya mau istirahat," tutur Hoegeng. Akhirnya, Hoegeng dimakamkan di area pemakaman Tonjong, Bogor, Jawa Barat. Ia membeli lahan pemakaman itu karena ingin dikubur bersama keluarganya. Â
Sementara itu  Soekanto dimakamkan satu liang lahat dengan istrinya di TPU Tanah Kusir, Jakarta. Untuk menghormati jasa-jasanya, sebuah rumah sakit di Jakarta dinamakan Rumah Sakit Polri Soekanto. RS itu terletak di Kramat Jati, Jakarta Timur.
Selama bertahun-tahun makam Soekanto pernah tidak terurus. Maklum beliau tidak mempunyai anak. Rumahnya di kawasan Menteng dijual untuk dibagikan kepada keponakannya. Setelah itu Soekanto menempati rumah dinas Polri atas jasa Awaloedin Djamin, Kapolri ke-8. Di tempat itulah ia meninggal dalam kesunyian. Hanya makam Soekanto sering didatangi polisi yang ingin naik jabatan.
Barulah setelah menjadi Pahlawan Nasional, makam "Bapak Polisi Indonesia" itu dirawat oleh pihak berwenang. Saat ini kondisi makam jauh lebih bagus daripada sebelum beliau menjadi Pahlawan Nasional.
Sayang karena berada jauh di belakang, nama Soekanto kalau populer dibandingkan Hoegeng. Nama Soekanto patut dicatat sebagai polisi jujur dan berani sebelum Hoegeng. Lalu siapakah yang pantas disebut Polisi Teladan, Soekanto, Hoegeng, ataukah keduanya?***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H