Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Krisis Moneter (Krismon) dan Tragedi Mei 1998

9 Mei 2022   06:42 Diperbarui: 9 Mei 2022   06:49 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung BCA menjadi sasaran amukan massa (Sumber: liputan6.com)

Kalau kita lihat kalender 2022, pada Mei ini ada empat hari libur keagamaan, yakni 2 dan 3 Mei (Idulfitri), 16 Mei (Waisak), dan 26 Mei (Kenaikan Isa Almasih). Belum lagi kalau ditambah 1 Mei (Hari Buruh Internasional).

Bagi saya Mei selalu mengingatkan tragedi 1998. Ketika itu saya masih orang kantoran. Entah awalnya tanggal berapa, saya mendengar kerusuhan di berbagai kota. Seingat saya sebelum 12 Mei. Ternyata kerusuhan itu merembet ke mana-mana, termasuk ke Jakarta. 

Terjadi penjarahan barang, pembakaran bangunan, pembakaran kendaraan, sampai perusakan gedung. Pada 12 Mei saya masih di kantor. Semua pimpinan dan karyawan tetap waspada. Kantor saya di Jalan P. Jayakarta, Jakarta Pusat.

Akhirnya sehabis makan siang, kami dipulangkan. Soalnya keramaian sudah terjadi di Jakarta. Para mahasiswa sudah menduduki Gedung DPR.

Di kawasan Grogol, Jakarta Barat, sejumlah mobil dibakar massa  (Sumber: Majalah D & R/Rully Kesuma melalui kompas.com)
Di kawasan Grogol, Jakarta Barat, sejumlah mobil dibakar massa  (Sumber: Majalah D & R/Rully Kesuma melalui kompas.com)

Pembakaran bangunan dan mobil

Sesampainya di rumah, suasana pun tampak mencekam. Warga sudah bersiap-siap, takut ada kerusuhan. Ada yang membeli pukulan baseball yang panjangnya sekitar satu meter. Ada yang menyediakan besi untuk memberi tanda bahaya dengan memukul-mukul tiang listrik. Pokoknya semua warga sangat waspada, lengkap dengan alat pengaman yang ada.

Hanya radio yang menjadi pusat informasi. Di Jakarta ada beberapa radio yang selalu menyiarkan berita kerusuhan. Nah, pada 12 Mei 1998 itu di sekitar Kampus Universitas Trisakti, Grogol, sudah banyak massa. Mereka hendak bergabung dengan mahasiswa lain di Gedung DPR, namun urung. 

Sore hingga malam hari mulailah terjadi kerusuhan. Kemungkinan ada pihak-pihak luar yang mendompleng aksi mahasiswa. Mereka rupanya selalu mencari kesempatan untuk berbuat anarki.

Berita yang mengejutkan, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak. Siapa yang menembak? Sampai kini masalah itu belum terjawab. Mulailah kasak-kusuk yang tertuju kepada pejabat, namun entah bagaimana kelanjutannya.

Pada 13 Mei mulailah huru-hara di Jakarta. Toko-toko dan pusat-pusat perbelanjaan dibakar atau dijarah. Banyak kendaraan juga tidak luput dari pembakaran. Banyak gedung dilempari batu. Yang tragis terjadi di pusat perbelanjaan di Klender. Banyak penjarah tewas terbakar. 

Mereka berada di bagian dalam, mungkin susah keluar karena terjebak asap.

Gedung BCA menjadi sasaran amukan massa (Sumber: liputan6.com)
Gedung BCA menjadi sasaran amukan massa (Sumber: liputan6.com)

Naik ke atap Gedung DPR

Presiden Soeharto waktu itu sedang berada di Kairo. Saya lupa beliau mengikuti kegiatan apa. Pada 15 Mei beliau pulang lebih awal ke Indonesia. Namun suasana belum reda. Bahkan ada desakan supaya Soeharto mundur lebih cepat.

Desakan itu antara lain datang dari Ketua MPR/DPR Harmoko (1997-1999). Harmoko pernah menjadi Menteri Penerangan semasa pemerintahan Soeharto. "Saya minta saudara presiden mundur dari jabatannya," begitu kira-kira kata Harmoko pada 18 Mei 1998.

Saat itu demonstrasi mahasiswa semakin membesar. Bahkan mereka naik ke atap Gedung DPR di bilangan Senayan. 

Akhirnya pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mundur. Otomatis Wakil Presiden B.J. Habibie menggantikannya. Mahasiswa di Gedung DPR bersorak-sorai kegirangan. Mereka menari-nari. Bahkan beramai-ramai menceburkan diri ke kolam di halaman Gedung DPR. 

Itulah akhir masa Orde Baru (Orba) yang kemudian digantikan Orde Reformasi. Orba berkuasa di Indonesia selama 32 tahun, dari 1966 hingga 1998.

Mall Klender atau Plaza Yogya yang dibakar massa, banyak korban tewas ditemukan di dalam bangunan (Sumber: kompas.com melalui artikel.rumah123.com)
Mall Klender atau Plaza Yogya yang dibakar massa, banyak korban tewas ditemukan di dalam bangunan (Sumber: kompas.com melalui artikel.rumah123.com)

Rasial

Kerusuhan 1998 bersifat rasial.  Konon ada pemerkosaan. Jangan heran kalau banyak toko dan pusat perbelanjaan dibakar dan dijarah. Massa sulit dikendalikan. Apa yang bisa diambil, yah diambil. Ada ada alat elektronik, ada bahan makanan. Sasaran utama tentu saja toko swalayan.

Kerusuhan 1998 berawal dari Krisis Moneter (krismon) yang melanda Asia sejak 1997. Kalau tidak salah, Thailand negara Asia pertama yang terimbas krismon. Krismon hebat kemudian melanda Indonesia. Bayangkan nilai tukar dollar AS, yang tadinya $1 = Rp2.000, menjadi $1 = Rp16.000. Selanjutnya stabil pada kisaran $1 = Rp8.000. Bayangkan empat kali lipat dari keadaan normal. Kurs negara-negara lain pun ikut melambung.

Bayangkan, hutang Indonesia menjadi berkali-kali lipat besarnya. Akibatnya dikonversi menjadi saham oleh pihak asing. Jangan heran kalau banyak pihak asing menguasai saham pada banyak perusahaan. Tadinya perbandingan saham 60% Indonesia dan 40% asing. Setelah krismon berubah 60% asing dan 40% Indonesia. Bahkan ada yang lebih. Begitulah gambarannya.

Di masa krismon itu banyak bank kesulitan keuangan. Untuk mendapatkan dana masyarakat, mereka menerima deposito dengan bunga sekitar 65%. Dalam kondisi normal, bunga deposito paling-paling 20%.

Namun itu pun tidak mampu menyelamatkan banyak bank. Seingat saya beberapa bank ditutup permanen, dengan istilah dilikuidasi. Bank Hastin, Bank Harapan Sentosa, Bank Dagang Nasional Indonesia, Bank Windu Kencana, Bank Prima Express, dan Bank Andromeda sekarang tinggal kenangan. Kalau tidak salah ada 16 bank. Itulah krisis perbankan terbesar yang pernah dialami Indonesia.

Beberapa bank dimerger. Namun sahamnya lebih banyak dikuasai asing. Banyak bank supaya tidak kolaps mendapat dana dari Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tragisnya, banyak permainan kotor di sini. Banyak orang 'mengemplang' dana BLBI dan telah melalui proses hukum. Namun ada yang belum terungkap.

Entah berapa banyak orang kena PHK karena dampak krismon 1998. Beberapa rekan saya, tadinya punya usaha di pusat perbelanjaan. Ia naik BMW. Namun hasil usahanya bertahun-tahun hilang dalam sekejap karena tempat usahanya dijarah dan dibakar. Tidak ada lagi yang tersisa. Mereka kemudian memulai lagi dari nol dengan berjualan memakai sepeda.

Dalam masa Covid-19 sejak awal 2020 memang banyak orang kena PHK. Namun kasusnya tentu berbeda. Belajar dari masa lalu, semoga negara dan masyarakat kita aman dan tenteram. Tidak ada lagi kerusuhan yang membuat rugi orang banyak yang tidak bersalah. Hanya gotong royong yang menjadi kunci persatuan bangsa. Tragedi 1998 jangan sampai terulang dan harus menjadi pelajaran buat kita semua.***

  

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun