Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bedug, Perkembangan dari Nekara/Moko ataukah Berasal dari Tiongkok?

10 April 2022   08:27 Diperbarui: 29 Mei 2022   19:26 2521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa ratus tahun lalu jarak dari masjid ke rumah warga cukup jauh. Warga yang beragama Muslim pun belum banyak tahu kapan waktu beribadah. Maka sebagai tanda atau pemberitahuan datangnya waktu shalat, ditabuhlah bedug.

Bedug merupakan alat musik tabuh seperti gendang. Di bagian luar masjid, bedug diletakkan di atas batang kayu yang disilangkan. Ada juga yang digantung di bawah atap. Keletakan bedug harus cukup tinggi agar petugas mudah menabuh bedug. Maklum, posisi penabuh bedug harus berdiri. Alat bantu menabuh bedug berupa batang kayu berukuran sekitar 30 sentimeter.

Dulu bedug terbuat dari batang kayu besar yang bagian tengahnya dilubangi. Biasanya bedug memiliki panjang 1-1,5 meter. Besar lubang tidak sama karena satu bagian berukuran lebih besar. Pada bagian yang lebih besar itu ditutup dengan kulit hewan. Kulit itu berfungsi sebagai membran atau selaput gendang. Umumnya dari kulit lembu atau sapi karena berukuran cukup besar.

Setelah kayu gelondongan sulit diperoleh, pembuatan bedug menggunakan papan kayu yang dirangkai. Setelah rampung, badan bedug dicat dan diukir. Ada juga yang polos, ini hanya masalah keterampilan si pembuat.

Bila ditabuh, bedug menimbulkan suara berat, bernada khas, rendah, tapi dapat terdengar hingga jarak yang cukup jauh. Volume suara bedug jauh lebih besar daripada suara manusia atau bunyi-bunyian lain.

Bedug terbesar di dunia, lihat perbandingan dengan orang (Sumber: netizen.republika.co.id)
Bedug terbesar di dunia, lihat perbandingan dengan orang (Sumber: netizen.republika.co.id)

Nekara dan moko   

Ada pendapat bedug merupakan perkembangan dari nekara atau moko. Nekara adalah gendang perunggu berbentuk seperti dandang berpinggang pada bagian tengahnya dengan selaput suara berupa logam atau perunggu. Sebagai tinggalan masa lampau, nekara memiliki berbagai tipe. Arkeolog R.P. Soejono pernah meneliti nekara. Usia nekara mencapai ribuan tahun. Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa koleksi nekara perunggu, dari yang polos hingga berhiasan.

Pada zamannya, nekara dianggap benda suci yang berfungsi sebagai benda upacara, maskawin, dll. Mungkin juga sebagai genderang perang atau memanggil warga. Situs-situs arkeologi tempat penemuan nekara antara lain Jawa, Bali, Sumatera, Roti, Selayar, Gorom, dan Kepulauan Kei. Nekara yang kecil diberi nama Moko atau Mako, kebanyakan ditemukan di Alor.

Ada pendapat bedug berasal dari Tiongkok. Konon, ketika Cheng Ho atau Zheng He datang dari Tiongkok, ia singgah di Semarang. Ia disambut dengan baik oleh Raja Jawa pada masa itu. Ketika memasuki istana, pasukan Cheng Ho berbaris diiringi tabuhan bedug.

Saat meninggalkan istana, Cheng Ho hendak memberikan hadiah kepada raja. Karena terkesan dengan suara tabuhan tadi, raja mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah bedug menjadi bagian dari masjid.

Tabuhan semacam bedug di kui Jepang (Sumber: fun-japan.jp)
Tabuhan semacam bedug di kui Jepang (Sumber: fun-japan.jp)

Akulturasi budaya

Bedug juga terdapat di negara-negara Asia Timur, seperti Tiongkok, Korea, dan Jepang. Di sana bedug terdapat di kuil yang berfungsi sebagai alat komunikasi dalam ritual keagamaan.

Nah, inilah jeleknya benda budaya yang dikaitkan dengan politik. Bedug pernah dikeluarkan dari masjid karena dianggap produk non-Muslim. Lantas bedug digantikan pengeras suara. Seingat saya, seorang teroris yang divonis mati, pernah menghancurkan bedug di sebuah masjid.

Namun banyak warga Muslim masih tetap mempertahankan keberadaan bedug. Sebagai benda hasil akulturasi budaya tentu saja bedug menjadi ciri khas di banyak daerah. Bahkan festival bedug kerap diadakan di banyak tempat.

Bedug terbesar di dunia berada di dalam Masjid Darul Muttaqien, Purworejo. Pembuatan bedug  diperintahkan oleh Adipati Tjokronagoro I, Bupati Purworejo pertama. Bedug dibuat pada 1762 Jawa atau 1834 Masehi dan diberi nama Kyai Bagelen. Bayangkan, panjang 292 cm, dengan diameter depan 194 cm dan diameter belakang 180 cm. Kulit bedug berasal dari kulit banteng.***

 

Sumber bacaan:

https://id.wikipedia.org

https://republika.co.id

Mengenal Kebudayaan Islam (Taufiq. H. Idris, 1983)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun