Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sisa-sisa Komputer Jangkrik dan Disket untuk Menulis Artikel

5 April 2022   13:04 Diperbarui: 5 April 2022   13:06 1558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Drive A dengan disket besar/A dan drive B dengan disket kecil/B (Dokpri)

Ketika sedang beberes gudang rumah, terlihat ada dua buah komputer jadul yang teronggok. Inilah komputer pertama yang saya pakai dalam bekerja pada masa 1980-an. Yang pertama dikenal sebagai komputer 286, berdasarkan kecepatan prosesor. Monitornya masih monokrom, ibaratnya televisi hitam putih, belum berwarna.

Jangan membayangkan komputer pada masa sekarang. Dulu komputer menggunakan dua disket besar yang berukuran 5 inch. Ada dua drive pada komputer itu, disebut drive A dan drive B.

Untuk menggunakan komputer, kita harus memasukkan disket master pada drive A. Disket ini disebut DOS, Disc Operating System.

Setelah muncul tanda A> kita cabut disket DOS itu. Lalu kita masukkan disket program. Karena untuk mengetik, saya masukkan disket WS (WordStar) pada drive A. Saya mulai menggunakan WS4, yang terus berkembang. Terakhir saya menggunakan WS7.

Drive A dengan disket besar/A dan drive B dengan disket kecil/B (Dokpri)
Drive A dengan disket besar/A dan drive B dengan disket kecil/B (Dokpri)

Pada drive B saya masukkan disket data. Nah, apa yang kita tik akan tersimpan di disket data. Karena  disket hanya berkapasitas maksimum 640 KB, paling-paling hanya memuat 50-60 lembar print-out. Seandainya ingin membuat buku, perlu beberapa disket tentunya. Setiap bab harus memiliki disket sendiri.

Beberapa tahun kemudian muncul disket yang berukuran lebih kecil, yakni 3 inch. Namun kapasitas disket ini lebih besar daripada disket terdahulu. Tepatnya 1,44 MB, dengan catatan 1 MB = 1.000 KB. Berarti sekitar 100 lembar print-out.

WS hanya mampu mengetik dalam dua ukuran huruf atau dua font, yakni elit dan pica. Jadi tergantung kebutuhan. WS bisa membuat huruf tebal (bold), huruf miring (italic), dsb.  Kebutuhan kantor sangat tergantung dari WS.

Bersamaan dengan itu, muncul prosesor yang lebih cepat, yakni tipe 386 dan 486. Baru kemudian muncul tipe pentium 1 hingga pentium 4.

Disket besar dan disket kecil (Dokpri)
Disket besar dan disket kecil (Dokpri)

Harddisk

Komputer saya yang bertipe 486 sudah memiliki harddisk 20 MB. Seperti yang lama, komputer ini pun berkategori 'komputer jangkrik'. Maklum, teman saya yang merakitkan komputer ini. Dalam pemakaian sering berbunyi sehingga diistilahkan 'jangkrik'. Komputer branded sudah ada, namun masih mahal. Waktu itu harddisk 20 MB cukup besar. Saya isikan harddisk itu dengan program WS, Lotus (sekarang semacam Excel), dan beberapa game seperti tetris.

Sejak adanya harddisk muncul sistem operasi Windows yang dikembangkan Microsoft. Akibatnya WS, Lotus, dan lainnya tersingkirkan. Artinya jarang lagi dipakai orang. Orang-orang lebih tertarik paket Microsoft yang terdiri atas Microsoft Word (semacam WS) dan Microsoft Excel (semacam Lotus). Microsoft Word, yang sering disingkat Word saja, memiliki berbagai jenis huruf, seperti times roman, book antiqua, dan helvetica. Banyak font bisa dihasilkan lewat Word.

Pada 2000-an internet mulai marak di Indonesia. Namun belum banyak rumah yang memiliki internet. Di sekitar rumah saya, mulai tumbuh satu per satu warnet (warung internet). Dulu kalau menulis artikel dan ingin mengirim tulisan itu ke Kompas atau Suara Pembaruan, saya mengetik di rumah dengan Word. Lalu saya copy ke disket dan pergi ke warnet. Saya kirim lewat email.

Waktu itu tarif warnet Rp2.500 hingga Rp4.000 per jam. Saya mulai pasang internet pad 2009 dengan biaya bulanan Rp99.000.

Entah apakah sekarang disket 5 inch dan disket 3   inch itu bisa dibuka atau tidak. Soalnya teknologi sudah semakin maju sehingga teknologi lama ditinggalkan.***      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun