Kesebelasan Indonesia pernah disegani di Asia. Pada masa 1960-an hingga awal 1970-an prestasi kesebelasan kita cukup membanggakan. Paling tidak kita masuk 4 besar dalam berbagai turnamen. Bahkan pada 1956 pernah ikut Olimpiade dan sempat menahan imbang tim Uni Soviet.
Dulu ada berbagai turnamen sepakbola di sejumlah negara Asia. Malaysia menyelenggarakan Merdeka Games mulai 1957. Lalu ada Thailand dengan King's Cup mulai 1968. Korea Selatan menyelenggarakan President Cup mulai 1971. Mulai 1970 Jakarta menyelenggarakan Anniversary Cup. Belum lagi Aga Khan Gold Cup di Bangladesh dan Pesta Sukan di Singapura.
Tercatat Indonesia pernah juara di sejumlah turnamen itu. Dulu lawan terkuat adalah Burma, sekarang Myanmar. Juga Thailand. Kita sukar menang lawan mereka.
Mengalahkan Korea Selatan dan Jepang
Lawan-lawan lain mampu kita kalahkan. Mungkin kita akan terkejut kalau dulu Jepang dan Korea Selatan bukan saingan kita. Kita mudah mengalahkan mereka. Bahkan masyarakat kita sering mengejek Jepang. "Bangsa kate (pendek) mana bisa main bola," demikian ejek mereka. Beberapa kali kita mengalahkan Jepang. Skor terbesar sepengetahuan saya 9-2. Saya lupa dalam pertandingan apa.
Korea Selatan pun beberapa kali kita taklukkan. Skor terbesar adalah 5-2, saat Anniversary Cup 1972. Sekarang jangankan menang, seri pun susah sekali. Kita selalu kalah lawan Jepang dan Korea Selatan. Tak heran kedua negara itu beberapa kali tampil dalam perhelatan Olimpiade dan Piala Dunia. Kita sekali pun belum pernah ikut Piala Dunia.
Dulu, selain turnamen resmi, ada pula pertandingan persahabatan. Kita selalu mengundang tim-tim kuat mancanegara. Mungkin itu yang membuat kesebelasan kita cukup kuat.
Saya ingat ketika masih SD pernah menonton pertandingan internasional. Saya lupa nama kesebelasan Uni Soviet apa, tapi kipernya Lev Yashin. Waktu itu nama Lev Yassin sangat disegani sebagai kiper dunia. Dalam pertandingan itu gawang Yashin tidak kebobolan.
Legenda sepakbola Brasil, Pele, pernah datang bersama kesebelasan Santos. Saya juga pernah nonton di Istora Senayan pada 1972. Wow penuhnya penonton ingin menyaksikan Pele. Waktu itu Santos menang tipis 3-2. Salah satu gol Santos disarangkan Pele. Sementara 2 gol Indonesia diborong Risdianto.
Risdianto beroperasi sebagai penyerang tengah. Senterpur, begitu orang menyebutnya kala itu. Dia begitu berbahaya sehingga dijuluki 'hantu kotak penalti'. Entah ada julukan lain yang saya lupa.
Sebelum Risdianto muncul, pemain yang sering disebut-sebut Sutjipto Suntoro, Abdul Kadir, Iswadi Idris, Jacob Sihasale, dan Judo Hadiyanto sebagai kiper. Kadir beroperasi di sayap kiri dan Iswadi di sayap kanan. Begitu yang saya ingat. Kadir dan Iswadi pernah menyandang top scorer atau pemain terbaik dalam beberapa turnamen.
Pada 1970-an prestasi timnas PSSI mulai menurun. Hanya pada 1976 kita pernah mencapai final pada perebutan satu tempat untuk Olimpiade. Sayang kita kalah lawan Korea Utara lewat adu penalti.
Selepas 1976, prestasi terus merosot. Di tingkat Asia Tenggara pun jarang sekali merebut medali emas SEA Games.
Entah kapan kita bisa seperti era 1960-an dengan memiliki kesebelasan yang kuat. Apakah kita menurun atau konstan, sementara lawan semakin hebat? Semoga kita mampu mencari 11 orang hebat di antara 200 jutaan rakyat Indonesia.*** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H