Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Kisah Unik Pebulutangkis Tiongkok Asal Indonesia

24 Maret 2022   07:57 Diperbarui: 31 Maret 2022   03:09 2547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Indonesia di dunia bulutangkis mulai dikenal pada 1958. Ketika itu Indonesia menjadi juara Piala Thomas setelah mengalahkan Malaya (kini Malaysia) di final. Tahun berikutnya, 1959, Tan Joe Hok dan Ferry Sonneville bertemu di final All England. Pertandingan itu dimenangkan oleh Tan Joe Hok.

Sayang ketika itu Tan Joe Hok (lahir 1937) terombang-ambing antara bulutangkis dan studi. Akhirnya ia memilih studi. Sebenarnya ketika itu ada beberapa teman seangkatannya. Namun mereka juga memilih studi. Karena itulah harapan ditumpukan kepada yuniornya.

Tong Sin Fu vs Hou Jia Chang pada Ganefo 1963 (Sumber: YouTube Mynah Bird)
Tong Sin Fu vs Hou Jia Chang pada Ganefo 1963 (Sumber: YouTube Mynah Bird)

Tong Sin Fu 

Ada beberapa pemain yunior yang tergolong menonjol. Di antaranya Tong Sin Fu atau Tang Xien Hu dan Hou Chia Chang atau Ho Jia Zhang. Tong lahir pada 1942 di Lampung dan Hou lahir pada 1942 di Surabaya. Ketika itu Tong dan Hou digadang-gadang menjadi duplikat Tan Joe Hok.

Namun pada 1960 ada peraturan pemerintah tentang kewarganegaraan, sehingga Hou dan Tong memilih kembali ke Tiongkok. Bersama mereka, ikut pula Wang Wen Jiao, Fang Kai Xiang, dan Chen Tien Hsiang yang juga pemain bulutangkis yunior.

Di Tiongkok, Tong, Hou, dan beberapa temannya itu mengembangkan bulutangkis.  Meskipun bulutangkis belum populer, Tong dkk mampu beradaptasi. Di Tiongkok karier bulutangkisnya berkembang pesat.  Tong berhasil meraih status sebagai juara di level nasional. 

Namun, karier Tong sebagai pebulutangkis sempat terganggu. Soalnya pemerintah Tiongkok  membuat kebijakan yang membatasi ruang gerak atlet mereka. Pemerintah Tiongkok tak mengizinkan atlet-atletnya untuk mengikuti turnamen di panggung Eropa atau di negara-negara yang tak sealiran dengan mereka.  

Kiprah Tong dkk di dunia bulutangkis akhirnya mandek. Mereka populer di dalam negeri saja. Akibatnya gaung mereka di panggung internasional tak setenar Tan Joe Hok atau Erland Kops asal Denmark.

Paling tinggi Tong pernah tampil di ajang Ganefo (Games of The New Emerging Force) pada 1963 dan 1966. Tong meraih gelar juara tunggal putra. Tong juga pernah memenangkan dua medali perunggu di Asian Games 1974, di ganda putra bersama Chen Tien Hsiang dan di ganda campuran bersama Chen Yuniang. Pada Asian Games 1978, Tong meraih gelar di nomor ganda campuran bersama Zhang Ai Ling dan medali perak di sektor ganda putra bersama Lin Shin Chuan.

Pada 1976 Tong dkk melawat ke Eropa. Tentu saja Denmark menjadi tujuan utama. Maklum kekuatan Eropa bertumpu pada Denmark. Erland Kops pun menjajal kemampuan mereka dan kalah. Begitu pula Svend Pri dan Elo Hansen, dua pemain kuat pengganti Kops. Kedua pemain Denmark itu tak mampu mengalahkan Tong dan Hou di sektor tunggal. Selama lawatan ke Eropa, Tong dkk tak terkalahkan.

Svend Pri, pemain terbaik Denmark, berkomentar singkat. "Hartono tak mungkin dapat mengalahkan mereka," katanya. Hartono yang dimaksud adalah Rudy Hartono (lahir 1949). Svend Pri merupakan musuh bebuyutan Rudy Hartono sejak 1970. Rudy sendiri adalah juara All England 7 kali berturut-turut pada 1968---1974. Diseling Svend Pri pada 1975, Rudy merebut kembali All England pada 1976.

Sayang sepanjang kariernya Rudy tak pernah bertemu dengan dua pemain Tiongkok itu. Rudy hanya pernah bertemu Luan Jin pada tunggal ketiga Piala Thomas 1982. Rudy kalah sehingga Piala Thomas terbang ke Tiongkok.  

Iie Sumirat pada Invitasi Asia 1976 (Sumber: YouTube Mynah Bird)
Iie Sumirat pada Invitasi Asia 1976 (Sumber: YouTube Mynah Bird)

Invitasi Asia

Tiongkok menjadi anggota PBB pada 1971 menggantikan posisi Taiwan. Sejak itu masih ada perseteruan politik yang berdampak pada olahraga. Organisasi bulutangkis pun mulai terpecah, ada IBF dan ada WBF yang terbentuk kemudian.

Rupanya ada upaya menggagalkan All England 1976 yang dinaungi IBF. Bersamaan dengan itu diselenggarakan invitasi bulutangkis Asia di Bangkok di bawah komando WBF. Sebagai negara besar bulutangkis Indonesia ikut keduanya.

Para pemain yang dikirim ke All England 1976 adalah Rudy Hartono, Liem Swie King, serta Tjuntjun/Johan Wahyudi. Sementara yang dikirim ke Invitasi Asia Iie Sumirat dan Christian Hadinata/Ade Chandra.

Pada All England 1976 Rudy mengalahkan King di final, sementara Tjuntjun/Johan Wahyudi dikalahkan Kihlstrom/Froman di final. Hasil membanggakan juga diraih pada Invitasi Asia. Iie Sumirat berhasil juara setelah mengalahkan Tong di semifinal dan Hou di final. Chritian/Ade juga mengalahkan ganda Tiongkok.

Pertemuan dengan pemain Tiongkok terjadi lagi pada Kejuaraan Asia 1976. Liem Swie King mampu mengalahkan Tong di semifinal, namun kalah dari Hou di final.

Pada 1986 Tong kembali ke Indonesia sebagai pelatih. Ia mempunyai nama baru Fuad Nurhadi. Di sini Tong banyak memunculkan pemain putra dan putri yang meraih gelar internasional.   

Semasa masih menjadi pelatih Indonesia, ternyata Tong juga berjuang untuk mendapatkan status Warga Negara Indonesia (WNI), termasuk untuk istri dan anaknya. Sayangnya, perjuangan Tong tak berujung manis dan permohonan kewarganegaraannya ditolak pada 1998. Demikian menurut indosport.com.

Akhirnya Tong angkat kaki dari Tanah Air dan berhasil membesarkan kembali dunia bulutangkis di Tiongkok.

Begitulah kisah unik pebulutangkis Tiongkok asal Indonesia bernama Tong Sin Fu. Dibina di Indonesia, lalu berkiprah atas nama Tiongkok, selanjutnya membina di Indonesia, dan akhirnya kembali ke Tiongkok.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun