Salah satu kejuaraan bulutangkis perorangan tertua dan bergengsi di dunia adalah All England. All England berlangsung setiap tahun di Inggris. Ada lima nomor dipertandingkan dalam All England, yakni tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.
Selama kejuaraan berlangsung sejak 1899, All England banyak mencetak sejarah. Pemain Indonesia Rudy Hartono tercatat menjadi juara All England 7 kali berturut-turut pada 1968-1974. Lalu juara lagi pada 1976. Pada 1975 ia dikalahkan Svend Pri dari Denmark di final. Total Rudy menyabet 8 gelar tunggal putra All England.
Lalu ada Gao Ling/Huang Sui, ganda putri Tiongkok yang meraih gelar 6 kali beruntun pada 2001-2006. Pada 1981 terjadi kejutan ketika Sun Ai Hwang dari Korea Selatan merebut gelar tunggal putri. Waktu itu Korea Selatan belum diperhitungkan di dunia bulutangkis.
Begitu juga dengan Ib Frederiksen dari Denmark yang bukan pemain unggulan. Tanpa diduga pada 1988 ia meraih gelar tunggal putra All England.
Triple Champions
Rata-rata peraih juara hanya bermain pada satu nomor. Jarang sekali ada yang bermain untuk dua nomor, apalagi tiga nomor. Nah pada 1976 terjadi keistimewaan. Pemain Inggris Gillian Gilks meraih tiga gelar All England pada nomor tunggal putri, ganda putri (berpasangan dengan Sue P. Whetnall), dan ganda campuran (berpasangan dengan Derek Talbot). Gilks satu-satunya pemain yang pernah merasakan triple champions. Luar biasa.Â
Tahun-tahun berikutnya Gilks hanya mampu meraih tunggal putri (1978), ganda putri (1980 dengan Nora Perry), dan ganda campuran (1982 dan 1984 dengan Martin Dew). Dulu ganda campuran belum diminati para pemain Asia.
Pemain putri Indonesia yang tergolong istimewa adalah Imelda Wigoena. Pada 1979 ia meraih gelar ganda putri (berpasangan dengan Verawaty Wihardjo) dan ganda campuran (berpasangan dengan Christian Hadinata). Imelda hanya meraih double champions. Â Â
Sistem pindah bola
Kalau sekarang sistem pertandingan berupa rally point, dulu masih memakai sistem pindah bola. Artinya yang mendapat angka adalah pemain yang memegang shuttlecock. Pemenang adalah pemain yang memperoleh angka 15, kecuali kalau ada deuce. Kalau berada pada kedudukan 13-13, maka permainan sampai 18. Kalau pada kedudukan 14-14, dilanjutkan sampai 17. Dulu durasi pertandingan bisa panjang.
Bayangkan, untuk satu pertandingan saja bisa lebih dari 2 jam. Apalagi kalau terjadi deuce dan rubber set. Nah, bisa juara double champions atau triple champions tentu memakan tenaga yang luar biasa.
Karena durasi terlalu lama, apalagi dikaitkan dengan iklan, maka beberapa kali peraturan dunia bulutangkis diubah. Saat ini menggunakan sistem rally point. Deuce berlaku pada kedudukan 20-20. Pemenang mencapai selisih 2 angka atau pemain yang lebih dulu mencapai angka 30.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H