Penggalian arkeologi di situs Bongal, Tapanuli Tengah, menghasilkan berbagai artefak atau temuan benda kuno. Sejak 2021 memang situs Bongal tengah diteliti oleh para arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Utara, yang kemudian berubah nomenklatur menjadi Kantor Arkeologi Sumatera Utara. Sejak awal 2022 Balai Arkeologi yang tadinya di bawah Kemendikbudristek beralih ke BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).
Banyak temuan arkeologi selama beberapa kali ekskavasi di situs Bongal. Ada yang mengandung pertanggalan mutlak seperti prasasti (pada kayu dan logam), koin, dan keramik. Ada juga sisa tumbuhan, sisa tulang hewan, butiran emas, dan manik-manik.
Lihat beberapa tulisan tentang situs Bongal:
[Pertama]
[Kedua]
Manik-manik
Rabu, 16 Maret 2022, malam Pak Ery Soedewo, arkeolog dari Kantor Arkeologi Sumatera Utara, memaparkan berbagai temuan hasil ekskavasi, antara lain manik-manik. Berbagai manik-manik batu dan manik-manik kaca berhasil diangkat dari situs Bongal.
Manik-manik adalah benda kecil yang umumnya berbentuk bulat dan memiliki lubang pada bagian tengah. Lubang itu digunakan untuk memasukkan tali sehingga menghasilkan roncean/untaian manik-manik.
Berdasarkan bukti-bukti arkeologi, sebagaimana buku Eksotisme Manik-manik Menembus Zaman tulisan Nasruddin, manik-manik telah dikenal sejak zaman prasejarah. Zaman prasejarah berjalan selama ribuan tahun dan berakhir pada abad ke-4 setelah ditemukannya sumber tertulis berupa Prasasti Yupa di Kalimantan Timur. Sejak itu berjalan zaman sejarah.Â
Manik-manik kuno yang dijumpai di Indonesia memiliki keterikatan dengan manik-manik dari berbagai negara. Tidak heran manik-manik dipakai untuk kajian sejarah dan budaya masa lampau. Misalnya untuk kajian pelayaran dan perdagangan internasional. Tentu saja hal itu akan memperluas wawasan kita tentang sejarah kuno Nusantara.
Amulet
Manik-manik atau beads (Inggris), berasal dari kata bede yang berarti benda untuk memuja. Awalnya manik-manik dikaitkan dengan amulet atau jimat sehingga dihubungkan dengan religi dan upacara.
Menurut Nasruddin, manik-manik dibuat manusia purba sejak masa paleolitik. Bukti-bukti arkeologisnya terdapat pada dua kerangka manusia purba di Rusia. Uniknya, manik-manik itu terbuat dari gading gajah purba (mammoth) yang dijahitkan pada pakaian mereka.Â
Pada masa berikutnya--neolitik, manik-manik masih banyak ditemukan. Selain jenisnya semakin bervariasi, teknik pembuatannya juga semakin canggih.
Di Nusantara, manik-manik yang digunakan dalam kaitan dengan religi, ditemukan di situs-situs kubur atau pemujaan, antara lain di Pasemah (Sumatera Selatan), Pasir Angin (Bogor), Gunung Kidul (Yogyakarta), Plawangan (Rembang), Gilimanuk (Bali), dan Lewoleba (NTT). Â Temuan-temuan itu terdapat di situs kubur dengan wadah (peti kubur batu, sarkofagus, dolmen, tempayan, kubur silindrik). Ada juga temuan manik-manik tanpa wadah. Jadi manik-manik berfungsi sebagai bekal kubur.
Beberapa sarjana pernah mengupas manik-manik kuno. Pertama adalah ilmuwan Barat seperti G. Rouffaer, A.W. Nieuwenhuis, dan Th. Van der Hoop. Baru kemudian muncul J. Ratna Indraningsih Panggabean dan Sumarah Adhyatman. Sebagian besar menguraikan manik-manik berdasarkan bentuk dan pola hiasnya. Sebagian lagi mengupas manik-manik berdasarkan konteks ekskavasi dan analisis kimiawi.
Bahan manik-manik
Ada berbagai bahan yang teridentifikasi sebagai bahan dasar pembuatan manik-manik. Umumnya berbahan batu dan kaca, sebagaimana temuan dari situs Bongal. Namun sesungguhnya banyak bahan untuk membuat manik-manik, tentu tergantung dari lokasi geografi. Manusia prasejarah menggunakan manik-manik berbahan kayu, tulang, dan cangkang kerang. Pada masa yang lebih muda, manik-manik terbuat dari bahan batuan setengah mulia, terakota, kuarsa, karnelian, dan kalsedon.
Kemungkinan besar pada masa Hindu-Buddha manik-manik digunakan untuk upacara keagamaan, sebagai perhiasan, dan benda dagang. Beberapa arca kuno sering digambarkan menggunakan untaian manik-manik pada leher/badan mereka.
Masa Islam juga mengenal manik-manik, antara lain ditemukan di Demak (Jawa Tengah), Bukit Patenggeng (Subang, Jawa Barat), dan Banten. Manik-manik itu, masih menurut Nasruddin, terbuat dari terakota, batu pasir, batu mulia, kaca, karnelian, dan kuarsa.
Manik-manik memiliki berbagai bentuk, warna, dan bahan. Para pakar termasuk kolektor, misalnya, membagi manik monokrom menjadi manik tarik, manik tembus cahaya, manik segienam, dan manik beruas-ruas. Ini tentu memperkaya pengetahuan kita.
Sumarah Adhyatman dalam buku Manik-manik di Indonesia, memperkaya pengetahuan lagi dengan istilah manik belimbing dan manik merah.
Manik-manik masih ditemukan pada berbagai suku bangsa sampai sekarang. Banyak arti dan makna manik-manik buat mereka, antara lain sebagai benda keramat yang mengandung daya kosmik, sebagai benda bumi yang eksotik, sebagai benda budaya dalam berbagai tradisi, dan sebagai media pemujaan.
Pada masa abad ke-16 hingga manusia modern sekarang, manik-manik banyak digunakan sebagai perhiasan, seperti gelang dan kalung. Bahkan untuk pernak-pernik pakaian dan hiasan pada benda tertentu, seperti keranjang. Boleh dibilang manik-manik menyimbolkan status sosial seseorang, dilihat dari kemegahan manik-manik dan warna-warni yang dikenakan.
Buat para arkeolog, tentu saja manik-manik berperan sebagai sumber sejarah masa lampau. Bahkan dulu pernah digunakan sebagai mata uang primitif. Untuk mengkajinya, banyak hal harus dilakukan, antara lain memperbandingkan temuan sejenis dari wilayah/negara lain dan menguji umur manik-manik lewat analisis laboratorium. Untung saja, koleksi manik-manik bisa dilihat pada sejumlah museum. Dengan demikian kita bisa mengetahui kekhasan setiap daerah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H