Hari ini umat Hindu merayakan Nyepi. Nuansa Nyepi amat terasa di Bali karena penyeberangan dari dan ke luar Bali ditutup. Obyek wisata menghormati suasana Nyepi sejak bertahun-tahun lalu. Toleransi beragama amat kental di Bali sehingga terjalin perdamaian antaragama di sana.
Tanggal perayaan Nyepi tidak selalu sama setiap tahun. Soalnya perhitungan Nyepi berdasarkan kalender Saka. Kalender Saka yang berasal dari India ini merupakan penanggalan syamsiah-kamariah (candra-surya) atau kalender luni-solar. Era Saka dimulai pada 78 Masehi. Dengan demikian Tahun 1 Saka identik dengan Tahun 79 Masehi. Kalender Saka berawal pada Sabtu 14 Maret 78 Masehi.
Tercipta karena peperangan
Tahun Saka tercipta karena peperangan antarsuku di India. Sebelumnya banyak suku bangsa saling bermusuhan. Suku bangsa Saka benar-benar bosan dengan keadaan itu. Arah perjuangannya kemudian dialihkan, dari politik dan militer untuk merebut kekuasaan menjadi perjuangan kebudayaan dan kesejahteraan. Â
Ketika pada 125 SM (Sebelum Masehi) dinasti Kushana dari suku bangsa Yuehchi memegang tampuk kekuasaan di India, mereka terketuk oleh perubahan arah perjuangan suku bangsa Saka yang tidak lagi haus kekuasaan itu. Â
Pada 79 Masehi, Raja Kaniska I dari dinasti Kushana dan suku bangsa Yuehchi mengangkat sistem kalender Saka menjadi kalender kerajaan. Sejak itu bangkitlah toleransi antarsuku bangsa di India untuk bersatu padu membangun masyarakat sejahtera. Akibat toleransi dan persatuan itu, sistem kalender Saka semakin berkembang mengikuti penyebaran Hindu.
Pada abad ke-4 Masehi agama Hindu, termasuk kalender Saka, berkembang di Nusantara. Namun kalender Saka itu dimodifikasi oleh beberapa suku bangsa, terutama suku Jawa dan Bali. Di Jawa dan Bali kalender Saka ditambah dengan cara penanggalan lokal. Â Banyak prasasti kuno dari Jawa dan Bali memiliki beberapa unsur penanggalan, antara lain tahun, bulan lunar, bulan solar, dan satuan waktu.
Pada kalender Saka, bulan dibagi menjadi dua bagian, yaitu suklapaksa/paro terang (dari bulan mati sampai purnama) dan kresnapaksa/paro gelap (dari selepas purnama sampai menjelang bulan mati).Â
Masing-masing bagian berjumlah 15 atau 14 hari (tithi). Sedangkan tahun baru terjadi saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) yakni pada awal musim semi.Â
Nama-nama bulan kalender Saka adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, dan Phalguna. Karena kalender Saka merupakan kalender lunisolar, agar sesuai kembali dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergiliran setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya, Asadha, dan Dwitiya Srawana.
Kalender Saka bisa dikonversi ke kalender Masehi. Ahli prasasti L. Ch. Damais pernah mengeluarkan metode konversi lebih 100 tahun lalu. Sekadar gambaran, pada Prasasti Lintakan tertulis "pada tanggal 12 Suklapaksa bulan Srawana tahun 841 Saka" dikonversi menjadi 12 Juli 919 Masehi. Contoh lain, Prasasti Linggasuntan yang bertarikh "tanggal 12 Kresnapaksa bulan Bhadrawada tahun 851 Saka menjadi 3 September 929 Masehi. Â
Di Jawa kalender Saka sangat berpengaruh, terlebih dengan munculnya cerita Aji Saka. Sultan Agung kemudian memperkenalkan kalender Jawa Islam yang merupakan perpaduan antara kalender Islam dan kalender Saka. Di Bali kalender Saka yang telah ditambahi dengan unsur-unsur lokal dipakai sampai sekarang. Begitu pula di beberapa daerah di Jawa, seperti di Tengger yang banyak penganut Hindu.
Perayaan Tahun Saka pada bulan Caitra ini dijelaskan dalam Kakawin Nagarakretagama. Di Bali, perayaan Tahun Saka ini dirayakan dengan Hari Raya Nyepi berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala. Biasanya jatuh pada Maret atau awal April.***
Sumber:
- https://gerokgak.bulelengkab.go.id
- https://id.m.wikipedia.org
- Romila Thapar, A History of India 1, 1982 Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H