Boleh dibilang prestasi sepakbola Indonesia hanya di tingkat Asia Tenggara. Prestasi terbaik dicapai ketika belum lama ini kesebelasan Indonesia mencapai final Piala AFF. Namun akhirnya takluk oleh kesebelasan Thailand. Sudah beberapa kali memang Thailand selalu mengalahkan Indonesia.
Entah mengapa prestasi Indonesia masih terkesan mandek. Sebaliknya negara-negara lain sudah maju. Beberapa tahun lalu untuk memajukan persepakbolaan Indonesia, pemerintah mengambil langkah naturalisasi. Sejumlah pesepak bola dari sejumlah negara yang dianggap potensial, ditawari kewarganegaraan Indonesia. Ironisnya, tetap saja persepakbolaan Indonesia belum maju.
Sering kali timbul guyonan, dari 270 juta penduduk Indonesia, kok susah sekali mencari 11 orang. Lebih gampang menghasilkan koruptor daripada menghasilkan pesepak bola.
Melihat ke belakang
Kita perlu melihat ke belakang. Dulu prestasi sepak bola di tingkat Asia cukup lumayan. Kita pernah mengalahkan Jepang dengan skor cukup telak. Waktu itu Jepang diolok-olok "ayam kate yang gak bisa main sepak bola". Kita pun pernah mengalahkan Korea Selatan. Sekarang jangan harap bisa mengalahkan Jepang dan Korea Selatan. Menahan seri pun sudah prestasi luar biasa. Kita pasti tahu Jepang dan Korea Selatan sudah berprestasi tinggi di Asian Games, Olimpiade, dan Piala Dunia.
Kalau kita lihat juara-juara Asian Games, terlihat sejak 1970 kiblat sepak bola Asia sudah berubah. India pernah juara Asian Games pada 1951 dan 1962. Lalu Cina Taipei juara pada 1954 dan 1958. Selanjutnya Myanmar juara pada 1966 dan 1970. Sejak 1974 sepak bola dikuasai negara-negara Asia Barat dan Asia Timur. Â
Pada 1960-an hingga 1970-an banyak turnamen sepak bola di Asia. Malaysia menyelenggarakan Merdeka Games, Thailand dengan King's Cup, dan Korea Selatan dengan President Cup. Indonesia sendiri menyelenggarakan Anniversary Cup untuk tingkat negara dan Marah Halim Cup (nama Gubernur Sumatera Utara waktu itu) untuk tingkat lebih kecil. Kesebelasan Indonesia hampir selalu masuk 4 besar.
Judi dan suap
Sejak merebaknya judi dan suap, prestasi Indonesia mundur drastis. Menurut FIFA per akhir Januari 2022, Indonesia menduduki peringkat 160. Bayangkan sangat mundur sekali.
Kita pernah bertanding dengan kesebelasan dari negara-negara yang sering dilanda konflik perang saudara. Dengan Kamboja, Irak, Lebanon, dan Palestina kita keok. Logikanya kan, mereka berlatih di antara desingan peluru atau bahkan bom. Sementara kita di sini kita berlatih dengan tenang.
Apa yang salah dengan sepak bola kita? Mencari pelatih asing sudah dilakukan, antara lain Ivan Kolev (Bulgaria), Peter White (Inggris), Alfred Riedl (Austria), Wim Rijsbergen (Belanda), Pieter Huistra (Belanda), Luis Milla (Spanyol), Simon McMenemy (Skotlandia), dan Shin Tae Yong (Korea Selatan). Namun tetap, prestasi kita belum membanggakan. Padahal, sepak bola termasuk olahraga paling populer karena ditonton banyak orang.
Selain kesebelasan nasional, prestasi tim-tim liga pun belum tinggi. Bahkan beberapa kesebelasan pernah dicukur lawan dengan skor cukup telak.
Meskipun prestasinya masih melempen, namun ada kebanggaan bila menonton pertandingan sepak bola kelas liga. Kita bisa menonton dua pertandingan sekaligus, yakni sepak bola dan tinju. Maklum, banyak pemain sering adu jotos di lapangan karena berbagai hal, seperti menganggap keputusan wasit menguntungkan satu pihak. Nah, wasit perlu menjaga sportivitas.
Memang sejak lama banyak pemain Indonesia, merumput di liga-liga mancanegara. Hal ini cukup membanggakan, meskipun masih di liga tingkat rendah. Semoga nanti ada yang bermain untuk liga-liga utama Eropa. Pemain Jepang dan Korea Selatan sudah banyak merumput di sana. Begitu pun dari negara-negara Asia Barat.
Naturalisasi sudah, mendatangkan pelatih asing sudah, hanya prestasi tinggi yang belum. Mungkin sementara ini mendatangkan pelatih kelas tinggi pun, seperti Pep Guardiola atau Jose Mourinho, tidak menjamin prestasi bagus. Mari kita genjot agar 1-2 tahun mendatang sepak bola kita dikenal luas di mancanegara.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H