Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kutukan Prasasti Kuno di Jawa Paling Mengerikan, "...Belah Kepalanya, Makan Dagingnya, Minum Darahnya..."

17 Februari 2022   09:43 Diperbarui: 17 Februari 2022   09:51 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi prasasti yang ditulis dengan aksara kuno (Sumber: Buku Prasasti Batu I, Museum Nasional Indonesia, 2016)

Beberapa prasasti kutukan juga terdapat di Sumatera, berasal dari masa Kerajaan Sriwijaya. Namun umumnya berisi kutukan kepada siapa saja yang tidak taat kepada raja. Tentu untuk melanggengkan kekuasan raja.

Prasasti yang paling dikenal bernama Telaga Batu, berasal dari abad ke-7. Seperti halnya Prasasti Kampak, Prasasti Telaga Batu kini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Ancaman itu ditujukan kepada siapa pun, seperti keluarga raja, pejabat kerajaan, dan para pekerja. Bahkan masyarakat awam.

Lihat saja terjemahan bebas prasasti tersebut,

"... -para putra raja, para pemimpin, para komandan tentara, para nyaka, para pratiaya, para hakim, para pemimpin (?), pengamat para buruh, para pengamat kasta-kasta yang rendah, para pembuat pisau, para kumrmtya, para cthabhata, para adhikaraa ... (?). para juru tulis, para pemahat, para kapten bahari, para pedagang, para komandan ... (?), dan engkau- para tukang cuci dan ini, apabila kalian tidak setia kepadaku, kalian akan mati oleh kutukan ini".

(Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id).

Sebenarnya banyak prasasti menarik dikaji. Mungkin saja ada relevansinya dengan kehidupan sekarang. Ada prasasti tentang persoalan hukum dan utang-piutang. Ada prasasti sebagai tanda kemenangan. Pokoknya banyak jenis prasasti dan info di dalamnya.

Namun banyak prasasti masih perlu pembacaan ulang. Mungkin saja ada masalah dengan persoalan budaya. Maklum dulu pembaca prasasti adalah bule-bule Eropa. Ironisnya, banyak prasasti sudah terpenggal, aus/rusak, bahkan ada yang dirusak dengan sengaja.

Kita harapkan makin banyak masyarakat Indonesia yang menggeluti dunia epigrafi, yakni pengetahuan yang mempelajari prasasti. Soalnya banyak prasasti ditulis dalam aksara dan bahasa kuno, seperti Jawa Kuno, Sunda Kuno, Bali Kuno, Sumatera Kuno, belum lagi Pallawa dan Prenagari. Tentu perlu pakar alihaksara, alihbahasa, dan penafsiran. Maklum, bahasa-bahasa tersebut tersebut sekarang sudah menjadi bahasa mati.***

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun