Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wayang Ada di Banyak Agama dan Etnis, Bukti Toleransi di Nusantara

16 Februari 2022   08:03 Diperbarui: 24 Maret 2022   08:07 2605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wayang kulit Cirebon (Sumber: cirebonkota.go.id)

Lain dari itu, pengelana Tiongkok bernama Ma-huan membuat laporan  ke kaisar bahwa dia sangat terpukau oleh wayang beber yang diselenggarakan di Kerajaan Majapahit.

Wayang kulit Cirebon (Sumber: cirebonkota.go.id)
Wayang kulit Cirebon (Sumber: cirebonkota.go.id)

Dakwah

Kesenian wayang semakin populer pada masa kerajaan-kerajaan Islam, seperti Demak, Pajang, dan Mataram. Para wali sering memberikan dakwah lewat wayang. Banyak keraton pun sering menyelenggarakan pergelaran wayang. Bahkan toleransi beragama selalu terwujud lewat wayang karena berbagai lakon berasal dari kitab Ramayana, Mahabharata, dan kitab-kitab Hindu lainnya. Baru puluhan tahun kemudian kisah-kisah pengaruh Islam memerkaya lakon wayang, yang umumnya cuplikan dari Babad Demak, Babad Mataram, dan Serat Panji.

Wayang Buddha dikenal pada masa kemudian. Pelopornya adalah Suprapto, yang kemudian didukung tiga seniman: Hajar Satoto, Bambang Suwarno, dan Bibit Jrabang Waluyo Wibowo. Wayang Buddha merupakan pementasan wayang gaya baru yang menggabungkan seni rupa, musik, dan dunia pewayangan. Pertunjukan Wayang Buddha menceritakan kisah-kisah Buddhis seperti riwayat Buddha, Sutasoma, dan Kunjarakarna Dharmakathana.  Cerita wayang memang sebuah  ajaran yang dijabarkan dalam bentuk seni pertunjukan dan disimbolkan dalam setiap karakter tokoh-tokoh wayang.

Pada 1959 diciptakan Wayang Katholik yang kemudian berganti nama menjadi Wayang Wahyu.  Isinya  menceritakan penyebaran wahyu yang diturunkan oleh Tuhan kepada umat-Nya.

Ada lagi wayang bercirikan daerah dan etnis. Banyak wayang diketahui berasal dari berbagai daerah/etnis, seperti wayang Bali, wayang Melayu, wayang Betawi, wayang Palembang, wayang Banjar, wayang Sasak, dan wayang Madura. Masyarakat Tionghoa di Indonesia mengenal wayang potehi. Hanya kita kehilangan wayang Aceh karena sebagian besar pendukungnya terkena musibah tsunami pada 2004. 

Pada 7 November 2003, UNESCO mengakui wayang kulit sebagai a Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Setiap 7 November kemudian ditetapkan sebagai Hari Wayang Nasional. Selanjutnya pada 15 Desember 2021 menyusul gamelan yang diakui UNESCO. Wayang dan gamelan hampir tidak terpisahkan.

Jelas wayang ada pada banyak agama. Wayang pun ada pada banyak daerah dan etnis. Semoga sampai kapan pun wayang tetap menjadi bukti dan sarana toleransi antarwarga di Nusantara.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun