Kalau tidak ada kegiatan penambangan emas oleh masyarakat, mungkin Situs Bongal tidak akan terungkap oleh para arkeolog. Namun informasi tersebut datang terlambat sehingga situs itu sudah teraduk. Dengan demikian kita tidak tahu konteks arkeologi/sejarahnya. Banyak penggalian liar untuk mencari harta karun berlangsung di sini sejak lama. Lihat tulisan sebelumnya [di sini].
Benda-benda hasil penggalian liar dijual warga ke para kolektor. Entah apakah ada yang ke mancanegara. Sejumlah koin berhasil diselamatkan Museum Uang Sumatera di Medan. Koin-koin itu berasal dari pedagang-pedagang Arab, yang umumnya beragama Islam. Namun bukan berarti Islam sudah memasuki Bongal pada pada abad-abad itu.
Menurut Pak Ery Soedewo, Balai Arkeologi Sumatera Utara sudah mengetahui potensi arkeologi Situs Bongal pada 2001, saat survei potensi arkeologi di wilayah Kab. Tapanuli Tengah & Kota Sibolga. Waktu itu didapati arca Ganeśa dalam kondisi hilang kepalanya. Tim peneliti baru datang lagi pada 2019, setelah datang laporan dari Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kab. Tapanuli Tengah, soal maraknya temuan benda-benda purbakala di Bongal. Sejak itu setiap tahun tim intensif melakukan kajian ke Bongal.
Emas
Situs Bongal sulit dicapai. Kita bisa melalui jalur air atau jalur darat. Bahkan kita harus melalui jalan berlumpur setinggi lutut. Inilah memang nasib peneliti arkeologi. Mereka terkadang harus melalui hutan dan jalan terjal.
Kandungan aurum atau emas terdapat di sana. Tidak heran masyarakat menjadikan usaha penambangan emas sebagai penghasilan. Bisa jadi berkat emas dari Bongal, Sumatera dikenal sebagai Suvarnadwipa atau Pulau Emas. Nama Suvarnadwipa dikenal selama ratusan tahun. Inilah petunjuk penting dari Bongal.
Pertengahan 2021 lalu, tim arkeologi dari Balai Arkeologi Sumatera Utara melakukan penelitian di sana. Tim dipimpin Pak Ery Soedewo, dengan salah satu anggota Pak Fadhlan S. Intan dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Sejak awal 2022 Pak Ery dan Pak Fadhlan menjadi bagian dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).
Cerita tentang Situs Bongal diceritakan oleh Pak Fadhlan pada acara Ngopi Malam Sunda Kelapa Heritage yang bekerja sama dengan Museum Kebaharian pada Sabtu, 12 Februari 2022. Topiknya “Geoarkeologi Situs Bongal, Tapanuli Tengah”. Sebagai geolog, Pak Fadhlan banyak melakukan kegiatan arkeologi di berbagai situs.
Adanya butiran emas pernah dilihat tim peneliti. Selanjutnya agar situs itu tidak rusak, Bupati Tapanuli Tengah menutup kegiatan penambangan emas. Seusai acara Ngopi Malam ini, Pak Fadhlan akan kembali ke Situs Bongal. Saat ini Pak Ery sebagai ketua tim dan beberapa peneliti sudah berada di lokasi.
Penuh air
Pada 2021 ada beberapa kotak galian yang dibuka tim peneliti. Umumnya setiap kotak galian penuh air. Untuk itu peran mesin penyedot air sangat penting. Banyak artefak ditemukan dari situs itu, seperti sisa tumbuhan, arca Ganesha, keramik, koin, ijuk, kayu berinskripsi, dan kaca. Dari benda-benda tersebut diketahui Situs Bongal memiliki tarikh abad VII-IX.
Untuk memperkuat dugaan, ada 15 sampel artefak dibawa ke laboratorium di Amerika Serikat dan Selandia Baru. Hasilnya memiliki tarikh abad VII-IX. Namun ada beberapa yang lebih muda, bahkan ada sisa tumbuhan yang berasal dari masa 1900-an terlihat ketika diangkat tumbuh kecambah.
Banyak sisa kayu nibung di dalam kotak galian. Menurut Pak Fadhlan, sejauh ini belum diketahui apa fungsi kayu itu, apakah bagian dari konstruksi dermaga ataukah rumah. Pak Fadhlan berharap dalam beberapa hari ini, fungsi kayu tersebut akan terungkap.
Banyak temuan masyarakat, menurut Pak Fadhlan, dikumpulkan di sebuah rumah dekat jembatan. Diharapkan nanti museum akan dibangun di sekitar lokasi. Kemarin Pak Ery dan tim melakukan sosialisasi situs kepada masyarakat sekitar. Sebelumnya sosialisasi pernah dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, yang wilayah kerjanya mencakup Aceh dan Sumatera Utara.
Sudah seharusnya Situs Bongal dilestarikan. Banyak potensi ilmu pengetahuan termasuk pariwisata terdapat di sana. Adanya Situs Bongal pasti akan memperkaya sejarah Sumatera. Mungkin Bongal menjadi pelabuhan penting ketika itu, siapa tahu. Setelah Bongal redup, kegiatan perekonomian beralih ke Barus. Sejak lama nama Barus sudah populer karena berbagai penelitian sering berlangsung di sana.
Jika menjadi pelabuhan penting, tentu akan menjadi data tambahan buat Jalur Rempah, yang saat ini sedang dikumandangkan menjadi warisan dunia.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H