Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tulisan Kuno dari Situs Bongal (Sumatera Utara) Awet Hingga Lebih dari 1000 Tahun

11 Februari 2022   10:06 Diperbarui: 11 Februari 2022   10:21 1483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti atau tulisan pada kayu, yang diduga bagian dari kapal kuno (Sumber: Balai Arkeologi Sumatera  Utara)

Sebenarnya dunia arkeologi Indonesia sangat kaya. Sejarah Nusantara berjalan amat panjang, sejak ribuan tahun lalu. Wilayah Nusantara terbentang sangat luas, dari Sabang sampai Merauke. Namun sejak ribuan tahun pula aktivitas alam terjadi di Nusantara. Banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan gunung meletus menjadi contoh klasik betapa bencana alam telah memorakporandakan harta benda dan jiwa manusia.

Banyak contoh bencana alam yang telah menimbun berbagai benda milik manusia yang hidup pada masa lampau. Dengan kata lain, banyak benda masih berada di dalam tanah sampai sekarang. Namun kita tidak tahu di mana benda-benda budaya itu berada.

Atas jasa penggarap tanahlah, maka benda-benda yang masih berada di dalam tanah berhasil terkuak ke permukaan. Bahkan dari sepotong benda kuno kecil, berhasil muncul situs kuno Liyangan dari masa ratusan tahun yang lalu. Situs Liyangan di Temanggung pernah terkubur oleh berkali-kali letusan Gunung Sindoro. Setelah diekskavasi oleh para arkeologi selama bertahun-tahun, kini sudah menampakkan keindahan ujud kota zaman dulu. Situs Liyangan muncul berkat jasa penambang pasir.

Beberapa hari lalu tim arkeologi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur berhasil menampakkan candi dan prasasti kuno dari abad ke-9. Lihat tulisannya [di sini]. Tinggalan budaya itu berada di areal persawahan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Aktivitas masyarakat di Situs Bongal untuk menambang emas (Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara)
Aktivitas masyarakat di Situs Bongal untuk menambang emas (Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara)

Situs Bongal

Sebelumnya, para penambang emas di lahan pasang surut daerah Teluk Tapanuli (Sibolga), menemukan sejumlah artefak purbakala. Temuan-temuan itu berupa gerabah Timur Tengah, kaca Timur Tengah, keramik, artefak logam, artefak kayu, prasasti timah, koin, pencetak uang, dll. Pertanggalan dari benda-benda budaya itu menunjukkan abad VI-XI M. Sementara lokasi penemuan dikenal sebagai Situs Bongal.

Yang menarik, sebagaimana foto yang diunggah Pak Ery Soedewo, dari Balai Arkeologi Sumatera Utara (sejak bergabung dengan BRIN, memiliki nomenklatur sementara Kantor Arkeologi Sumatera Utara) adalah tulisan pada sepotong kayu. Untuk sementara aksara itu dibaca Sri ya va na ra ki (baris pertama) dan tan (baris kedua). Prasasti itu beraksara Pallava Grantha (abad VII-VIII M). Kejadian sangat langka tentunya karena sepotong kaya bisa awet lebih dari seribu tahun.

"Bahasa dan apa artinya belum tahu, kemungkinan bahasa Sanskerta atau Tamil," kata Pak Ery.

Temuan keramik kuno dan batu kuno dari Situs Bongal (Sumber: Balai Arkeologi Sumatera Utara)
Temuan keramik kuno dan batu kuno dari Situs Bongal (Sumber: Balai Arkeologi Sumatera Utara)

Kawasan kosmopolitan

Ekskavasi atau penggalian arkeologi di Situs Bongal, Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, menemukan indikasi adanya kawasan kosmopolitan pada abad ke-7 hingga ke-9 Masehi di kawasan itu. Di Sumatera Utara, kawasan yang lebih sering diteliti adalah Situs Lobu Tua di Barus. Beberapa buku tentang Barus sudah diterbitkan oleh beberapa peneliti. Untuk sementara ini usia Situs Barus lebih muda dua abad dibandingkan usia Situs Bongal.

Koin-koin dari Situs Bongal diperkirakan berasal dari masa Dinasti Umayyah (periode 694 Masehi hingga 713 Masehi atau 75-95 Hijriah) dan Dinasti Abbasiyah pada 760 Masehi atau 143 Hijriah. Sementara pecahan keramik berasal dari masa Dinasti Tang, abad ke-7 sampai ke-10 Masehi dan dari Persia (Iran) dari abad ke-7 hingga ke-9 Masehi.

Adapun pada lempengan timah terdapat aksara pasca-Pallawa, Jawa kuno, dan Sumatera kuno, seperti proto Batak. Kalimat-kalimat dalam lempengan timah itu biasanya berisi mantra.

Sampel ijuk dan kayu berinskripsi huruf Pallawa pernah dikirim ke laboratorium di Amerika Serikat. Hasil pertanggalan karbon menunjukkan sampel ijuk berasal dari tahun 663-778 Masehi. Sementara kayu berinskripsi huruf Pallawa berasal dari tahun 668-778 Masehi.

Nah, inilah yang mendukung penelitian di Situs Bongal. Dalam arkeologi, ada tiga artefak yang dianggap bertanggal mutlak, yakni prasasti, mata uang, dan keramik. Jadi tinggal mengaitkan saja dengan temuan-temuan lain.

Menurut Pak Ery, temuan-temuan itu menunjukkan kawasan Desa Jago-jago yang berada di pertemuan Sungai Lumut dengan Samudera Hindia pada abad ke-7 hingga ke-9 adalah tempat produksi, perdagangan, dan pertemuan aneka bangsa dengan aneka kebudayaan. Bangsa Tiongkok, India, Arab, dan warga lokal berikut kebudayaan Hindu, Buddha, dan Islam membaur di sana. Tak pelak, Situs Bongal sangat logis dihubungkan dengan jalur rempah Nusantara, yang saat ini sedang gencar dilakukan pemerintah kita. 

Kayu bagian kapal yang memiliki tulisan (Sumber: Balai Arkeologi Sumatera Utara)
Kayu bagian kapal yang memiliki tulisan (Sumber: Balai Arkeologi Sumatera Utara)

Belajar dari pengalaman, tentu saja pihak arkeologi harus merangkul masyarakat. Mereka mencari nafkah dari penambangan emas, sementara di areal penambangan emas banyak tinggalan masa lampau. Kita memang selalu terlambat karena data arkeologi dari Situs Bongal sudah terlepas dari konteks arkeologinya. Jadi kita agak sulit mengungkap berbagai aspek kehidupan manusia masa lampau di Situs Bongal.

Terlihat banyak aspek akan muncul dari Situs Bongal, seperti kemaritiman, pelayaran, perdagangan, dan budaya. Sekarang masalahnya tentu pemerintah daerah harus melindungi data arkeologi yang sudah muncul ke permukaan itu. Kalau tidak, tentu saja potensi yang menjanjikan itu akan sia-sia. 

Masalah utama bagi Situs Bongal adalah kelestarian lokasi dan benda-benda yang ada di dalamnya. Saat ini aktivitas masyarakat yang melakukan penggalian di Situs Bongal boleh dibilang sangat masif. Setiap hari data arkeologis ditemukan dari lubang-lubang gali itu tanpa bisa dibendung oleh aparat penegak hukum. Benda-benda yang berasal dari Situs Bongal juga banyak berpindah tangan hingga ke luar wilayah Bongal.

Kita pasti miris mendengar kabar negatif itu. Nah, mulai sekarang ayo kita lestarikan tinggalan dan budaya kita.***

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun