Ekskavasi atau penggalian arkeologi di Situs Bongal, Desa Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, menemukan indikasi adanya kawasan kosmopolitan pada abad ke-7 hingga ke-9 Masehi di kawasan itu. Di Sumatera Utara, kawasan yang lebih sering diteliti adalah Situs Lobu Tua di Barus. Beberapa buku tentang Barus sudah diterbitkan oleh beberapa peneliti. Untuk sementara ini usia Situs Barus lebih muda dua abad dibandingkan usia Situs Bongal.
Koin-koin dari Situs Bongal diperkirakan berasal dari masa Dinasti Umayyah (periode 694 Masehi hingga 713 Masehi atau 75-95 Hijriah) dan Dinasti Abbasiyah pada 760 Masehi atau 143 Hijriah. Sementara pecahan keramik berasal dari masa Dinasti Tang, abad ke-7 sampai ke-10 Masehi dan dari Persia (Iran) dari abad ke-7 hingga ke-9 Masehi.
Adapun pada lempengan timah terdapat aksara pasca-Pallawa, Jawa kuno, dan Sumatera kuno, seperti proto Batak. Kalimat-kalimat dalam lempengan timah itu biasanya berisi mantra.
Sampel ijuk dan kayu berinskripsi huruf Pallawa pernah dikirim ke laboratorium di Amerika Serikat. Hasil pertanggalan karbon menunjukkan sampel ijuk berasal dari tahun 663-778 Masehi. Sementara kayu berinskripsi huruf Pallawa berasal dari tahun 668-778 Masehi.
Nah, inilah yang mendukung penelitian di Situs Bongal. Dalam arkeologi, ada tiga artefak yang dianggap bertanggal mutlak, yakni prasasti, mata uang, dan keramik. Jadi tinggal mengaitkan saja dengan temuan-temuan lain.
Menurut Pak Ery, temuan-temuan itu menunjukkan kawasan Desa Jago-jago yang berada di pertemuan Sungai Lumut dengan Samudera Hindia pada abad ke-7 hingga ke-9 adalah tempat produksi, perdagangan, dan pertemuan aneka bangsa dengan aneka kebudayaan. Bangsa Tiongkok, India, Arab, dan warga lokal berikut kebudayaan Hindu, Buddha, dan Islam membaur di sana. Tak pelak, Situs Bongal sangat logis dihubungkan dengan jalur rempah Nusantara, yang saat ini sedang gencar dilakukan pemerintah kita.Â
Belajar dari pengalaman, tentu saja pihak arkeologi harus merangkul masyarakat. Mereka mencari nafkah dari penambangan emas, sementara di areal penambangan emas banyak tinggalan masa lampau. Kita memang selalu terlambat karena data arkeologi dari Situs Bongal sudah terlepas dari konteks arkeologinya. Jadi kita agak sulit mengungkap berbagai aspek kehidupan manusia masa lampau di Situs Bongal.
Terlihat banyak aspek akan muncul dari Situs Bongal, seperti kemaritiman, pelayaran, perdagangan, dan budaya. Sekarang masalahnya tentu pemerintah daerah harus melindungi data arkeologi yang sudah muncul ke permukaan itu. Kalau tidak, tentu saja potensi yang menjanjikan itu akan sia-sia.Â
Masalah utama bagi Situs Bongal adalah kelestarian lokasi dan benda-benda yang ada di dalamnya. Saat ini aktivitas masyarakat yang melakukan penggalian di Situs Bongal boleh dibilang sangat masif. Setiap hari data arkeologis ditemukan dari lubang-lubang gali itu tanpa bisa dibendung oleh aparat penegak hukum. Benda-benda yang berasal dari Situs Bongal juga banyak berpindah tangan hingga ke luar wilayah Bongal.
Kita pasti miris mendengar kabar negatif itu. Nah, mulai sekarang ayo kita lestarikan tinggalan dan budaya kita.***