Pada Jumat, 14 Januari 2022 sekitar pukul 16.05 terjadi gempa yang cukup kuat dengan 6,7 Skala Richter. Gempa itu berpusat di Banten. Kerusakan terparah dialami oleh Kabupaten Pandeglang. Lebih dari 700 rumah dan bangunan rusak, dari ringan hingga berat. Gempa itu dirasakan juga di Jabodetabek, terutama oleh para pegawai yang berkantor di gedung-gedung tinggi.
Berbicara gempa, ada baiknya kita berbicara konstruksi rumah atau bangunan. Kalau kita lihat gambar pada media daring atau televisi, rata-rata yang rusak berupa rumah/bangunan yang menggunakan konstruksi batu. Sifat batu memang kuat dan tahan lama, namun kurang kuat menghadapi getaran atau guncangan. Bahan itu mudah patah atau retak.
Lain halnya dengan rumah kayu atau bambu dengan atap dari ijuk atau dedaunan. Kayu dan bambu memiliki kelenturan atau elastis. Jadi lebih tahan gempa dibandingkan bahan batu. Namun daya tahan kayu atau bambu lebih rendah daripada batu. Kayu atau bambu bisa rapuh sedikit demi sedikit karena rayap, cuaca, atau sebab lain.
Belajar dari Jepang
Jepang menjadi salah satu negara termaju dalam hal penanggulangan bencana. Gempa dan tsunami sering melanda Jepang. Biarpun termasuk negara maju dan modern, rumah konstruksi kayu masih banyak terdapat di Jepang. Rumah itu dilengkapi jendela dari kertas.
Nah, kita bisa meniru Jepang. Negeri kita banyak memiliki suku bangsa yang berdampak pada beragamnya rumah tradisional. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu, bambu, dan bagian tumbuhan lain.
Contoh yang jelas, ketika terjadi gempa di Sumatera Barat beberapa tahun lalu, banyak bangunan modern runtuh bahkan hampir rata dengan tanah. Namun beberapa rumah tradisional yang disebut Rumah Gadang, masih berdiri kokoh.
Rumah adat ini memiliki bentuk arsitektur unik dengan puncak atap runcing yang menyerupai tanduk kerbau. Dulu dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan tahun. Namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng. Belahan bambu digunakan untuk beberapa dekorasi.
Menurut Wikipedia, rumah tradisional itu dibina dari tiang-tiang panjang. Bangunan rumah dibuat besar ke atas, tetapi tidak mudah rebah oleh goncangan. Â Maklum, wilayah Minangkabau rawan gempa sejak dulu karena berada di pegunungan Bukit Barisan. Maka arsitektur Rumah Gadang juga memperhitungkan desain yang tahan gempa.
Seluruh tiang Rumah Gadang tidak ditanamkan ke dalam tanah, tetapi bertumpu ke atas batu datar yang kuat dan lebar. Seluruh sambungan setiap pertemuan tiang dan kasau (kaso) besar tidak memakai paku, tetapi memakai pasak yang juga terbuat dari kayu. Ketika gempa, Rumah Gadang akan bergeser secara fleksibel seperti menari di atas batu datar tempat tonggak atau tiang berdiri. "Begitu pula setiap sambungan yang dihubungkan oleh pasak kayu juga bergerak secara fleksibel, sehingga Rumah Gadang yang dibangun secara benar akan tahan terhadap gempa," begitu tulis Wikipedia.
Api
Sesungguhnya rumah tradisional yang berbahan dasar kayu dan bambu lebih tahan gempa daripada rumah batu. Namun, rumah kayu atau bambu tidak tahan api. Pada 2007, misalnya, Istana Pagaruyung di Sumatera Barat terbakar karena atapnya tersambar petir. Api segera merambat ke mana-mana dan akhirnya Istana Pagaruyung rata dengan tanah. Istana Pagaruyung kemudian dibangun kembali dan selesai pada 2013.
Beberapa rumah adat di NTT juga pernah terbakar. Inilah rawannya rumah berbahan kayu atau bambu. Selain dari petir, api bisa berasal dari petasan. Atau dari semacam bom molotov apabila ada tawuran antarsuku yang menyasar rumah kayu.
Sewaktu gempa Banten kemarin, rumah-rumah Suku Baduy selamat dari guncangan. Rumah mereka berbahan kayu dan bambu. Sekali lagi terbukti kuat.
Yang jelas, kunci utama pembuatan rumah tradisional terletak pada bahan (kayu atau bambu) dan teknik sambungan agar lentur atau fleksibel. Namun masalahnya, kalau banyak rumah terbuat dari kayu atau bambu, mungkinkah terjadi kerusakan lingkungan? Ini perlu pemikiran secara bijak bagaimana penanaman dan pengolahan bahan-bahan tersebut.
Untuk tahap pertama, sebaiknya rumah-rumah kayu atau bambu dibangun di daerah rawan gempa. Peta wilayah gempa tentu bisa ditanyakan ke instansi terkait, semisal BMKG. Belajar dari gempa di tanah air, rumah kayu atau bambu ternyata tidak mudah roboh.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H