Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengalaman Menulis Artikel dan Buku, Gerakan Literasi dan Kerja dalam Sunyi

3 Januari 2022   07:58 Diperbarui: 4 Januari 2022   10:03 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa buku yang saya tulis secara keroyokan (Dokpri)

Salah satu dampak sering menulis di koran dan majalah adalah nama kita dikenal oleh banyak orang, termasuk oleh berbagai instansi. Itu yang saya rasakan selama bertahun-tahun. Akibatnya saya sering diminta bantuan untuk menulis buku, baik yang dilakukan secara lelang maupun penunjukan langsung. Menulis secara keroyokan, begitu istilahnya.  

Topik dalam buku tentu saja masih berhubungan dengan arkeologi dan museum. Soalnya saya memiliki banyak koleksi buku bertopik itu. Dengan demikian mengurangi hambatan dalam menulis.

Beberapa tim penulis buku, saya salah satu di antara mereka (Dokpri)
Beberapa tim penulis buku, saya salah satu di antara mereka (Dokpri)

Menulis buku 

Saya pernah menjadi bagian dari penulisan buku katalog pameran. Menulis buku-buku bacaan umum pernah beberapa kali terlibat sebagai tim penulis. Boleh dibilang buku menggunakan bahasa populer. Jadi hampir tidak ada bedanya dengan menulis di media cetak. Hanya dalam buku, kita melampirkan daftar pustaka. Foto-fotonya pun cukup banyak untuk mendukung bacaan.

Terus terang, kami saling belajar. Bayangkan, tim penulis kadang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Beberapa dari mereka pun bergelar akademis tinggi, seperti Master, Doktor, dan Profesor. Saya sendiri sih sebenarnya diberi gelar Prof oleh banyak orang, lengkapnya Prof. Djulianto, APM. Artinya Profesi Djulianto adalah Arkeolog Pekerja Mandiri, hehehe...  

Sesuai pengalaman, menulis buku terkadang agak lama. Terlebih kalau bahannya tidak ada dalam koleksi saya. Untuk itu, saya harus mencari di Perpustakaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Perpustakaan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Perpustakaan Nasional, dan Arsip Nasional.

Dalam menulis buku ada jadwal, termasuk penentuan judul buku. Draft topik tertentu kapan selesai, lama penyuntingan berapa lama, batas penyuntingan terakhir, lama membuat tata letak, dan proses cetak dibicarakan dalam rapat. Kami, tim penulis, hanya berbicara masalah penulisan dan penyuntingan. Di luar itu ada tim lain, yakni tim produksi.

Dua buku yang saya tulis bersama (Dokpri)
Dua buku yang saya tulis bersama (Dokpri)

Instansi pemerintah

Buku-buku yang kami tulis berasal dari beberapa instansi pemerintah. Karena menggunakan dana APBN atau APBD, buku-buku tersebut tidak diperjualbelikan. Hanya dibagikan kepada instansi tertentu seperti perpustakaan dan sekolah. Kalau ada kelebihan, masyarakat awam bisa mendapatkan buku-buku itu asal datang sendiri. Biasanya buku-buku demikian hanya dicetak sedikit, berkisar 500-1.000 eksemplar per judul.

Hingga saat ini ada sekitar 10 buku yang saya tulis bersama para pakar. Empat di antaranya sebagaimana foto di atas. Buku-buku lainnya antara lain tentang museum tematik, prasasti, dan tinggalan budaya dari kapal tenggelam.

Dua buku lain yang saya tulis bersama (Dokpri)
Dua buku lain yang saya tulis bersama (Dokpri)

Selain menulis, saya pun sering diminta bantuan jadi penyunting. Buku-buku yang saya sunting lebih banyak daripada buku yang saya tulis. Memang saya bukan penyunting profesional, namun saya yakin lebih baik daripada tulisan-tulisan awal sebelum penyuntingan. Manusia bukan makhluk sempurna. Kemungkinan kekurangan dalam penyuntingan tentu saja masih ada.

Menjadi bagian dari literasi memang mengasyikkan buat saya. Kerja dalam sunyi, sering kali harus idealis, mencerdaskan masyarakat, dan banyak manfaat lain. Kalau saja tidak minim penghasilan, mungkin banyak orang tertarik gerakan literasi. Semoga saya bisa menulis buku seorang diri.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun