Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prestasi Saya di Kompasiana, Dari Nominasi Best Citizen Journalism Hingga Anugerah Jurnalistik M.H. Thamrin

26 Desember 2021   09:21 Diperbarui: 26 Desember 2021   10:05 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prestasi pribadi di Kompasiana selama 2021 (Dokpri)

Kaleidoskop Kompasiana 2021 telah keluar. Kaleidoskop merupakan album memori atau prestasi para Kompasianer selama 2021 yang dihitung per 1 Januari 2021 hingga 30 November 2021. Ada beberapa hasil yang dikeluarkan admin Kompasiana, yakni 20 Kompasianer Terpopuler, 20 Kompasianer Teraktif, 20 Artikel Headline Terpopuler, 20 Artikel Paling Banyak Dinilai, 20 Artikel Paling Banyak Dikomentari, dan Artikel Rubrik Terpopuler.

Tulisan saya sendiri memperoleh 'award' menjadi nomor 17 dari 20 Artikel Headline Terpopuler. Ketika itu saya menulis "Candi Simping di Blitar Rata dengan Tanah karena Ulah Pelukis Tersohor Raden Saleh". Artikel itu dimuat pada 23 Januari 2021 dengan 24.478 pengakses. Sepanjang menulis di Kompasiana sejak 14 Agustus 2016, inilah tulisan terbanyak yang saya capai di kategori Humaniora.

Prestasi pribadi di Kompasiana selama 2021 (Dokpri)
Prestasi pribadi di Kompasiana selama 2021 (Dokpri)

Memang sebagian terbesar tulisan saya menyangkut bidang humaniora, seperti sejarah, arkeologi, museum, dan budaya. Sebagian kecil tentang numismatik dan astrologi. Terus terang bidang keilmuan seperti humaniora ini, kecuali berkenaan dengan pendidikan, jarang sekali dilirik orang. Tulisan-tulisan saya paling banyak diakses 3.000-an, kecuali tentang Candi Borobudur pernah mencapai 13.000-an.

Tulisan saya yang berjudul "Cara mengatasi banjir Jakarta ternyata sudah tertulis dalam prasasti" (30 Desember 2016) hanya diakses 1.700-an orang. Itu pun sudah diganti oleh admin dari kategori Humaniora menjadi Lingkungan. Namun tulisan itu cukup membanggakan karena pernah mendapat anugerah jurnalistik M.H. Thamrin dari PWI Jaya pada 2017.  Dari Kompasiana sendiri saya pernah mendapat nominasi Best Citizen Journalism pada 2019.  

Beda sekali tulisan tentang persoalan sehari-hari, olahraga, politik, pemerintahan, dan tokoh. Tulisan-tulisan seperti itu hampir selalu diakses orang. Mungkin karena aktual dan kadang bersifat kontroversi. Sebaliknya tulisan humaniora yang saya buat bersifat 'evergreen', artinya bisa dibaca kapan saja karena tidak ada unsur waktu seperti berita yang sifatnya aktual.  

Tanda * jumlah tulisan, tanda ** jumlah pengakses, dan tanda *** artikel headline (Dokpri)
Tanda * jumlah tulisan, tanda ** jumlah pengakses, dan tanda *** artikel headline (Dokpri)

Prestasi pribadi

Sepanjang menulis di Kompasiana, prestasi pribadi saya adalah menghasilkan 958 tulisan dengan 1,4 juta lebih pengakses. Kalau dirata-ratakan berarti satu tulisan dibaca oleh 1.487 orang.  

Dari seluruh tulisan, 294 tulisan memperoleh label Headline atau Artikel Utama, berarti 30,7%. Sayang saya 'lemah' di nilai karena saya jarang blog walking. Akibatnya saya baru memperoleh nilai 25.440 atau kelas Penjelajah. Followers dan following pun masih terbilang minim, yakni 306 dan 139.

Ternyata nilai saya kalah jauh dibandingkan Kompasianer baru. Saya menang di jumlah tulisan, jumlah pengakses, dan jumlah headline. Namun saya kalah dalam soal blog walking, followers, dan following. Namun tak apalah, karena saya menulis untuk memberi informasi dan edukasi kepada masyarakat. Bukan untuk mencari nilai. Kalaupun tulisan saya banyak yang baca dan bahkan memperoleh k-rewards, itu hanya keberuntungan. Yang penting saya menulis konten positif yang bersifat keilmuan.

Beberapa tulisan saya di media cetak, mungkin bisa masuk Kompasiana supaya mudah dibaca orang (Dokpri)
Beberapa tulisan saya di media cetak, mungkin bisa masuk Kompasiana supaya mudah dibaca orang (Dokpri)

Terus terang, saya berawal dari penulis media cetak, baru menjadi penulis Kompasiana. Keduanya berbeda dalam bahasa. Media cetak menggunakan bahasa formal atau bahasa baku dengan suntingan ketat. Sementara Kompasiana boleh menggunakan bahasa nonformal atau bahasa gaul tanpa suntingan.

Rencananya saya akan meminta izin ke admin Kompasiana untuk memuat tulisan-tulisan lama saya yang pernah dimuat media cetak. Tulisan-tulisan era 1980-an perlu ditik ulang, jadi butuh proses agak lama. Maklum waktu itu teknologi digital belum berkembang.

Dunia literasi memang mengasyikkan dan menantang. Apalagi kalau bertujuan mencerdaskan masyarakat.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun